Ghalea - Bab XV . Hari Minggu (II)

29 0 0
                                    

Pagi-pagi sekali Ghalea sudah sampai di rumah Arez. Rumah dengan cat warna kuning dan berpagar hitam dengan mobil putih bertengger didepan. Ghalea melangkah masuk setelah membayar driver grabcarnya. 

Arez terkejut, tapi tetap menerima Gahlea dengan semringah. Mereka masuk dan Ghalea akhirnya mengambil alih dapur Arez. 

Mereka makan bersama, sedangkan Ghalea mulai mengamati sekeliling rumah Arez. 

Dia mungkin lebih dari 10x kesini, tapi ini sepertinya kali pertama Ghalea melihat secara intens isi rumah Arez. Perabotnya cukup lengkap, meskipun semua minimalis. 

Tidak. Arez bukan pemuda yang jorok, dia justru maniak kebersihan. Sudut rumah ini sungguh terawat, Ghalea menjadi minder melihatnya. Meja makan didapur pun sangat rapi. Meskipun perabotnya sangat sederhana tapi semua bersih. 

Ghalea juga tidak kesulitan mencari dimana panci dan kawan-kawannya, Arez menempatkannya dengan rapi. 

Ghalea sampai pada ruangan sedikit sempit, tidak sebesar kamar Arez. Ada meja panjang dan meja kerja lengkap dengan laptop dan printernya. Ghalea melihat beberapa lensa dan kamera berjejeran diatas meja panjang. Arez menyusul masuk dan duduk didekat meja panjang tersebut, memandang Ghalea. 

"Kamu habis motret?" Ghalea berbasa-basi. Tiba-tiba dia teringat pertanyaan Setyo tentang apa yang Arez lakukan sekarang. 

"Buat seneng-seneng aja," jawab Arez lalu menyodorkan kepada Ghalea beberapa potret yang diambilnya. 

"Are you kidding me? Sebagus ini?" Ghalea berkomentar setelah memandang jepretan Arez sekilas. 

"Lebih indah kamu," Arez menggoda pacarnya lalu memeluk Ghalea. 

Ghalea merasa ini adalah kesempatannya. Kesempatan mewawancarai apa kegiatan Arez sebetulnya.

"Kamu sering foto wedding juga?" 

"Paling foto model saja?" 

"Dibayar seperti wedding?" Ghalea bertanya gamblang. Ini harus jelas, kedepannya jika ada yang menjelakkan Arez dia harus bisa mematahkan opini mereka. 

Arez mengendurkan pelukan mereka. "Nggak Ghal, ini tuh bikin aku seneng aja. Ah nanti siang juga aku ada acara hunting, kamu bisa pulang sendiri kan?" 

Ghalea kini terang-terangan menyerngit. 

Wait, biarkan otak usangnya menyerna semua. 

Dia meninggalkan aku demi acara yang tidak menghasilkan apa-apa itu? OK baik itu bikin dia senang aja, memangnya aku tidak cukup membuatmu senang sekarang?

"Tapi aku libur hari ini, kamu malah pergi, aku jadi sedih" hanya itu sanggup Ghalea ucapkan, pun dengan lirih. 

"Aku kan sudah bilang, kemarin harusnya kamu liburnya. Aku gasuka ya jadwal aku diganti-ganti, udahlah kamu pulang aja." Arez tidak ingin dibantah.

"Aku cuman bilang aku sedih, bukan berarti yang lain," Ghalea membela diri, tidak ingin disalahkan juga. 

"Kemarin juga aku sedih rencana kita berantakan dan kamu tetap bekerja. Kamu bahkan tidak mengabari aku." Arez mulai mencari-cari hal yang patut ia debatkan.

Ghalea meradang, lensa-lensa yang berjejeran seakan menunggu pertengkaran mereka berlanjut dengan seru serta menegangkan.

"Pertama bukan hanya kamu yang sedih kalau jadwal kerjaku dirolling, aku juga sama. Bagiku, waktuku juga berharga. Kedua aku kira kamu tau situasi di IGD seperti apa, semua dituntut cepat dan tepat. Terakhir, aku kecewa kamu ternyata blokir aku diwassap. Mas, kita bukan anak SMA yang baru pubertaskan?" Ghalea mematahkan semua hal yang diracaukan Arez

GhaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang