Di tepi padang sabana yang sejuk dan menenangkan, aku mencari sosok yang kurindukan. Langkahku terasa begitu ringan menyusuri ilalang. Aku merasa bisa melayang jika ingin.
Dari samping kiri, sebuah tangan menautkan kelima jarinya dengan jariku. Terasa pas dan penuh.
"Maheska ...." Akhirnya, aku menemukannya. Dia tersenyum lebar dengan wajah berbinar cerah.
Maheska mulai melangkahkan kakinya. Aku mengikuti di sampingnya. Kupandangi wajahnya yang tak berubah. Bisa sedekat dan menyentuhnya seperti ini membuat perasaanku lega dan dipenuhi buncahan kebahagiaan.
Tiba-tiba sebuah tangan menggenggam tangan kananku. Genggaman itu menahanku mengikuti Maheska. Aku menoleh bingung. Siapa yang berani-beraninya melakukan hal itu?
"Bang Dewas ...." Wajahnya terhias senyum pilu. Bibirnya bergerak dalam tempo lambat. Sayangnya, aku tidak bisa mendengar apa-apa darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hipokrisi
RomanceMenjalani kehidupan setelah tragedi lima tahun lalu bukan lah hal mudah. Kallea berkali-kali jatuh bangun menghadapinya. Beruntung, seseorang rela menjaga dan selalu berada di sisinya setiap waktu. Namun, ketenangan yang awalnya mulai berjalan baik...