"Lo gak tahu, lo cuma sok tahu"
Itu adalah kalimat akhir dari Aru sebelum meninggalkan gedung itu. Seketika perasaanya hancur setelah mendengar kalimat Angga, entah kenapa perasaannya seakan retak berantakan bagaikan galas kaca terjatuh dari genggaman yang nihil jika diutuhkan kembali.
Tidak bisa digambarkan melalui kata kata, Aru hanya menabrak kencang angin malam dengan motornya itu. Satu kata, Aru mendapatkan sebuah coretan baru. Kertas putih milik Aru benar benar dipenuhi dengan coretan pena bertinta hitam.
Malam ini, hidup memperlihatkan
satu rahasianya kepadaku,
Malam ini, dunia memperlihat satu keajaibannya kepadaku,
Malam ini, angin memberi kesempatan kepadaku,
Tapi malam ini, orang itu mengambilnya dariku.
Apa maksudnya?,
Jangan tanya karena aku juga tidak tahu jawabannya.|||||||||
Hari ini, Aru memakai Hoodie berwana hitam bertuliskan "Hidup", tulisan itu berwarna putih tulang yang senada dengan sepatu Aru. Rambut panjangnya terikat rapi dan berkibar ke arah samping karena dorongan angin dari balik jendela yang terbuka, sempurna dengan headphone yang terpasang ditelinganya. Sangat cantik.
Eh kenapa Aru ke arah yang berlawanan dengan kampusnya Thor? | Karena saat ini Aru tidak akan ke kampusnya (Author). Terus kemana? | Aru akan pergi mencari kehidupan (Author).Dengan menaiki beberapa Bus akhirnya Aru tiba ditempat dimana dulu ia sering melepaskan rindu dan kekecewaannya.
Aru menghembuskan nafasnya, mencari ketenangan, mencari kehidupan karena hendak bertanya kepadanya. Apa? | tunggu! Aku akan bertanya kepada Aru.Aru--
Apa kau mau tahu jawabannya?
Tenang aku akan beritahumu satu rahasia.
"Aku ingin menghilang"Itu jawaban dari Aru. Entah mengapa Aru terlihat sangat kesepian frustasi, kecewa, sedih, sendiri.
"Aku muaaaaaaak, Aaaaaaaaaa" ujar Aru teriak menghadap danau itu, tidak ada orang disana, hanya Aru seorang diri. Letak Danau itu tersembunyi di dalam pedesaan, jika hendak kesana kita harus melewati hutan yang hijau denga banyak dedaunan yang tidak dikenal oleh Aru, entah apa itu, jangan tanya! Karena aku juga tidak tahu itu apa.
Pantas saja Aru memilih tempat ini, karena tempat ini sangat damai dengan ketenangannya sendiri, danau yang berwarna biru kehijauan. Terpancar sangat indah sehingga membuat hati penikmatnya menjadi lebih tenang .
Sudah berapa tahun Aru tidak pernah ke danau kehidupan ini lagi. Iya Aru menamakan danau ini dengan sebutan kehidupan karena satu alasan. Bagi Aru ini adalah tempat yang dapat menerima kehidupannya dengan senang hati tanpa banyak tanya.
Dengan kesedihan, akhirnya Aru berhasil menangis. Tangisan Aru pecah mengalahkan badai hujan dengan awan hitam yang menyimpan petir berwarna biru mengerikan. Bagaimana tidak?, selama kepergiannya Aru tidak dapat menangis lagi, bukan karena bahagia, tapi si tangis tidak sudi menyentuh wajah malang Aru. Aru yang berusaha menangispun tidak bisa. Bagi Aru tangis telah menghukumnya karena tragedi itu, tangis tidak pernah memberinya kesempatan untuk melepaskan kesedihannya, tapi sekarang? Tangis datang dan memeluk kesedihan Aru seakan memberinya semangat akan di hidup dan dunianya, sekarang Aru merasa lebih tenang dari sebelumnya.. Bagi Aru tangis adalah peluang setiap orang untuk melepas sebuah beban, tapi karena tragedi itu tangis menghukum Aru agar terperangkap bersama beban bebannya dan tidak memberinya ketenangan.
Setelah berhenti menangis dan teriak Aru merasakan seseorang sedang memperhatikannya. Jangan sampai kejadian di padang rumput itu terjadi lagi! Gumam Aru seraya memalingkan pandangannya ke arah sumber suara .Benar. Benar jika seseorang telah melihat Aru seperti orang gila yang teriak tidak jelas dipinggir danau, sontak Aru menatapnya dengan penuh keheranan, bagaimana tidak?, jelas Aru heran karena orang yang ia lihat sekarang adalah orang yang sama dengan orang sebelumnya di padang rumput dulu.
Seketika Aru bergegas dengan cepat hendak pergi, walau banyak pertanyaan dibenaknya. Kenapa orang ini bisa ada disini?, kenapa orang ini tahu tempat ini?, kenapa orang ini selalu ia temui? Kenapa?, itu lah pertanyaan yang sedang memenuhi kepala Aru. Sebelum mengambil langkah ke tiga Namja berusia sekitar lima tahun lebih tua dari Aru bertanya sehingga membuat langkah Aru terhenti."Kita ketemu lagi", ujar nya tersenyum girang menatap Aru seakan akan menunggu balasan senyum dari wajah Aru, tapi ternyata lain dengan Aru, ia terlihat datar dan dingin.
"Kau sudah mau pergi?", tanya namja, lagi. Seketika Aru memalingkan tatapannya ke arah namja itu dengan dingin dan bilang,
"Bukan urusanmu",
"Kalimat itu lagi?, itu adalah kalimatmu saat di padang rumput dulu", ujar namja itu. Tapi Aru tetap melangkahkan kakinya hendak pergi, hampir berhasil tapi gagal saat Namja itu menyebut satu nama yang berhasil menghentikan langkah Aru.
"Vago. Alvago", ujarnya seraya mencari perubahan ekspresi Aru. Sekarang pertanyaan semakin menumpuk dikepala Aru. Aru mebalikkan badannya menghadap namja itu dan bertanya.
"Siapa lo?"
"Namaku Alvigo Ahlan, kakak kandung Alvago Ahlan"
Duaaarrr-
Ekspresi Aru terkejut bukan kepalang menatap Namja didepannya itu. Seakan tidak percaya jika ia masih bisa mendengar nama itu lagi.
.
.
.
.
Jangan lupa Vote ya💖💖
KAMU SEDANG MEMBACA
Rasa dalam Kata
Fiksi RemajaSudah!, aku letih, aku ingin menghilang dari bumi. Doraemon tolong pinjamkan pintu kemana saja mu, aku hendak ke saturnus meninggalkan hidupku yang suram ini. Aku janji akan mengembalikannya setelah usai kugunakan. Kumohon sekali iniii saja.