.

1.7K 115 5
                                    

.

"Rivaille-heichou?"

.

Semua terlihat kelam. Awan kelabu terus berdatangan, bercak merah berbau amis berceceran dimana-mana, mayat yang membiru tergelak disana-sini, potongan badan bergelempangan dimana-mana.

Hujan turun semakin lebat, hembusan angin dingin semakin bertambah kuat memaksa daun-daun yang masih ingin bertengger dipohon terlepas, melayang, di terbangkan entah kemana.

.

"Apa?"

.

Pemuda bersurai coklat gelap itu berjalan diantara rintik-rintik air langit yang berjatuhan, tak memperdulikan rasa dingin yang menggigit tulang-tulangnya, tak memperdulikan rasa sakit yang menggerogoti tubuhnya.

Kini pandangan dan pikirannya hanya tertuju pada orang itu ...

.

"Biasakah kau berjanji satu hal padaku?"

.

Pemuda ber-iris emerld seindah batu giok itu hanya bisa berlutut, merosot dihadapan orang itu. Kakinya terlalu lemah untuk menopang tubuhnya setelah melihat keadaan orang yang sedang menyembunyikan matanya yang senada dengan awan kelabu diatasnya 

Ia menunduk. Cairan sebening kristal itu mulai bercucuran keluar dari kelopak matanya, bercampur dengan tangisan langit.

.

"Tentang apa?"

.

orang itu, pria itu bersandara pada sebuah pohon yang sudah kehilangan semua patera-nya. Jubah hijau yang membungkus tubuhnya acak-acak, tak berbentuk lagi dan dipenuhi dengan cairan merah kental yang biasa di sebut darah.

Rambut hitamnya basah. Akibat terguyur air yang turun dari langit, menutupi wajah pucatnya yang tampan namun tak bisa menutupi darah yang tercetak jelas disana.

.

"Tapi berjanjilah dulu untuk menepatinya"

.

Pemuda yang bernama lengkap Eren Jeager itu memaksa tubuhnya untuk berdiri dan berjalan kearah sosok didepannya, lalu memeluknya.

"Rivaille...-heichou"

Berharap yang di peluk bisa membalas pelukannya,

Berharap yang di peluk bisa balas menyebutkan namanya,

.

"Bukankah aku selalu menepati janjiku?"

.

"E ... ren?"

Satu harapannya terkabul, suara baritone itu merambat kedalam indera pendengarannya. Meskipun suaranya terdengar pelan dan lemah, tapi bagi Eren suara itu bisa mengalahkan suara hujan yang sedang turun dan angin yang bertiup dengan ganasnya.

Harapannya kembali terkabul, saat merasakan tangan dingin namun hangat baginya melingkar di pinggang.

"Heichou, bertahanlah ..." Kata Eren "Sebentar lagi bantuan medis akan sampai"

"Begitu ... ya"

"Maka dari itu kumohon bertahanlah, heichou ..."

.

"Katakan bocah, kau ingin aku berjanji apa?"

.

"Eren ..." Suara lirih dari pria bersurai hitam itu kembali tertangkap oleh Eren "Sepertinya aku ..."

Eren menguatkan diri untuk mendengarkan lanjutan dari kalimat yang di gantungkan pria bersurai rambut hitam yang tengah ia dekap saat ini,

"... Tidak bisa ..."

Eren mengeratkan pelukannya, air matanya kembali mengalir sederas air hujan yang sedang menghujam mereka.

"... Menepati janji-ku ..."

"Heichou! Jangan berkata begitu!" Eren berusaha menepis kemungkinan buruk yang akan terjadi pada pria pemegang gelar 'prajurit terkuat umat manusia' itu "Kau sudah berjanji akan menepatinya! Aku percaya kau menepatinya!"

"... Maaf mengecewakanmu ..."

"Kumohon bertahanlah ... Rivaille"

"... Eren ..."

Eren mendengar hembusan nafas panjang diakhir kalimatnya. Tangan itu tidak lagi melingkar di pinggangnya, kehangatan yang dirasakannya lenyap seketika.

Ia segera melepaskan pelukannya kemudian memandangi wajah kekasihnya. Seulas senyum terlukis disana. Sama seperti saat ia tertidur, raut wajahnya terlihat sangat damai.

"Ri .. vaille?"

Eren mendekatkan telinganya ke dada pria yang tubuhnya yang sudah seperti es itu, berharap bisa mendengar detak jantungnya. Namun hasilnya,

"Tidak mungkin ..."

Nihil.

Eren memegang pergelangan tangan pria yang sangat di cintainya itu, berharap bisa merasakan denyut nadinya. Namun hasilnya sama saja,

"Ini tidak mungkin ..." 

Nihil.

"Rivaiile ... kumohon bukalah matamu" Eren mengguncang tubuh pria yang hanya memiliki tinggi 160cm itu "Kumohon jangan tinggalkan aku ... kumohon, Rivaille"

Dunia ini kejam, setidaknya itulah kata-kata yang dia ingat dari saudara angkatnya. Dunia tidak akan pernah lunak pada siapapun, termasuk pada dirinya dan kekasihnya.

Pupus sudah harapannya bisa tinggal di rumah baru bersama Rivaiile ditempat yang damai dan tenang tanpa ada ganguan makhluk sialan bernama titan.

Kini, yang terdengar hanyalah suara tangisan yang dapat menyanyat hati siapa saja yang mendengar. Suara tangisan darinya yang kehilangan orang yang tercinta dalam perang terakhir untuk memperjuangan kebebasan umat manusia.

.

"Jangan mati..."

.

"Hah?"

.

"Jangan mati pada saat perang terakhir nanti"

.

FIN

HUEEEEEEEEE*plak*

Jujur, menurutku ini FF yang mainstream. Biasanya yang mati itu Eren antara di hukum sama MP karena sebagai titan terakhir atau di bunuh Levi dengan alasan yang sama.

Pas yang bagian 'Pupus sudah harapannya ...' itu ngambil dari lirik lagu 'Call your name' yang dibagian 'i lost my dream ...'

Aku bingung sebenarnya, seingatku cuma ada satu pairing yang canon yaitu YumiKuri ... jadi ...

PetraxLevi itu ngga canon dong?! Tahu ah, yang penting OTP-ku tetap RiRen.

Please leave a comment or vote or both.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 16, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JanjiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang