“Karena aku yang akan kehilangan kamu. Jadi aku yang lebih layak untuk mendapatkan penghiburan”
***
Nadia menunggu dengan perasaan cemas, dia terus melayangkan pandangan ke ruang UGD, menunggu pemeriksaan suaminya, duduk di sini, di sebuah kursi dingin membuat Nadia tidak melupakan kenangan terpahitnya ketika dia mengantarkan Raja ke ruang UGD.
“Astagfirullah hal adzim,” ucap Nadia membenamkan wajah di telapak tangan, hendak pecah lagi dalam tangisan. Belaian lembut dia rasakan di punggung, Nadia menoleh dan melihat Rahma mencoba menenangkan.
“Jangan khawatir Nad. Dodit nggak kenapa-napa kok.”
“Tapi!” Nadia merasakan tangannya gemetar lagi. “Lo nggak lihat gimana dia tadi kejang-kejang Rah. Lo nggak lihat tadi! Gue harus menampar wajahnya supaya dia bangun.”
“Kok lama banget dokter melakukan pemeriksaan, kita nggak dibolehkan masuk yah?” Husein mencoba mengintip dari balik kaca transparan namun sulit karena tirai putih yang menutupi. “Dodit kan cuma demam doang, kenapa lama banget diperiksanya?”
Nata; suami Sania menguap lebar, dia duduk tidak jauh dari mereka. Dia memandang jam dinding yang menunjukkan pukul tiga dini hari, menjelang subuh. “Sabar sedikit. Lo duduk Sein, sikap lo malah bikin situasi tambah runyam.” Dia menasihati, melirik pada Nadia yang pucat pasi.
Memang benar Dodit sadar ketika di bawa ke rumah sakit, tapi untuk berjalan saja dia kesulitan sehingga Nata terpaksa menggendongnya. Dia terus berkeringat dingin dan muntah, keputusan untuk merujuknya ke rumah sakit adalah pilihan tepat, kalau mereka mengabulkan permintaan Dodit untuk tidak melebih-lebihkan sakitnya, apa yang terjadi nanti? Mungkin saja kondisi Dodit drop seketika.
Pintu UGD bergeser, seorang dokter laki-laki keluar bersama dengan seorang perawat. Semua orang berdiri, mendekati dokter itu. Nadia bahkan hampir terjatuh dalam ketergesaannya untuk mengetahui kondisi Dodit.
“Suami saya bagaimana Dok? Dia baik-baik saja, kan?” tanya Nadia, matanya mencuri ke dalam ruang UGD.
“Kondisi Pak Dodit sudah stabil, kami sudah memberikan suntikan penurun panas dan juga antibiotik, dia tertidur dan saya menyuruh perawat untuk membawanya ke kamar inap,” jelas Dokter itu.
“Alhamdullilah.” Semua orang mengadu syukur kepada Allah.
“Tapi saya boleh tanya, apa Pak Dodit penderita epilepsi?” Yulianto, nama Dokter itu. Dia bertanya kepada Nadia.
“Setahu saya nggak ada Dok!”
Dokter Yulianto mengerutkan kening. “Kejang-kejang ketika tertidur itu sangat berbahaya sebenarnya!” Dia bergumam sendiri. “Apa Pak Dodit pernah mengalami kecelakaan? Trauma di bagian kepala?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodoh Terbaik Nadia [End]
Espiritual"Kamu membuatku hanya memiliki satu pilihan. Melepaskan kamu, itu yang bisa aku lakukan." - Nadia Humaira Nadia Humaira adalah perempuan yang terobsesi dengan penyempurnaan diri. Dia tidak mempercayai cinta walaupun umurnya sudah siap untuk menikah...