3

101 8 4
                                    

Banyak hal yang tak bisa dipaksakan. Tapi pantas diberi kesempatan.

Satu persatu siswa yang masih lalu lalang di sekitar sekolah, masuk ke kelas saat bunyi bel menerobos masuk ke telinga mereka. Termasuk Rama, ia terlihat berjalan menuju kelas, bergerombol dengan tiga orang lainnya.

"Emang job murotal anak OSIS ke tiap kelas belum berlaku lagi? Panyatéh kalian murotal dulu ke kelas 7." tanya Reza, laki-laki yang berpostur paling tinggi di antara mereka.

"Ya belum atuh, kan bentar lagi juga LDKS. Tahun ajaran baru berarti ada pelantikan lagi. Mumpung belum dilantik, santai dulu aja ana mah."

"Eh bed, justru harusnya sebelum seleksi OSIS, manéh giat-giatin di organisasi, itung-itung cari muka hahaha." ceplos Wafi asal.

"Ngapain cari muka? Buat jadi ketos? Anak OSIS angkatan sekarang laki-lakinya kita doang. Siswa yang baru daftar OSIS tahun ini, kecil kemungkinannya langsung jadi ketos, pengalaman sama kepercayaan guru belom mereka dapetin. Kalo enggak Ubed yang jadi ketos, ya saya lah"
kata Rama percaya diri, sambil memegang pundak Ubed.

"Heem sih, miris ya? Tapi bisa aja ketosnya perempuan. Lihat si Della, aktif gitu pasti bakal dicalonin lah"

"Wadduu Della, iya bener sih" jawab Rama.

Della memang siswi paling aktif di sekolah. Ia digadangkan akan menempati pengurus inti di OSIS, PMR dan Pramuka. Selain karena memang pantas menempati posisi-posisi itu, sebab lainnya ialah karena kurangnya minat siswa-siswi lain dalam keorganisasian. Jadi Della harus siap memiliki peran penting di setiap organisasi.

Selain aktif, dia juga disiplin. Pada agenda absen mandiri pun, Della lah yang paling sering jadi siswi yang datang pertama. Setiap hari ia menimbun banyak pujian guru-guru yang melihat papan absen mandiri didepan kelas.

Pak Wawan menepati janjinya, Della mendapat hadiah sebagai bentuk penghargaan karena sering datang paling awal pada bulan pertama. Dengan polosnya ia berkata, "Nanti kalo Della ulang tahun, bapak kasih aku hadiah juga, ya?". Sontak pak Wawan tertawa, melebur dengan suara tawa siswa-siswinya.

...

Obrolan tentang OSIS itu mengiringi perjalanan mereka menuju ke kelas. Satu persatu dari mereka duduk di kursinya masing-masing. Bukannya mempersiapkan buku untuk pelajaran pertama, ke-empat laki-laki itu justru malah melanjutkan perbincangan mereka.

Kata "OSIS" yang disebut berkali-kali oleh Ubed dan teman-temannya, memancing bagian otak Sasha yang bertugas menyimpan memori untuk membuka arsip hari kemarin. Ada hal mengenai OSIS yang belum Amanda selesaikan dengannya.

"Jadi ikut OSIS?" tiba-tiba Sasha menghampirinya, membuyarkan pandangan Amanda yang sedari tadi penasaran pada perbincangan keempat lelaki itu.

Amanda diam, tak tahu harus jawab apa.

"Enggak tahu, masih bingung. Kamu mau, Ca?"

"Mau, kayaknya seru aja. Lagian hampir semua siswa kelas ini juga ikutan OSIS, kok"

"Justru itu, aku takut kalo aku masuk OSIS cuma karena ikut-ikutan"

"Kadang kita perlu ikut-ikutan kok, Man. Kita perlu cari pengalaman baru, untungnya sekarang ada kesempatan dan temen juga."

"Gitu ya?"

Jarang-jarang perempuan yang sering disebut bocil itu berkata bijak. Suaranya yang cempreng, wajah babyface, dan bola matanya yang berwarna coklat susu, membuat Sasha a.k.a Caca jadi siswi paling sering jadi bahan candaan teman-temannya. Siapa yang tak gemas dengan Sasha si apa adanya ini?

GriyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang