3. Kembali atau Mati?

36 16 12
                                        

Saat Zia menatap cermin kecil mobil yang memperlihatkan keadaan kursi belakang, betapa terkejutnya Zia karena ada seseorang yang duduk manis di sana. Bukannya tadi, Zia hanya berdua dengan Lio di dalam mobil? Bagaimana bisa dia berada di sini?

"Heh Markonah! Bengong aja lo, liatin apaan si?" Zia tersentak dan mengalihkan pandangannya pada Lio. Tapi ketika dia kembali menatap anak kecil itu, dia menghilang. Tidak ada seorang pun yang duduk di kursi belakang.

"Zi! Udah nyampe tuh." Lio mulai kesal dengan Zia karena sedari tadi dia diabaikan.

"Eh iya. Makasih yo. Lo nggak mau mampir dulu?" tanya Zia.

"Lain kali aja Zi. Gue capek abis keliling hutan. Kangen kasur gue hehe."

"Yaudah ... sekali lagi makasih ya."

"Iye."Lio melajukan mobilnya untuk meninggalkan pekarangan rumah Zia.

Zia yang sudah lelah dan mengantuk segera pergi untuk tidur. Sebelum tidur, ia juga mandi terlebih dahulu karena badannya lengket dan dipenuhi lumpur.

Tak butuh waktu lama, Zia bisa terlelap tanpa melakukan kegiatan apa pun sebelum tidur. Biasanya, dia harus membaca koleksi novelnya sebelum tidur agar rasa kantuk itu datang. Tapi karena sekarang ia sangat kelelahan, Zia tak perlu melakukan kegiatan itu lagi.

***

Zia membuka matanya. Gadis itu menguap karena rasa kantuk belum sepenuhnya hilang. Gadis itu ingin ke kamar mandi karena ingin buang air kecil. Ia juga mendengus sebal karena kegiatan tidurnya harus terganggu.

Saat ia kembali ke kasur dan hendak membaringkan tubuh, Zia melihat sekelebat bayangan lewat di balik gordennya. Karena Zia memiliki penyakit kepo akut stadium akhir, gadis itu memberanikan diri untuk mengintip keadaan balkon kamarnya.

Saat ia membuka gorden, alangkah terkejutnya Zia karena yang muncul justru wajah polos seorang gadis kecil dengan seringai menyeramkan di wajahnya. Ya, gadis kecil itu adalah Silbi.

"Hai Kak Zia!" sapa gadis itu cerah.

"Lo ngapain disini?"

"Bukain pintu dong Kak, aku mau masuk." Zia yang awalnya tampak ragu, akhirnya menurut juga. Ia membuka pintu balkonnya agar Silbi bisa masuk ke dalam kamar Zia.

Tapi bukannya masuk, Silbi malah diam mematung sambil menatap Zia tajam. Gadis kecil itu tampak murka pada Zia. Zia yang sedikit takut, mulai mundur dengan perlahan.

Tangan kanan Silbi yang sedari tadi di sembunyikan di belakang badannya, akhirnya dikeluarkan. Di tangan kanannya, gadis kecil itu memegang sebuah pisau tajam yang berlumuran darah.

"Kenapa Kak Zia gak bawa cermin itu pulang?! Padahal dari cermin itu, Kak Zia bisa tau penyebab kematian Kak Kevin!" Silbi mulai maju perlahan. Tatapannya semakin tajam, bak pedang yang siap menghunus mangsanya.

"Lo–lo mau gu–gue bawa pulang cer–cermin itu?" Zia mulai gugup karena ketakutan. Keringat dingin mulai membanjiri tubuhnya.

"Iya! Cepat kembali kehutan, atau Kakak akan mati!"

"Ta–tapi ini udah malem." Zia semakin mundur sampai akhirnya tubuh gadis itu membentur tembok.

"Cepat kembali kehutan atau Kakak akan mati!" Jarak Silbi dengan Zia semakin menipis. Zia semakin ketakutan. Ingin berteriak, tapi lehernya bagai tercekat.

Silbi semakin maju dengan pisau di tangannya yang siap menembus perut Zia. Zia sudah tak bisa melakukan apa-apa lagi. Pasokan udara di sekitarnya terasa habis. Gadis itu juga mulai kesulitan untuk bernapas.

Silbi tersenyum picik, lalu mengangkat pisau itu dan ia ayunkan pisau itu menuju perut Zia.

"AAAAAAAAA!!!"

***

Di lain tempat, Lio memejamkan matanya. Lio tidak bisa tertidur padahal badannya terasa sangat remuk. Lio khawatir dengan keselamatan Zia.

Pertama, Zia tersesat di hutan. Kedua, Zia ditemukan pingsan saat di gubuk tua. Tidak mungkin saat itu Zia sedang tidur. Pasti gadis itu pingsan.

Apakah semua kejadiaan yang menimpa Zia ada sangkut pautnya dengan kematian Kevin?

***

"AAAAA!!!" Zia terkejut dan membuka matanya. Napasnya tersenggal. Ia mimpi buruk. Tapi syukurlah, kejadian tadi hanya mimpi. Karena kalau tidak, Zia mungkin tidak akan bisa lagi merasakan kenikmatan tidur di kasur empuk sambil ngehaluin cogan.

Saat dirasa napasnya mulai teratur, gadis itu turun dari kasur dan mengambil segelas air di atas laci.

Zia tidak bisa tertidur lagi. Jam sudah menunjukkan pukul empat pagi. Karena tidak bisa tertidur, gadis itu akhirnya memutuskan untuk sholat agar jiwanya lebih tenang.

Setelah kegiatan sholatnya selesai, Zia segera mandi lalu bersiap-siap untuk sekolah.

Saat ini cuacanya sangat cerah. Sinar matahari terasa sangat panas. Hal itu sangat menyiksa semua pelajar karena hari ini adalah hari Senin. Ya, hari yang sangat dibenci seluruh umat manusia.

Zia tergesa-gesa karena hari ini dia akan berangkat bersama Abangnya. Satya akan ngomel-ngomel kalau sampai ia terlambat ke kampus hanya karena Zia. Perihal kejadian kemarin dan tadi malam, Satya tidak tahu apa-apa, karena dia baru pulang subuh tadi. Pihak sekolah juga tidak menghubunginya. Satya pulang subuh karena menginap di rumah temannya untuk mengerjakan tugas bersama.

Gerbang tampak sangat ramai. Kalau hari senin begini, teman-teman satu sekolah Zia pasti akan datang lebih awal dan berseragam lengkap. Mereka tidak mau kulit mereka terbakar karena harus baris di barisan keramat itu. Apalagi, saat ini cuacanya sangat terik.

Zia masuk ke kelas dan langsung disambut oleh teman-temannya. Mereka semua khawatir dengan keadaan Zia karena kemarin ia menghilang. Dan saat ini mereka merasa lega karena tubuh Zia tidak ada yang terluka. Hanya saja, mereka tidak tahu kalau batin Zia mulai terganggu.

Zia duduk dan meletakkan tasnya di belakang punggung. Di samping bangku gadis itu, tampak Lio yang sedang tergesa-gesa mengerjakan PR. Hal ini memang tabiat lama Lio.

Zia melihat keadaan lapangan melalui jendela tepat di sampingnya. Beruntung, gadis itu memiliki kesempatan untuk duduk di samping jendela karena bisa cuci mata dengan melihat cogan yang melintas di koridor kelasnya.

Bel sudah berbunyi. Semua murid mulai berhamburan keluar kelas demi memilih tempat yang dingin.

Zia berbaris di barisan kelasnya. Betapa beruntungnya gadis itu karena bisa berbaris di belakang tubuh tinggi Lio. Dengan begitu, dia tidak akan merasa kepanasan.

Upacara dimulai. Pemimpin upacara mulai memasuki lapangan. Murid-murid tampak hikmat melaksanakan kegiatan ini. Tetapi, beda cerita dengan murid-murid yang berbaris di belakang.

Pembina upacara juga mulai memasuki lapangan. Kali ini pembina upacara itu adalah Pak Botak.

Tunggu. Pak Botak? Dengan kemeja yang sama dengan apa yang pernah Zia lihat saat masuk ke dimensi lain dengan bantuan cermin waktu itu. Apakah itu artinya ... hari ini Dela akan mengakhiri hidupnya?

Zia melihat ke atap. Gadis itu menangkap sosok gadis kecil yang tersenyum mengerikan padanya.

Ya, gadis itu adalah Silbi. Apa yang akan dia lakukan disini?

***

Jangan lupa vote sama comment ya, biar semangat terus nulisnya:)

CerminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang