The Door

76 16 14
                                    

Entah sudah berapa hari dreamies terjebak di tempat menyeramkan ini. Yang mereka tau hanya terus berjalan dengan was-was sambil berharap segera menemukan pintu keluar.

Mark masih tak habis pikir. Bagaimana cara mereka membangun tempat menyeramkan ini? Apa tidak rugi? Memangnya mereka ini akan diapakan? Dan lain sebagainya.

"Kak, rasanya seperti ada yang sedang mengawasi. Apa aku saja atau memang kakak juga merasakannya?" Ujar Haechan yang berada tepat di belakang Mark.

Jujur sejujur-jujurnya. Mark memang selalu merasa tidak aman. Seakan semua pergerakan mereka tengah diawasi entah oleh siapa. Tapi mau bagaimana lagi. Ia tak boleh goyah untuk adik-adiknya.

"Tidak apa-apa, Haechan. Kita bersama sekarang," ujarnya lirih menenangkan Haechan. Haechan yang mengerti hanya mengangguk. Sebagai seorang yang sedari awal berada di belakang Mark, Haechan-pun tau bahwa sang kakak tengah ketakutan setengah mati. Terbukti saat beberapa kali Haechan melirik tangan Mark yang tampak gemetar. Namun pemuda itu hanya tetap berusaha tenang. Membuat Haechan tau, bahwa kakak-nya ini adalah sosok kuat yang bertanggung jawab.

"MERUNDUK!" Reflek semua dreamies langsung merunduk kala mendengar teriakan yang entah siapa itu. Dan sedetik kemudian, entah makhluk apa yang tiba-tiba meloncati mereka.

Demi apapun, jantung Mark berdetak sangat cepat saking takutnya. Coba saja 1 detik terlambat menunduk. Entah apa yang akan terjadi. Dan Mark benar-benar tidak ingin memikirkannya.

Pemuda itu kemudian melirik satu-persatu adiknya. Kemudian menghela napas lega karena semua adiknya masih utuh tanpa adanya luka sekecil apapun.

"Kak...," suara lirih Jisung memecah keheningan. Pemuda itu sudah banjir keringat dingin dengan seluruh tubuhnya yang bergetar. Menandakan bahwa saat ini, pemuda itu tengah benar-benar ketakutan.

"Tidak apa-apa, Jisung. Kakak disini," itu Jeno yang menenangkan. Pun dengan Haechan yang mengelus punggungnya dengan lembut.

"Apa itu tadi?" Tanya Renjun dengan dahi mengkerut bingung. Semua hanya menggelengkan kepala tanda sama-sama tak tau. Hingga pandangan pemuda China itu jatuh pada pemuda terakhir, "bagaimana kau bisa tau? Kupikir, aku tidak mendengar apapun, Na Jaemin." Tanyanya menuntut. Membuat semua orang langsung menolehkan pandangan mereka ke arah Jaemin yang hanya menatap semua orang datar. Seakan sama sekali tak ada ketakutan disana.

"Lain kali lebih waspada dan perhatikan sekitar." Jawabnya datar. Bagaimana tidak? Ia hanya merasa bahwa pemuda China tadi tengah menyudutkannya dari nada bertanya-nya. Ia sedikit kesal tentu saja.

"Terima kasih, Jaemin," ujar Mark tulus dengan sedikit senyum di wajahnya. Jaemin balas tersenyum tipis sambil mengangguk.

"Angkat senjata kalian dan ayo mulai berjalan," lanjut pemuda bersurai cokelat itu. Semua hanya mengangguk, seakan patuh. Bahkan Mark sekalipun.

.

Baik 127 maupun WayV benar-benar tak bisa duduk dengan tenang. Bagaimana tidak? Sudah hampir satu minggu para bocah itu belum kembali. Bagaimana jika bekal mereka habis? Baik makanan, minuman, atau bahkan senjata-senjata yang mereka bawa. Yang terpenting adalah, apakah mereka masih tetap bersama dan dalam keadaan yang baik-baik saja?

"Win, bagaimana ini? Aku sungguh khawatir dengan para bocah itu." Taeyong lagi-lagi mengacak rambutnya frustasi.

"Tunggu dulu, kak. Tenangkan diri. Kakak perlu beristirahat." Jawab Winwin. Demi apapun, ia-pun sama khawatirnya. Pemuda China itu hanya mencoba bersikap tenang untuk saat ini.

"BAGAIMANA AKU BISA TENANG?! BAHKAN AKU TIDAK TAU BAGAIMANA KEADAAN MEREKA!" Taeyong kembali menjawab dengan teriakan frustasi. Dulu, saat WayV datang, setidaknya ada Winwin yang terpaksa bergabung dengan mereka. Sehingga pemuda itu tidak terlalu khawatir dengan para pemuda WayV.

Tapi sekarang berbeda. Mereka, ke-tujuh bocah labil itu sama sekali tak tau apapun. Jangankan melindungi diri, mengendalikan rasa takut saja entah bisa atau tidak. Bahkan hanya kemungkinan buruk yang sedari tadi menghantui pikiran para pemuda itu.

"Hanya tetap tenang, kak. Kalau sampai besok sore mereka masih belum kembali, aku sendiri yang akan menyusul." Jawab pemuda China itu penuh penekanan. Tanda benar-benar serius dengan perkataannya.

.

"Kak, itu. Apa hanya halusinasiku saja, atau memang disana ada pintu?" Tanya Chenle. Semua serempak menoleh kearah yang Chenle tunjuk. Well, disana memang ada sebuah pintu dengan warna kecokelatan. Jika tidak jeli, mungkin pintu itu tidak akan terlihat.

"Kupikir, aku juga melihatnya, Chenle." Jawab Renjun yang ditambah anggukan oleh yang lainnya.

Setidaknya, walaupun tak tau pintu itu akan membawa mereka kemana, tapi dreamies sangat berharap bahwa mereka akan segera keluar dari tempat mengerikan ini.

Tanpa ragu Mark memimpin adik-adiknya mendekati pintu tadi.

"Emmm... maaf. Tapi apa tidak sebaiknya talinya dilepas? Kukira jika tangan kita diikat, maka akan sulit untuk bertarung," Mark menoleh, menatap bertanya Jaemin yang hanya tersenyum canggung. Pemuda surai cokelat itu menggaruk punggung kepalanya dengan gerakan kikuk.

"Maksudku, kita diberi senjata oleh kak Winwin pasti karena tempat ini penuh dengan makhluk berbahaya. Dan sedari tadi, kita baru menjumpai satu saja. Itu-pun langsung menghilang. Jadi kupikir, jika itu memang pintu keluar, pasti banyak yang menjaga."

"Kakak pikir, Mark harus mendengarkan pendapatmu jika ia ragu."

Entah kenapa kata-kata Winwin saat itu membayangi pikiran Mark. Lagipula jika dipikir-pikir, perkataan Jaemin ada benarnya juga.

"Aku setuju. Dreamies ayo lepas talinya. Tapi ingat untuk selalu di belakangku dengan barisan ini," ujar Mark dan langsung dituruti begitu saja oleh para dreamies.

"Ta-tapi, kak...," Jisung berujar dengan nada takutnya. Ketara sekali jika pemuda itu benar-benar tengah ketakutan setengah mati. Dari belakang, Jeno meremat kecil bahu Jisung. Pun dengan Haechan didepannya yang mengelus kecil kepalanya, "tidak apa-apa, Jisung. Kakak disini akan menjagamu,"

.

"BODOH!! KENAPA KAU MENGUNDANG ANAK ITU, HA?!" Teriak sang tuan pada tangan kanannya. Bagaimana tidak? Tangan kanannya itu dengan bodohnya malah mengundang seorang bocah yang berbahaya untuknya. Sudah cukup sang tuan dibuat pusing dengan adanya Winwin. Dan sekarang apa? Ada bocah lain lagi yang harus segera ia singkirkan?

Padahal menyingkirkan Winwin saja masih entah bagaimana caranya. Dan sekarang? Bocah itu malah lebih berbahaya daripada Winwin. Oke, sang tuan benar-benar pusing saat ini.

.

"Bukankah kita harus memberitahu anak-anak Neo itu, seul?" Gadis itu menoleh. Kemudian menghembuskan napas lelahnya.

"Kak Irene, apa kakak lupa apa yang di katakan oleh kak kyungsoo?"

"Lalu sampai kapan kita akan seperti ini? Kupikir hanya anak-anak Neo itu satu-satunya harapan kita."

"Tentu. Tapi kita tidak boleh gegabah juga. Mungkin saja, keadaan mereka jauh lebih berbahaya daripada kita, kak. Aku tau kakak ingin segera keluar dari tempat ini. Pun sama dengan yang lainnya. Tapi kita juga harus memikirkan keadaan anak-anak Neo itu, kak. Bagaimanapun, keadaan mereka jauh lebih penting. Karena untuk saat ini, semua orang benar-benar mengharapkan bantuan mereka."

.
.
.





Gatau kenapa. Tapi aku ingin ketawa lagi. Izinkanku tuk tertawa keras-keras dulu.

hahaHaHAhahahahahHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHAHhahahahahah.

Terimakasih untuk readers-nim yang selalu setia membaca ceritaku.

Aku membuat cerita ini dengan tujuan untuk menghibur. Jadi tolong, tolong sekali hargai setiap karakter-karakterku.

Aku enggak maksa. Karena kupikir, kalian sudah cukup dewasa untuk mengerti bahwa aku butuh dukungan tulus dari kalian.

Sejauh ini, entah mengapa aku merasa insecure sama ceritaku ini.

Pokoknya pesenku cuma stay save, stay healthy. Inget, kalian udah bekerja keras. Jadi tolong buat diri kalian bahagia, ya?

#DiRumahAja

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 15, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Way To Survive : OverleveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang