Tiga hari berlalu, sejak operasi pengangkatan peluru yang masuk ke dalam dada David berhasil dilakukan. Untungnya, timah panas itu tidak mengenai jantung David. Jika peluru yang ditembakkan oleh Toni itu meleset sedikit saja, mungkin nyawa David tidak akan bisa selamat. Dan sekarang, hanya tinggal menunggu waktu sampai kondisinya bisa menjadi lebih stabil dan pria tersebut bisa sadar dari tidur panjangnya selama tiga hari berturut-turut. Bahkan, Meira terus setia menunggui adik kesayangannya itu sepanjang hari tanpa mengenal lelah, hanya agar dia bisa menjadi yang pertama dilihat David begitu pria tersebut sadar nanti. Kalau tahu begini jadinya, mungkin saat itu Meira tidak akan mengizinkan David. Ia sangat tidak siap jika harus kehilangan David, yang merupakan adik kandungnya sekaligus anggota keluarga satu-satunya yang bisa ia percayai.
Kini, Meira tidak lagi bisa mempercayai Tuan Brawijaya. Pria tua itu bahkan tidak mau repot meluangkan sedikit waktunya hanya untuk menjenguk David, yang tentunya sedang sangat membutuhkan dukungan dan semangatnya agar bisa cepat pulih. Seakan-akan, apa yang sedang dialami oleh David saat ini bukanlah hal penting untuknya. Padahal, pria itu jelas-jelas merupakan darah dagingnya sendiri, namun Tuan Brawijaya seperti tidak memiliki belas kasihan atau perasaan bersalah sama sekali. Sehingga Meira sadar, bahwa tidak lagi mempercayai Papinya adalah keputusan terbaik yang bisa ia ambil untuk saat ini dan seterusnya. Dirinya berjanji tidak akan membiarkan David kembali terluka karena harus terlibat dalam rencana busuk Tuan Brawijaya itu. Tidak akan.
Lantas, wanita cantik tersebut menghela napasnya dengan berat, sambil telaten menyeka tiap sela-sela jari David menggunakan lap basah yang disediakan oleh perawat rumah sakit tadi. Ia membersihkan setiap bagian tangan adiknya, tanpa tersisa kotoran sedikit pun. David adalah orang yang sangat suka kebersihan dan kerapihan, sehingga Meira ingin ketika ia bangun nanti, pria itu tetap bisa merasa nyaman karena tubuhnya sudah dibersihkan. Akan tetapi, pergerakan Meira mesti terinterupsi, tatkala kedua matanya menangkap pergerakan salah satu jari David yang secara tiba-tiba. Membuatnya terkejut bukan main, dan langsung menoleh pada wajah pucat David.
Secara perlahan, kedua mata David terbuka. Cahaya dari lampu yang begitu terang menusuk tepat ke dalam matanya, sehingga ia butuh penyesuaian sebelum akhirnya bisa membuka matanya tersebut sepenuhnya. Lalu, ketika berhasil, ia menarik napas dalam untuk mengisi rongga dadanya yang terasa sesak, baru kemudian mengalihkan pandangan ke arah sang kakak yang tengah memperhatikan dirinya dengan terkejut, “D-david? Kamu udah sadar?”
“Kak…”
Meira tidak kuasa menahan tangis harunya, begitu ia bisa kembali mendengar suara David setelah tiga hari berturut-turut tidak sadarkan diri. Reflek, ia memeluk tubuh David untuk sesaat, menunjukkan betapa cemas dirinya saat ini. Dan nyatanya, David turut menyunggingkan satu senyum, sedangkan satu tangannya bergerak dengan sangat pelan menepuk-nepuk punggung sang kakak dengan lembut. Seolah sedang meyakinkan Meira bahwa dirinya sudah dalam keadaan yang baik-baik saja saat ini.
Selang beberapa detik kemudian, Meira pun menjaukan tubuhnya. Ia menyeka air mata yang mengalir begitu saja dari sudut matanya, lalu mengelus rambut David dengan sayang, “Sebentar, ya. Kakak panggilin dokter supaya kamu bisa diperiksa lebih dulu.”
Kepala David mengangguk dengan sangat pelan, lantas tetap membiarkan kakaknya memberikan ketenangan dan rasa nyaman melalui elusan pada tiap helai rambutnya. Sedangkan dalam diam, ia ikut merasa lega. Mustahil bagi dirinya untuk bisa melupakan rasa sakit dan tidak berdaya yang menjalar pada tubuhnya ketika Toni tiba-tiba saja menembak dadanya begitu saja. Bahkan, rasa nyeri dan sakit itu masih terasa, meski ia sendiri tidak tahu sudah berapa lama waktu yang ia lewati selama ia tidak sadarkan diri.
Namun, di sisi yang lain, ia sangat amat bersyukur. Nyatanya, Tuhan masih memberikannya kesempatan untuk hidup ketika ia sudah sangat pasrah apabila waktu itu, malaikat datang mencabut nyawanya. Paling tidak, ia sudah berusaha membantu melepaskan Ardan walau ia tidak tahu bagaimana keadaan pria itu sekarang. Entah apakah berhasil ditemukan oleh Krisna atau tidak. Membuatnya memutuskan untuk bertanya pada Meira, yang masih terus mengelus rambutnya dengan sayang, “Kak…”
KAMU SEDANG MEMBACA
Between the Difference [ C O M P L E T E ]
Teen FictionKami berbeda. Aku dan Dia, jauh berbeda. Hanya keyakinan yang dapat menyatukan perbedaan kami. Tapi, aku tidak yakin apakah aku bisa bertahan dengan adanya perbedaan ini atau tidak. Semuanya terasa begitu mustahil, bahkan jika itu hanya dalam peng...