Capter 01 - Alvino Andresaka

47 5 1
                                    

Suara burung terdengar merdu,dedaunan berhembus pelan,hawa dingin mulai terasa, embun pagi menempel indah pada tanaman. Seorang pemuda sudah rapih dengan seragam sekolah yang dimasukan, dasi yang menggantung indah dileher. Ada luka dimatanya, ada sendu yang tak terlihat, ada rahasia yang selama ini terpendam.

Alvino Andresaka, pemuda dingin yang sulit dijangkau. Pemuda yang selama ini berteman dengan sepi,sunyi dan rasa sakit. Pemuda yang selama ini selalu berusaha mandiri. Sesak mulai menyeruak saat kilasan masalalu berputar diotaknya. Masalalu yang berhasil merubah semuanya.

Alvino bukanlah pemuda dingin dan angkuh. Banyak alasan yang menjadikannya seperti ini. Tak ada senyuman yang terukir dibibirnya. Alvino memiliki tubuh tegap,rahang tegas, bulumata lentik, dan alis tebal, jangan lupa tinggi badan yang tinggi menjadikan sosol Alvino sempurna dimata orang lain.

Berbeda dengan saudara kembarnya yang mendapatkan semua hal tanpa adanya usaha. Alvino sangat berbeda dengan Alvano. Kasih sayang, materi yang selalu dilimpahkan terhadap Alvano membuat Alvino iri. Bukankan dia sedarah, mengapa diperlakukan berbeda?

Alvano memiliki poster tubuh tak jauh berbeda dengan Alvino, hanya tinggi badan yang menjadikannya beda. Alvano yang ceria, gampang berbaur, dan disukai oleh keluarganya.

Rasanya Alvino tak lagi mendapatkan kenyamanan seperti dahulu. Kedua krang tua yang selalu mengutamakan Alvano membuat Alvino jengah. Bukankah Alvino juga anaknya? Mengapa dibedakan?

Alvino menghela napas pelan. Dilihatnya pantulan dirinya didepan cermin. Sempurna? Tdak menurut Alvino. Hanya Alvano yang sempurna. Bisakah Alvino egois sekarang? Sungguh rasanya Alvino tak ingin memiliki adik jika nyatanya semua hal yang Alvino miliki berhasil Alvano rebut. Alvino ingin menjadi satu-satunya anak dari Andre dan Syana.

Hanya luka yang ditorehkan. Selalu dituntut sempurna oleh Andre menjadikan Alvino muak. Mengapa tidak anak kesayangannya? Mengapa hanya Alvino?

Alvino menuruni anak tangga dengan tas ransel terselempang dibahu kanannya. Menuruni anak tangga dengan tangan disimpan pada saku celana serta earphoe yang tersumpal dikedua telinganya. Dadanya terasa sesak saat dilihatnya Alvano tengah dimanja kedua orang tuanya.

"Pagi sayang." Sapa Syana saat melihat anaknya berjalan menuju ruang makan.

"Sini sayang duduk. Kamu mau makan pakai nasi goreng atau nasi serta ayam?." Tanya Syana saat dilihatnya Alvino sudah duduk.

"Nasi goreng." Jawab Alvino datar.

"Mama ih, kan Vano dulu yang mau nasi gorengnya. Kenapa Abang Vin dulu" Rengek Alvano mengguncang pelan tangan Syana.

"Sebentar sayang. Nanti mama ambilkan setelah Abang,ya." Tutur Syana menatap Alvano dengan lembut.

"Vano,jangan ganggu mama, nak. Nanti tumpah nasinya." Tegur Andre saat melihat Alvano masih merengek.

Andre tertawa kecil melihat Alvano merajuk. Bukankah Alvano sudah dewasa? Mengapa tingkahnya menggemaskan. Kedua mata Andre tak sengaja bertabrakan dengan netra Alvino. Andre lekas meredakan tawanya.

"Vino, jangan lupa les Bahasa Inggris sehabis pulang sekolah. Jangan mengecewakan."

"Papa, Vano juga ingin les seperti Bang Vin." Pinta Alvano.

Andre menatap mata Alvano lembut. Diusapnya pelan kepala Alvano lembut. "Adek ingat pesan papa? Adek gak boleh capek, ya."

Alvino makan dalam keadaan hening, tak melihat adegan memuakkan keluarganya. Hanya Alvano yang mendapat perhatian. Hanya Alvano pusat bahagia mereka. Hanya Alvano yang mereka perhatian. Sampai kapanpun Alvino tak akan bisa melebihi Alvano. Segala prestasi Alvino tak mampu menarik perhatian Andre.

"Abang, kenapa diam sayang?" Tanya Syana lembut saat dilihatnya Alvino hanya melihat makananya saja. "Apa masakan mama tidak enak?"

Alvino hanya menggelengkan kepalanya pelan lantas segera menghabiskan sarapan agar segera terbebas dari keadaan yang membuat Alvino sesak.

****
Kembar

Selamat siang semuanya. Ini cerita kedua aku, semoga suka.

KEMBARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang