1

1.3K 171 94
                                    

Hwanwoong selalu membenci suara bel tanda kelas berakhir. Ketakutan langsung membuat tubuhnya bergetar hebat. Ia berusaha membereskan buku-bukunya tapi orang-orang itu datang lebih cepat.

"Wah ini tugas yang tadi baru disuruh Pak Guru ya? Berikan!"

Hwanwoong tidak bisa membantah karena tubuhnya sudah ditarik paksa oleh yang lain. Di sekolah khusus lelaki ini, sebagai yang bertubuh kecil, Hwanwoong memang selalu jadi bulan-bulanan. Mereka sering mencoret-coret buku dan mejanya, merobek tugasnya, dan memukul tubuhnya.

Seperti kali ini, tubuhnya diperlakukan layaknya bola, dioper ke sana dan ke sini. Tidak ada yang menolongnya di kelas, tidak pernah ada yang menolongnya saat penindasnya beraksi. Bahkan Keonhee dan Dongju yang dulu adalah teman baiknya langsung mengambil ponsel mereka dan merekam Hwanwoong. Lelaki itu tahu bahwa videonya sudah tersebar di internet dan sering menjadi bahan tertawaan. Ini adalah rutinitas kecil, rutinitas harian, dan lelaki itu harusnya sudah merasa terbiasa. Walaupun tubuhnya sakit sampai bahkan membuatnya harus bolos sekolah saat wajahnya babak belur, seharusnya hal ini tidak lagi menyakitkan.

Tapi mau dilihat bagaimanapun Hwanwoong selalu ingin berteriak di depan wajah mereka. Kenapa dirinya? Kenapa mereka harus menindas dirinya? Kenapa mereka tidak berpura-pura saling tidak menganggap kehadiran satu sama lain saja? Kenapa mereka harus menyakiti Hwanwoong? Kenapa mereka harus memukuli Hwanwoong? Terkadang tubuhnya yang babak belur membuatnya tidak bisa melakukan satu-satunya yang ia inginkan. Menari. Akhir-akhir ini ia sering terluka karena perilaku penindasnya dan mereka telah menghancurkan satu-satunya mimpi Hwanwoong. Lelaki itu tidak bisa lagi menari. Kalau ia memaksakan dirinya, ia hanya akan menghancurkan dirinya sendiri. Tubuhnya tidak lagi fleksibel seperti dulu. Bahkan menunduk saja membuat tubuhnya nyeri.

Hwanwoong terjatuh karena didorong seorang lelaki yang bertubuh jauh lebih tinggi dan besar darinya. Bukan keinginan Hwanwoong juga untuk tumbuh dengan tubuh begini. Dan karena ketakutan selalu memenuhi dirinya, ia seperti lumpuh, tidak bisa bergerak. Karena itu penindasan ini tanpa akhir, Hwanwoong tidak berdaya menolong dirinya sendiri.

Saat para lelaki itu puas dengan rutinitas mereka, semuanya keluar. Meninggalkan Hwanwoong yang kehilangan kacamata dan kertas-kertas tugasnya yang berserakan di depannya. Hwanwoong berusaha meraba-raba mencari kacamatanya.

"Ini yang kau cari, kan?"

Hwanwoong mendongak dan ia menerima kacamata yang diulurkan oleh Seoho, sahabatnya. Hwanwoong memakai kacamatanya lalu membereskan barang-barangnya. Bahkan isi tasnya juga dihamburkan tadi.

"Maaf."

Hwanwoong menoleh ke Seoho. "Untuk apa?"

"Harusnya aku tidak keluar duluan tadi. Maaf aku ada sedikit urusan dengan Youngjo. Seharusnya aku tahu bahwa aku tidak boleh keluar di saat seperti ini. Seharusnya Youngjo juga tahu."

"Ayolah, tidak apa. Dan kau pergilah makan, aku harus menyalin ulang tugasku."

"Ayo kita makan bersama," ucap Seoho berusaha riang.

Hwanwoong menggeleng. Kantin adalah tempat yang paling ia benci selain atap dan tempat bak sampah. Karena di sana ia selalu menjadi bulan-bulanan. Lebih baik ia kelaparan daripada kelaparan dan dipukuli.

"Tunggu di sini, aku akan membelikannya untukmu."

"Seoho, tidak perlu!"

Tapi Seoho seolah tidak mendengar. Ia membantu Hwanwoong berdiri lalu berlari keluar. Lelaki itu memang selalu bertingkah sesuai keinginannya dan tidak pernah berpikir dua kali. Jadi Hwanwoong membiarkan lelaki itu dan mulai membereskan mejanya. Ia juga harus mengerjakan tugasnya. Banyak yang harus ia lakukan.

Warrior's Descendant (ONEUS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang