Lampu yang gemerlap, suara musik yang mengundang untuk setiap pendengar menari ditengah dan berbagai jenis minuman yang mampu membuat setiap peminum mabuk kepayang.
Ya, Ferry memutuskan untuk ke sebuah bar di Washington, New York. Sungguh dia tidak habis pikir dengan pemikiran adiknya untuk pergi sendirian. Ferry melonggarkan dasi yang terasa mencekiknya, dan meminum minuman yang dipesannya.
"Kau terlihat kesal?" Kata barista yang merangkap sebagai sahabatnya serta pemilik club itu.
"Indriana ingin pergi sendirian ke Indonesia." Jawab Ferry
"Wow, dia cukup berani. Lalu?"
"Kau tau kan itu sangat mustahil!"
"C'mon dude, dia bukan anak kecil lagi. Sampai kapan kau terus mengekangnya seperti itu? Bukannya kau tidak suka keluargamu memanjakannya"
"Kau tau alasanku untuk satu itu kan!"
David menghembuskan nafasnya, sangat sulit berhadapan dengan Ferry yang sedang kacau.
"Tidak semua pemikiran negatifmu akan terjadi, dan masa lalu berbeda dengan masa depan bro" David menepuk pelan bahu sahabatnya dan meninggalkannya sejenak.
Mendengar itu Ferry kembali meneguk minuman-minuman itu.
-----------
Cindy menatap keluar jendela kamarnya, dia melihat malam yang dihiasi bulan dan bintang.Mah, apa kau melihatku dari atas sana? Apa kau tau apa yang terjadi dengan hati dan pikiranku? Apa yang harus kuperbuat mah? Batin Cindy berbicara melalui angin malam yang berhembus.
Tookkk...tokkkk...tookkk
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Cindy, dia mengambil remote untuk membuka pintu kamarnya.
"Sudah makan malam?" Tanya Pria yang mengetuk pintunya, Cindy menoleh.
"Kau bertanya di jam 11.00 pm?" Cindy kembali melihat langit.
"Hahahaha yaa aku tau dunia wanita cenderung menyeramkan, takut gemuk?" Pria itu berjalan, dan duduk di sofa kamar Cindy.
"Jika kau ingin tau kenapa tidak jadi wanita saja?"
"Aku suka sekali sepupu kasarku ini"
Cindy tak menjawab ejekan itu.
"Kau tidak bertanya kenapa aku datang?"
"Membunuh? Bisnis Ilegal?"
"Heiii, sepupu tampanmu ini tidak mungkin melakukan hal itu"
"Yahh, tidak mungkin hanya satu dalam seminggu"
"Kenapa kau sangat sensitif dengan dunia gelap ini? Kau akan jadi calon istri pemimpin mafia"
"Diam atau lidahmu akan memendek jika kau mengungkitnya"
"Hmmm, masih belum mencintainya?"
"Sebutkan ingin berbentuk apa lidahmu?" Cindy tidak main-main, dia mengambil pisau dilaci dan memainkannya tanpa membalikan tubuhnya.
Pria itu tertawa sambil berjalan menuju pintu,
"Aku akan berada disini selama seminggu, dan siap menjadi pelampiasanmu." Kata pria itu sambil menutup pintu kamar Cindy.
Cindy menarik nafas panjang dan menghembuskannya.
Kenapa tidak membawaku bersamamu mah?
--------------
Jerry duduk di sofa ruang tamu yang gelap, semua orang dirumah itu sudah tertidur. Dia melihat jam yang menunjukan pukul 03.00 dini hari.Suara mobil terdengar, tidak lama kemudia pintu rumah itu terbuka. Terlihat Ferry jalan sempoyongan.
"Kau tau aturan rumah ini?!" Suara bariton itu memecah keheningan dan lampu rumah itu menyala.
Ferry diam sambil memegang kepalanya yang sakit, setengah sadar ia melihat ayahnya yang gagah.
"Peringatan terakhirku, jika kau ingin berbuat semaumu keluar dari rumah ini!" Kata-kata itu tajam dan tegas, menunjukan Jerry tidak main-main dengan ucapannya, dia berjalan hendak menaiki lift.
"Apa yang harus kulakukan Dad?"
Ferry menyenderkan kepalanya disofa.
Jerry berhenti dan menatap anak sulungnya itu,
"Kau tidak harus hidup dengan masa lalu! Berjalanlah, tinggalkan lingkaran setan itu." Jerry kembali berjalan menuju kamarnya.
Ferry menutup matanya, sungguh ia lelah.
Dikit-dikit hehehhehee
Like, comment yah.
Gbu
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun dan Senja (hiatus)
RomanceKarena Embun punya cara sendiri untuk mendinginkan, dan Senja punya cara sendiri untuk menghangatkan.