15; Makan Bersama

315 78 24
                                    

Suara sendok yang beradu dengan mangkuk adalah suara yang paling mencolok di ruangan ini, tepatnya di meja makan. Tante Fida yang kebetulan memasak banyak bubur pun mengajak Adam dan Amar untuk ikut makan.

Aku duduk di sebelah Tante Fida. Sedangkan Adam duduk di depanku dan Amar di depan Tante Fida. Seperti biasa Adam banyak diam. Hanya menjawab seadanya ketika ditanya dan tak berusaha mencari topik. Sedangkan Amar, rasanya ia sedikit bawel. Mungkin karena aku dan Adam pendiam, Amar jadi terlihat bawel. Padahal kalau di antara empat sekawan, Amar lebih banyak diam. Cowok itu hanya bagian tertawa. Sisanya Raihan yang meramaikan.

"Kalian berdua teman dekat Teduh?" Tanya Tante Fida memulai percakapan.

Dalam hati kecilku, aku berharap semoga Tante Fida tidak bertanya yang aneh-aneh. Karena seperti yang aku bilang, Tante Fida itu jahil.

Begitu pertanyaan terlontar dari mulut Tante Fida, Adam langsung melirik Amar, menyuruhnya untuk menjawab.

Dengan senang hati Amar menjawab dengan senyum ramahnya. "Lumayan dekat, Tante." Katanya.

Huh? Aku kira Amar akan menjawab tidak.

"Kalau kamu, Mas?" Tanya Tante Fida yang nampaknya tidak puas dengan jawaban Amar dan akhirnya meminta Adam untuk menjawab pertanyaannya juga.

"Sama kayak Amar, Tan." Jawab Adam terlihat kaku. Aku menahan tawa melihat gelagatnya yang aneh dan kaku itu.

"Yah," ucap Tante Fida kecewa.

"Kok 'yah', Tan?" Tanya ku keheranan dengan tanggapan Tante Fida.

"Tante kira salah satu diantara kalian ada yang jadi pacarnya Teduh."

Aku tersedak.

"Cuman teman kok, Tan." Sahut Amar buru-buru.

Tante Fida tersenyum kecil. "Ternyata cuman teman ya? Apa jangan-jangan kalian udah punya pacar?"

Adam dan Amar kompak menggeleng.

"Bagus. Kalian kalau mau pacaran sama Teduh aja. Anaknya baik banget, penurut, terus masakannya enak banget. Kalian harus cobain!" Tante Fida menunjuk aku dengan bangganya.

Aku hampir muntah saking kagetnya. Mataku melirik sebal ke Tante Fida.

Amar pun menanggapi ucapan Tante Fida dengan tawa. Lain halnya dengan Adam, ia hanya diam. Tetapi daun telinganya memerah lucu.

"Tante... Jangan gitu..." Cicitku malu setengah mati. Tante Fida kenapa selalu bersemangat menggodaku sih? Aku malu.

"Loh? Kenapa?" Tante Fida mendelik tak setuju. "Emangnya kamu gak mau sama mereka, Teduh?"

Kepalaku semakin menunduk malu. Benar-benar ya Tante Fida.

"Bercanda kali, Kak. Kamu kenapa tegang banget, hahaha!" Canda Tante Fida seraya menepuk bahuku.

Aku menghela nafas lega. Tante Fida ada-ada aja. Aku jadi kewalahan sama celotehan Tante Fida.

"Ayo, Teduh." Ajak Amar tiba-tiba. Ia tersenyum penuh arti.

Alisku terangkat sebelah. "Ayo apa?"

"Pacaran sama saya." Balas Amar tenang.

"Gak," sela Adam sebelum aku menjawab.

"Kenapa?" Amar bertanya. "Saya kan ngajakin Teduh. Kenapa kamu yang nolak?"

"Gue kan cuman bilang enggak. Emang harus ada alasannya?" Jawab Adam. Matanya yang dari awal fokus memperhatikan mangkuk, sekarang melirik Amar kesal.

"Hahahaha!" Tawa Amar pecah begitu melihat ekspresi Adam yang sedang kesal. Tangannya terulur menepuk bahu Adam berkali-kali. "Saya bercanda kali, Dam. Saya juga gak bakal selancang itu ngajak Teduh pacaran."

Namaku, Teduh ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang