10 - Satu Sama!

8.8K 1K 166
                                    


🌹🌹🌹🌹🌹

Roland duduk di pojokan dengan selipan rokok di tangannya. Memandang hamparan laut yang begitu jernih nan menenangkan. Baginya, laut adalah obat terbaik untuk merehatkan sejenak beban pikirannya.

Pria itu kembali menghisap rokoknya dalam-dalam dan mengembuskan asapnya mengepul di depan wajahnya sendiri. Pria itu memegang sebuah tab mahal yang menampilkan grafik serta tabel omset penjualan bisnisnya yang baru saja dikirimkan asistennya lewat email.

Roland bukan tipe pria yang akan duduk manis di kursi putar dengan setelan jas hitam mewah serta berekspresi dingin saat berhadapan dengan karyawan serta rekanan bisnisnya. Pria itu lebih memilih untuk bekerja dari mana pun. Ia menyukai travelling, ia bahkan menyerahkan jabatan CEO pada orang lain, ia hanya ingin menjadi owner serta pemegang saham terbesar di masing-masing perusahaan yang ia inginkan.

Ia bersiul senang ketika melihat grafik penjualan kian naik dan cenderung stabil.

"Bisakah kau mencari informasi mengenai pulau yang menarik di Kepulauan Maladewa yang dijual?" Roland meminta asistennya untuk kembali mencari informasi tentang pulau yang ingin ia beli.

Pria yang berdiri di sampingnya itu mengangguk sambil menerima tab yang diberikan Roland. Billy, sang asisten segera melangkah pergi dari sana guna mencari informasi yang diminta bossnya.

Roland tersenyum bangga dan bahagia bersamaan sambil mengelus dagunya.

"Semua sudah aku miliki, aku muda, aku kaya dan aku bisa berfoya-foya sampai tua," gumam Roland.

"Tapi kau belum sempurna, Brother." Tepukan di pundak Roland membuat pria itu menoleh terkejut.

Matanya memicing kesal.

"Kau sialan! Mengagetkanku saja," umpat Roland lalu menyesapi whisky pelan-pelan.

Pria itu tersenyum dan menatap lurus ke depan memandang hamparan luas laut sambil bersedekap tangan di dada.

"Kau sudah dewasa, tidakkah kau berkeinginan untuk berumah tangga?" Pria yang tak lain adalah salah satu sahabat baik Roland yang bernama Matte.

Roland melirik Matte dan tertawa terbahak.

"Kenapa pertanyaan seperti itu kau ajukan padaku? Kenapa tidak kau tanyakan pada dirimu sendiri?" kata Roland bertanya balik.

Matte tersenyum tipis. "Bukankah kau tahu alasanku tidak menikah sampai usiaku hampir 32 tahun ini."

Roland memutar tubuhnya, menginjak puntung rokok dan berdiri menghadap Matte sepenuhnya dengan kedua tangan di kantong celana.

"Kau masih mengharapkan wanita bersuami? Sedangkan wanita itu sudah bahagia sekarang dengan kehidupannya? Aku rasa ada yang salah dengan hatimu," ucap Roland pada Matte.

Matte tertawa kecil mendengar ucapan Roland yang seakan lebih tepatnya ejekan.

"Kau bahkan tidak tahu bagaimana rasanya jatuh cinta. Cinta yang sebenar-benarnya dan kau menyalahkan hatiku?"

"Aku bukan masih mengharapkannya, bahkan aku sudah mengikhlaskan dia berbahagia sekarang dengan keluarga kecilnya. Aku hanya belum bisa berdamai dengan hatiku sendiri yang dengan bodohnya melepaskan wanita yang sudah banyak berkorban dan lebih tepatnya berubah demi diriku. Aku menyesali semua itu, karena kenapa perasaanku hadir terlambat,"

"Jika aku bertemu lagi dengan wanita seperti itu, aku berjanji dengan diriku sendiri, tidak akan mengabaikan kehadirannya lagi. Aku terlalu gengsi dulu untuk mengakui perasaanku," jelas Matte panjang lebar.

PLAY MATE (Selesai! Pindah rumah)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang