Setelah pembicaraan mereka tadi siang, Arina hanya diam tidak mau membuka mulutnya. Inilah yang Devano takutkan jika ia berkata jujur pada istrinya. Di dalam perjalanan pulang pun Arina hanya menatap luar jendela. Devano berinisiatif untuk menggenggam tangan Arina yang menganggur, untungnya ia tidak menolak dan semakin mengeratkan genggamannya. Devano kembali fokus mengemudi.
Sesampainya di rumah. Arina berjalan lebih dahulu masuk ke dalam kamar. Devano menyusulnya dengan cepat. Baru saja ia akan bicara, Arina buru-buru melangkah masuk dalam kamar mandi.
Devano duduk di pinggiran kasur sibuk memikirkan bagaimana cara bicara pada Arina, agar wanita yang sedang sensitif itu tidak tersinggung maupun tersakiti. Devano baru tau jika wanita hamil itu memang sensitif.
Lima belas menit menunggu, Arina pun keluar dari kamar mandi dengan memakai daster selutut. Sekarang giliran Devano yang mandi, ia harus menjernihkan pikiran terlebih dahulu sebelum berbicara panjang pada Arina nanti.
Kini mereka berdua sudah duduk di atas ranjang, Arina masih sibuk bermain ponsel, berbeda dengan Devano yang hanya diam sambil membasahi bibirnya berkali-kali. Sebenarnya ia bingung memulai percakapan.
"Ekhem." Devano berdeham untuk menghilangkan rasa canggung mereka. Arina meliriknya sekilas membuat Devano menelan ludahnya susah payah. Pria itu beringsut mendekati istrinya yang sedang hamil muda.
"Kau marah ya?" sebisa mungkin Devano akan menjaga ucapannya. Ingat wanita itu sedang sensitif, entah kenapa sepertinya anak yang berada dalam kandungan Arina itu sangat membencinya.
"Tidak, tapi aku ingin bertanya sesuatu." Arina meletakkan ponselnya dan menghadap Devano.
"Apa?"
"Aku ingin mengenalmu lebih jauh lagi. Bisa kau ceritakan semuanya padaku?" tangan Devano tergerak untuk menyandarkan kepala Arina di bahunya.
"Kau ingin aku bercerita apa?" Arina membuka mulutnya ragu.
"Tentang mantan kekasihmu misalnya?" Devano sedikit melirik istrinya yang menatap ke arah depan sambil memainkan jemarinya.
"Baiklah aku akan menceritakannya, tapi kau harus janji tidak akan mendiamiku lagi." Arina mengangguk dengan cepat. Devano menghembuskan nafas panjang sebelum mulai bercerita.
"Aku pernah sekali memiliki kekasih. Namanya Thesa, dia baik dan juga perhatian. Hubungan kami berjalan selama tiga tahun, aku dan dia satu sekolah saat sma, dan kuliah di universitas yang sama," jelasnya sambil mengusap kepala Arina.
"Berarti kalian sudah lama saling mengenal?" Devano mengangguk.
"Lalu kenapa kalian berpisah?" Devano terlihat ragu-ragu saat akan menjawab.
"Dia ingin fokus pada karirnya sebagai seorang designer." Arina menatap wajah sendu Devano. Ia tahu pasti itu menyakitinya, mereka telah lama saling mengenal dan terpisah karena karir, bukan karena perselingkuhan ataupun tidak saling cinta lagi.
"Wah benarkah? Aku ingin berteman dengannya, di mana dia sekarang?" Devano menatap ke arah depan.
"Dia ada di luar negeri." Arina kembali melihat Devano yang terlihat sedih. Pasti mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama.
"Jika dia kembali ke Indonesia dan kau belum menikah... Apa kau akan kembali bersamanya?" Arina sudah menyiapkan hatinya sebelum bertanya, jadi kalian tidak perlu khawatir.
"Mungkin iya atau juga tidak, entahlah aku tidak tau."
"Apa aku menjadi penghalang untukmu kembali bersamanya, Mr Corald?" sudah cukup, Devano tidak tahan dengan semua ini. Direngkuhnya tubuh Arina yang tampak lebih berisi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Corald
RomanceDingin, satu kata yang mendeskripsikan seorang Devano Corald. Tatapan tajam serta paras yang menawan, menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum hawa berlomba-lomba mendapatkannya. Hidup diselimuti ego yang tinggi, dan penuh penekanan. Dari kecil menja...