2

37 3 3
                                    

🌊Manusia🌊

Dari atas Eren melihat, Kerajaan Sitnalta kacau balau. Semua duyung kocar-kacir dari rumahnya. Terombang-ambing, ia merasa perutnya sedikit mual. Terdengar teriak-teriakkan dibawah sana. Sambil terus terseret, diantara teriakkan itu ia sempat mendengar Ayahnya memanggil namanya. Dan itu hal terakhir yang Eren ingat.

🌊🌊🌊

Kelopak Eren terasa berat, sulit sekali untuk membuka mata. Dirasakannya tubuhnya sudah tidak terombang-ambing lagi, rasanya seperti tidak ada air di sekelilingnya. Tapi Eren mendengar suaranya, meski ia tidak merasakannya. Eren yakin yang didengarnya adalah suara laut.

Perlahan ia mencoba membuka mata. Hal pertama yang ia lihat adalah gelap. Eren berkedip sekali, masih gelap. Kedipan kedua, tetap gelap. Untuk sesaat Eren mengira dirinya menjadi buta, lalu setelah ia perhatikan lebih jelas, ternyata tempat ini memang gelap. Dan ada sedikit warna hijau. Cukup banyak lumut disini.

Setelah merasa sadar, Eren mencoba menggerakkan badannya. Sungguh terasa ringan sekali, dugaannya benar. Tak ada banyak air disini.

Berhasil duduk, Eren merasa kepalanya sakit. Pandangannya menjadi sedikit buram. Dan ia melihat batu yang cukup tajam didekatnya, terdapat bercak darah disana. Eren merasa tubuhnya tidak ada yang luka, namun ia tetap memeriksa dari tangan hingga ekor, mencari goresan luka.

Lalu ia melihat, dirinya kini tak lagi bersisik.

"Ah, kemana perginya ekorku?!" Eren menggerak-gerakkan ekornya—yang sekarang menjadi berjari. Ia tidak tahu bahwa itu dinamakan 'kaki'. Yang dimiliki setiap manusia.

"Dan benda panjang apa ini?! Kenapa dari tadi menempel padaku!" Dicengkeramnya benda yang dimaksud, yang di bawah pusar sana.

Bocah berumur 6 tahun itu tidak sadar bahwa kini ada yang sedang memerhatikannya. Ia terlalu sibuk berusaha mencopot benda panjang yang belum pernah dilihatnya, ia sungguh ketakutan.

"Kenapa bisa ada anak kecil disini?" Ucap suara itu, berat dan serak khas om-om.

Terkejut, Eren menghentikan kegiatannya. Di ujung sana, tak jauh dari dirinya ia melihat ada cahaya. Dan ada seseorang berdiri disana, membelakangi cahaya. Sehingga Eren hanya melihat siluetnya saja.

"S..siapa kau?" Eren memberanikan diri. Diambilnya batu tajam yang berdarah tadi, ia gunakan sebagai senjata. Orang itu semakin dekat. Langkahnya terdengar, menggema di seluruh dinding bebatuan.

"Aku yang harusnya bertanya begitu." Setelah berdiri tepat di depan Eren, orang itu menurunkan badannya, jongkok di depan Eren agar menyesuaikan pandangannya.

"Siapa kau? Apa yang kau lakukan sendirian di goa terpencil ini?" Kini wajah orang itu terlihat jelas oleh Eren. Manusia, laki-laki, berwajah seram—menurut Eren.

".......dan kenapa kau telanjang."

Eren bingung, di dunianya ia belum pernah mendengar kata 'telanjang'.

Melihat Eren tidak menjawab, orang itu kemudian berpikir, mungkin bocah ini korban dari penculikan, atau mungkin pelecehan. Seketika ia merasa iba pada Eren.

"Kau tersesat." Pria itu berdiri, beranjak menuju cahaya. "Ikutlah denganku, kalau kau mau."

Eren ingat. Kata Ayah, jangan menerima ajakkan sembarang duyung asing. Ia tidak tahu apakah itu juga berlaku bila pada manusia. Eren sendiri juga tidak menduga bahwa dirinya akan terdampar di daratan, di tempat manusia tinggal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang