(6) : Alasan Nyata

45 3 0
                                    

Min, 10 Mei 2020

🍑

Nuka menghempaskan pintu rumah dengan kasar setelah ia berjalan masuk ke dalam. Hari ini sangat melelahkan, sekolah, guru, kumpulan para tukang gosip dan yang tak kalah menyebalkan adalah si cewek aneh yang tak berhenti beredar di sekelilingnya. Kenapa sih dia tak berhenti untuk terus mencari perhatian Nuka? Ia sama sekali tak tahu muslihat jahat apa yang sedang Zee rencanakan untuknya.

Cowok yang dikaruniai wajah rupawan itu menghempaskan tubuhnya begitu saja ke atas kasur empuk di sana. Tampang rupawannya itu saat ini terlihat kusut seperti baju yang tak pernah di setrika. Belakangan ini, Nuka memang jarang memperhatikan tubuhnya sendiri.

Suara ketukan di pintu berbunyi bersamaan dengan munculnya Bi Kalsum. "Mas, butuh sesuatu?"

Nuka menggeleng pelan namun masih tetap pada posisi telentang. "Papa udah pulang?"

"Belum, Mas. Sepertinya masih di kantor."

Nuka kembali mengalihkan pandangannya ke arah langit-langit kamar, lalu menghembuskan napas kasar, lelah dengan semua drama di hidupnya. Semua hal yang pernah membuatnya bahagia, kini satu persatu perlahan seperti sengaja mengambil jarak darinya. Ia seperti hidup dalam kekangan pahit yang selalu hinggap, seperti rumah kosong yang di hinggapi berbagai macam serangga menjijikkan, yah ungkapan itu sangat cocok untuk menggambarkan kondisi hidupnya saat ini.

Sebelum pintu tertutup, Nuka menahan Bi Kalsum yang hendak hengkang. "Bi, siapin air hangat, gue mau mandi. "

"Baik, Mas."

Sepertinya saat ini ia hanya butuh ketenangan untuk mendinginkan pikirannya. Rasa lelah akan hari ini juga harus ia singkirkan.

Setelah cukup lama menghabiskan waktu di kamar mandi, Nuka berjalan turun ke lantai bawah untuk mencari makan. Seperti biasa, Bi Kalsum sudah menyiapkan beberapa lauk untuk makan malamnya kali ini. Nuka duduk di atas kursi meja makan, kemudian menyuap beberapa sendok nasi ke dalam mulutnya.

"Bi, lain kali nggak usah masak kebanyakan, Papa nggak bakalan makan di rumah."

"Baik, Mas."

"Bawa pulang aja lauk yang lain, biar dimakan sama anak-anak bibi."

"Makasih, Mas."

Beberapa menit setelah mengatakan itu, decitan ban mobil terdengar di luar rumah. Nuka tak menghiraukan hal itu dan hanya lanjut memakan makanannya.

Mr. Kafeel langsung berjalan menuju dapur setelah mendengar percakapan yang terjadi di sana. "Hei, Ka. Gimana sekolah kamu?"

Nuka menenggak habis air minumnya hingga tak bersisa. "Nggak baik," sahut Nuka seadanya kemudian melangkah kembali ke kamar.

"Bisa nggak kita bicara bentar aja, Papa capek hadapin kamu yang terus menghindar kayak gini."

Langkah Nuka terhenti ketika mendengar kalimat yang dilontarkan papanya. Terdapat nada sedih di sana, namun Nuka tak menghiraukan itu. Ia tertawa sinis kemudian berbalik menatap Papanya yang berdiri tak jauh di belakangnya.

"Istirahat, Pa. Aku juga lagi capek."

"Nuka!"

Cowok itu menghembuskan napas keras sambil memutar matanya malas. Ia sudah tahu kalau papanya itu akan terus mengoceh tanpa cela dan itu hanya akan membuat ia semakin kesal.

"Kita ini baru ketemu beberapa menit hari ini, kamu seharusnya bersyukur Papa pulang cepat."

"Pa, Nuka capek, ngantuk, pengen tidur, males berantem. Udah, ya." Tanpa berkata apa-apa lagi, ia melangkahkan kakinya lebar menaiki tangga tanpa mempedulikan teriakan papanya yang menggelegar di seluruh rumah memanggilnya.

Bagi Nuka, sekarang sudah tak ada lagi hal penting yang akan ia bicarakan dengan papanya. Semua hal penting itu sudah lenyap entah kemana, menanggapi papanya berbicara pun hanya akan menambah rasa kesal yang selalu membumbung tinggi dalam hatinya, dan itu yang membuat dirinya akan lebih kacau.

Ia tak tahu sejak kapan perasaan gundah gulana seperti ini menyerangnya, yang pasti ia merasa tak pernah baik-baik saja setelah tahu dua orang yang sangat ia cintai memutuskan untuk menjalani hidup masing-masing.

Di saat semua orang tertawa bahagia karena membicarakan hal-hal menarik bersama keluarga, Nuka justru tak dapat merasakan hal itu lagi. Masa dimana ia seharusnya mendapat kasih sayang dan dukungan dari seorang ibu, justru dihanyutkan begitu saja oleh ego kedua orang tuanya.

Ia membenci semuanya, membenci keputusan mamanya yang melangkahkan kaki pergi dari rumah, membenci papanya yang semenjak keputusan bodoh itu terjadi ia justru malah semakin berjarak dengannya.

Jangan salahkan jika saat ini ia begitu membenci perempuan, bukan hanya mamanya saja, masa lalu bersama salah satu mantannya juga yang membuatnya seperti itu. Saat itu, cewek yang seharusnya menghibur ketika ia mengalami masalah justru malah mencari kesempatan memorotinya, cewek matre itu pun bahkan sama sekali tak merasa kasihan padanya yang baru saja mengalami masalah besar dalam keluarga, seolah hal itu akan berlalu begitu saja seiring berjalannya waktu.

Dua hal itu saja sudah sangat cukup untuk menjadi alasan kenapa ia bisa begitu terpuruk saat ini. Ia seolah mengalami trauma berhubungan dengan makhluk paling benar di dunia itu.

Tubuhnya saat ini ia baringkan di atas ranjang lalu ia mengusap wajahnya kasar, sampai kapan penderitaan yang dialaminya ini berakhir? Ia muak, ia benar-benar sudah muak dengan semuanya.

-oOo-

Sinar mentari menerobos masuk melalui jendela kamar Nuka membuat ia mengerjap beberapa kali, perlahan memulihkan kesadarannya. Ia bangkit menuju kamar mandi kemudian bersiap-siap berangkat ke sekolah.

Seperti biasa pagi ini tak ada hal menarik yang menjadi alasannya untuk bersemangat. Yang ada hanya wajah penuh kesuraman yang terlihat.

Ia berjalan turun ke meja makan untuk sarapan, ia cukup lapar pagi ini karena semalam ia hanya makan sedikit sebelum perbincangan dengan papanya. Bi Kalsum sudah menyediakan roti isi daging yang akhirnya ia santap.

"Papa udah berangkat?" tanya Nuka ke Bi Kalsum di sela-sela ia mengunyah makanannya.

Perempuan paruh baya itu menoleh, "Iya, Mas. Baru aja tadi."

Nuka kembali memandang roti yang tinggal satu suapan itu sambil menghela napas berat. Ia merasa serumah tanpa pernah benar-benar bertemu lama adalah hal yang tak ada gunanya sama sekali.

Papanya itu pergi terlalu pagi dan kadang pulang terlalu larut, seperti tak pernah benar-benar ada untuk rumah. Buktinya seperti sekarang ini, ia bahkan tak pernah lagi mendengar sapaan selamat pagi dari lelaki paruh baya itu.

Setelah selesai sarapan, Nuka melangkah menuju moge yang ada di garasi kemudian melaju meninggalkan halaman rumah.

Berlama-lama di rumah hanya akan membuat paginya menjadi lebih kacau, setidaknya dengan mendapatkan angin segar pagi ini sedikit banyak bisa menyejukkan tubuhnya.

"Kasihan, padahal masih muda." Bi Kalsum menggumam pelan tanpa menghentikan kegiatannya mencuci piring.

🍑

Yeayy update, Happy reading:*

Jangan lupa baca ceritaku lainnya guys❤

NUKA ZEETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang