duapuluh satu

11 2 0
                                    

"Kaka ga ada maksud buat ngelakuinnya,kaka ga bisa nahan emosi kaka,maaf"

Hera terus menangis sambil sesekali menyeka air matanya,tiada henti kedua kakak beradik itu melampiaskan rasa sedihnya,hancur dan mungkin tak ada harapan lagi.

Mereka pikir selama bertahun tahun  mereka hidup adalah tahun terindah setiap bersama orang tua mereka,mereka berdua selalu bahagia dengan orang tuanya tanpa ada permasalahan. Tapi nyatanya semua tak terduga,justru sebuah janji sehidup semati yang seharusnya mereka tepati hilang begitu saja karena kesalahan dari salah satunya. Tidak ada harapan lagi untuk itu,hanya memulai kehidupan baru dengan prinsipnya masing masing.

Menjadi orang yang lebih kuat.

🐾🐾

Hari ini,hari dimana mereka akan hidup pada kehidupan masing masing akan dimulai. Kejadian hidup yang tidak seharusnya mereka lalui dan lihat,tapi mereka harus menghadapinya.

Hera meratapi segala yang ada,hanya diam dan melamun yang ia lakukan saat ini,entah apa yang harus ia lakukan. Memandangi langit di jendela kamarnya memang pilihan yang jauh lebih baik daripada harus melihat kedua orang tuanya yang hancur.

Ddrrrtttt

Drrtt

"Halo. Yen,bukain pintu"

Hera tak menjawab sepatah katapun. Ia langsung menutup sambunga teleponnya dan beranjak mendekati pintu kamarnya yang terkunci.

Ia mendapati pria dengan mata teduh didepannya,lekas tersenyum simpul

"Udah ditungguin di ruang tamu"

"Gue ngga ikut deh,gue dirumah aja"

"Yen,semuanya itu nungguin elo,tinggal elu doang ini"

"Engga Jen,gue ngga ikut,biar kak Kai aja yang kesana,gue ngga mau"

"Lo takut bakal nangis di pengadilan? Kuatin diri elo Yen,gue ikut elo dan gue bakal terus jagain elo kalo elo kenapa napa,ikut yah,nyokap elo juga butuh support dari elo biar dia kuat disana nanti"

Hera tak menjawab,mereka masih berdiri diambang pintu. 10 detik berlalu Hera berbalik ke kamarnya.

"Gue ambil tas dulu" kata Hera diikuti senyuman dari Jeno dibelakang Hera.



🐾🐾🐾

Keputusan pengadilan atas perceraian kedua orang tua Hera sudah keluar dan mereka berdua dinyatakan sudah sah untuk bercerai.

Sungguh kenangan yang paling pahit diantara kehidupan Hera. Melihat orang tuanya bercerai.

Hera duduk di kursi saksi pengadilan bersama Jeno dan Kai juga beberapa saudaranya. Ia tak berkata apapun,bahkan untuk menangis ia tak bisa mengeluarkan suara,ia duduk menatap kedua punggung orang tuanya yang duduk terpisah lalu meneteskan air mata dan menghela napas panjang.

Jeno,pria yang sangat tau betul bagaimana perasaan Hera lalu menggenggam tangannya sangat erat dan sesekali menyeka air mata Hera. Ia paham tentang kejadian yang menimpa Hera,dadanya juga ikut sesak,ternyata benar keputusan awal Hera yang seharusnya tidak ikut,benar benar membuat siapapun merasa sakit.

Persidangan selesai dan mereka semua kembali ke rumah masing masing. Masih di koridor ruang persidangan,Hera bertatapan dengan ayahnya,Ya,Heechul Bramantyo. Kedua insan ayah dan anak ini yang dulunya sangat akur dan benar benar seperti tidak ada apapun yang menimpanya tiba tiba merasa canggung.

Heechul menggapai tangan mungil anak gadisnya yang sudah tumbuh remaja.

"Maafin papa nak,maafin papa" ungkap Heechul sambil menunduk dan menangis

Hera melepaskan genggaman ayahnya perlahan,ia masih menatap sang ayah yang menunduk,dadanya sesak kembali. Sakit seperti dicabik cabik,hatinya berkecambuk hebat harus melihat dan melewati ini.

Ia menghela napas panjang. Dan menatap manik mata Jeno sejenak dan Jeno memastikan bahwa semuanya akan baik baik saja jika berdamai dari awal melalui tatapannya

"Nggapapa kok pa,Hera sama kak Kai emang kecewa,tapi emang lebih baik kaya gini. Papa tenang aja,Hera sama kak Kai tetep anak papa ga ada yang berubah,cuma kehidupannya aja yang beda" kata Hera dibanjiri air mata.

Kai yang sebenarnya mengamati adiknya dari ambang pintu pengadilan juga menangis menitikkan air matanya,ia bahkan tak tau apa yang harus dilakukan. Menurutnya,adiknya memiliki seribu keberanian dan kekuatan untuk menjadi perempuan biasa,dengan mengatakan hal seperti itu Kai sangat bangga menganggap adiknya sudah tumbuh dengan baik meskipun sekarang mereka harus melewati hari yang lebih berat.

"Jaga kesehatan pa,papa selalu lupa waktu buat makan" ucap Hera memecahkan tangisan kedua insan anak dan ayah itu.

Heechul yang merasa sangat bersalah dan memilih keputusan untuk bercerai dengan Taeyeon sangat merasa bersalah,perbuatan bodohnya yang sudah merusak keluarganya sendiri,sedangkan ia tak menyadari betapa baiknya bak malaikat seorang Hera anak gadisnya yang sampai detik inipun masih menasehatinya. Ia tau bagaimana hancurnya hati kedua anaknya yang beranjak dewasa dan tau apa itu perceraian.

Ia berusaha memeluk Hera namun apa yang ia dapatkan justru Hera menolak dipeluknya dan langsung menghindar. Ia tau alasannya benar benar bukan salah Hera jika ia menolak.

"Kita pulang dulu pa. Ayo Jen"

Jeno dan Hera meninggalkan Heechul sendirian dan tak lama Heechul juga pulang sendirian dengan hati yang masih sangat hancur. Semuanya,tidak hanya Heechul,tapi semua yang melihat dan semuanya yang tau apa artinya keluarga bagi diri mereka masih masing.


"Jen,jangan bawa gue pulang dulu ya,lagian juga dirumah pasti rame banyak sodara gue,gue ga suka terlalu rame" kata Hera diatas motor yang menyala sudah dipertengahan perjalanan.

"Terus mau kemana dong?" Tanya Jeno

"Rumah lo juga gapapa Jen,gue pengen ketemu Jeongin"

Jeno mengangguk.


🐾🐾🐾

"Jeongiinn"

Hera mendapati Jeongin yang sedang menonton tv diruang keluarga,dan Jeongin langsung menemukan sumber suara,ia langsung berdiri.

"Jeeoonngg" Hera berlari kearah Jeongin dan langsung memeluknya. Menangis lagi.

Jeongin tau permasalahan keluarga Hera dan ia tak merespon apapun karena ia Jeno ada didekatnya. Ia hanya menatap Jeno sesekali,namun Jeno tak merespon marah atau akan menghajarnya,ia tau situasi kali ini.

"Kaka yang kuat ya" kata Jeongin

"Jika keluarga adalah segalanya. Mengapa harus ada kehancuran diantaranya? Apa itu langkah dari kedewasaan?"


TBC

AmigdalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang