Pintu rumah Ica terbuka dengan kerasnya membuatnya yang sedang tidur terbangun kaget. Rumah milik pamannya yang sudah 2 tahun tak dihuni sejak pamannya memutuskan pulang kekampung halamannya itu membuat getaran yang ditangkap indra pendengaran Ica. Suara seorang perempuan yang pastinya sangat dikenali oleh dirinya, memanggilnya dengan tak santai. Bunda, lebih tepatnya bunda Arkan.
Ica yang langsung kekuar dari kamar menemui sang bunda yang sudah memasang wajah garangnya. 'Mampus gue!' Batinnya berteriak.
Dengan senyum hangat, Ica menghampiri bunda hendak menyalaminya. Saat tangannya terulur, sang bunda meneteskan air matanya. "Bun. Bunda kenapa?" Tanya Ica. Jujur sebenarnya ia tahu apa yang ditangisi oleh bundanya itu.
"Ya Allah, Ca. Ini tangan kenapa bisa jadi gini sih. Hiks.. Itu punggung tangan lo, Ca. Mana tangan kanan lagi. Gimana kamu mau ngerjain kegiatan sehari-hari? Hiks.. Hikss..." Usianya sudah 38 tahun, pekerjaannya dokter. Tapi ketika melihat Arkan atau dirinya terluka atau sakit, sifatnya kembali menjadi anak remaja.
Ica melirik Arkan dengan sinis, seolah berkata 'nyinyir banget lo.' Arkan membuang pandangannya kesembarang arah, tak ingin melihat tatapan milik Ica.
"Bun, ini udah sembuh kok. Lagian bunda ngapain kesini? Ga kerja?" Tanya Ica mengalihkan pembicaraan. Bunda menghapus air matanya, wajahnya memerah lalu dipukulnya punggung tangan Ica yang dibalut perban. "Aww! Bun.."
"Kalo paman Banu ga bilang soal kalian berantem, mana bakalan bunda tahu soal ini!" Tak ada yang menjawab Ica dan Arkan sudah berada pada posisi duduk dilantai dengan kaki ditekuk sebagai alas duduk mereka. Sedangkan bunda berdiri memberikan keluhannya pada mereka berdua.
"Pokoknya mulai hari ini, kamu tinggal sama bunda! Ga ada penolakan!" Final bunda, tapi dengan sigap Ica menbantah tak setuju.
"Kalo kamu ga setuju, bunda yang tinggal disini sampe kamu sembuh!" Final kedua. Sekarang Arkan yang dengan sugap membantah tak setuju.
"Kalo bunda tinggal disini, Arkan dirumah sendirian? Ga, ga!" Arkan menggeleng dengan tangan membentuk x di dadanya.
"Kaya yang sering dirumah aja." Sindir sang bunda.
Dan Finalnya sekarang, malam ini Ica tidur dengan bunda. Tidur dengan pertanyaan, 'Ayah dimana bun?'
Paginya, Arkan datang dengan motor CBR hitamnya. Pukul 06.20. Keajaiban. Sedangkan bunda harus dengan susah payah membangunkan Ica untuk berangkat sekolah.
Dengan ogah-ogahan Ica masuk kedalam kamar mandi. Selesai dengan ritual mandi dan sebagainya, ia siap dengan pakaian batik ungu dan rok hitam. Namun rambutnya tak dikuncir seperti biasa, cause tangannya yang masih sakit.
"Berangkat bun. Assalamualaikum." Ujar bareng Ica dan Arkan. Bunda membalas salamnya baru mereka berdua berangkat.
***
Bel pelajaran pertama sudah berbunyi, Ica dan Clara yang sudah siap didalam kelas mengekuarkan buku Fisika mereka masing-masing. Awalnya semua normal, sampai kantuk menyerang membuat Ica harus tidur didalam kelas.
"Anisa!" Suara cempreng milik sang guru Fisika membuat telinga milik Ica berkedut. Dengan wajah marah Ica balas menantang tatapan maut sang guru.
"Berani kamu tidur dikelas saya?" Pertanyaan yang diangguki oleh Ica sukses membuat sang guru melotot tajam.
Clara diam, ia sibuk pura-pura menulis. Ica dengan tangan bersedekap dada santai membalai tatapan sang guru. "Keluar dari kelas saya!"
"Alhamdulillah." Lirih Ica yang masih didengar oleh guru tersebut. Saat ia melangkah hampir berhadapan dengan sang guru, guru itu memberhentikan langkahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE IS SAHABAT
Genç KurguKadang kalian tidak perlu mencari orang baru hanya untuk jatuh cinta. Bisa jadi orang terdekat kalian itulah cinta sejati kalian. Masuk kedalam hati, pusatkan fikiran kalian. Lalu tanya pada diri kalian sendiri, apakah kalian bersahabat sebagai tema...