Bab 1 "Awan hitam mulai datang"

9 1 0
                                    

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Haaaciiiihhh.... Ya ampun, maaf temen-temen, laman Wattpadku penuh debu. Banyak hiasan sarang laba-laba pula.

Semoga dengan Kisah Tiyani yang kutulis ini, bisa membuat laman Wattpadku indah dipandang lagi :)

Selamat membaca...

***

Malam yang terasa hening. Angin yang terasa dingin, menyelinap masuk melewati jendela kamar Tiyani yang masih terbuka. Jika orang-orang sudah terlelap terbalut selimut tebal. Berbeda dengan Tiyani yang masih kuat membuka kedua matanya. Bahkan konsentrasinya masih terjaga. Tiyani memang mengidap insomnia. Ia biasa terlelap ketika jarum sudah menunjukkan angka dua.

Tatapannya masih serius, menatap layar laptop yang cahayanya masih menerangi ruangan yang gelap gulita. Jari-jemarinya masih terlihat lincah menari-nari di atas keyword. Kata demi kata tercipta menghiasi tulisannya dengan begitu mudah. Kerja otak Tiyani memang sangat bagus disuasana hening seperti ini. Apalagi dimalam hari.

Ditengah keseruannya menulis, bulu kuduknya berdiri, seketika jarinya terhenti. Ia menengok ke arah jendela dan baru menyadari bahwa masih terbuka sedari tadi.

"Hemp, pantesan aja dingin banget." Tiyani bermonolog. Langkahnya mendekati jendela. Sebelum benar-benar menutupnya, Tiyani sejenak menatap langit. Seketika ada rindu yang ingin dititip.

"Ayah, kapan pulang? Tiba-tiba, Tiyani rinduuuu banget. Enggak seperti biasanya." bisiknya pada langit.

Drrrrrrttt.... Drrrrrtttt.... Drrrrttt....

Belum puas berbisik, tiba-tiba ponselnya bergetar. Segera ia menutup rapat jendela. Lalu mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Senyumnya mengembang setelah melihat nama di layar ponselnya.

"Ayah!" gumamnya bahagia.

---
"Halo, ayah?"

"Assalamu'alaikum, sayang." terdengar suara dari balik ponsel.

"Wa'alaikumussalam, ayah. Ya ampun ayah, kok tahu kalau Tiyani lagi rindu sama ayah."

"Lhoo, bukannya Tiyani selalu rindu ayah? Karena ayah juga selalu rindu Tiyani."

"Iya, Tiyani selalu rindu ayah. Ayah, kapan pulang?" tanya Tiyani, berharap mendapat kabar yang membahagiakan.

"Besok." ayah langsung menjawab

"Apa? Serius?"

"Iya, sayang. Tapi, jangan bilang ibu dulu, yah. Ayah mau kasih kejutan buat ibu. Besok, kan, ulang tahun ibu." jelas ayah menjelaskan rencananya.

"Waaahh, iya bener. Besok ibu ulang tahun, yah. Ya ampun, maafin Tiyani. Tiyani kok bisa lupa, sih." terdengar rasa kesalnya pada diri sendiri.

"Hemm, enggak apa-apa, sayang. Tiyani masih suka nulis artikel?" tanya ayah, suaranya melembut.

"Iya, sekarang lagi banyak artikel yang harus dibuat. Kejar-kejaran sama deadline, hehe."

"Terus semangat nulis, yah. Memang enggak seberapa bayaran dari menulis artikel. Tapi jangan berpacu sama itu. Ayah pesen sama Tiyani, mau bagaimanapun keadaan Tiyani, susah, senang, kesal, gembira, nangis, ketawa. Tiyani harus tetap menulis. Sekalipun enggak ada yang baca, tapi Tiyani harus tetep bersyukur. Karena Tiyani masih punya kedua mata yang bisa baca tulisan Tiyani sendiri. Dengan menulis juga, itu bisa membuat usia kita panjang, lebih panjang dari usia sebenarnya. Walaupun si penulis sudah pergi. Dia tidak benar-benar pergi, dia masih hidup didalam tulisannya." pesan ayah panjang kali lebar, terasa sekali kasih sayang yang tersalurkan dari seorang ayah kepada gadis kecilnya, yang nyatanya sekarang tidak kecil lagi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 12, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kisah TiyaniTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang