Ghalea - Bab XVI . Berbaikan

15 0 0
                                    

Untung saja Ibra sempat melihat siluet Ghalea yang sempat adu mulut sejenak dengan seorang pria di depan toilet hingga dai berhasil membawa Ghalea pulang dan menyimpannya seperti sekarang. 

Entah ini lembar tissue yang keberapa, yang jelas ingus Ghalea seperti terus saja diisi ulang, dan air matanya seperti mengucur langsung dari pegunungan. 

Ibra masih saja sabar menunggu Ghalea menangis, tidak mungkin lagi membawa Ghalea masuk kedalam, justru Om Yusuf bisa membacoknya, biar begitu Om yusuf sangat menyayangi keponakan perempuannya ini. 

"Udahlah Li, gausah diambil hati, mungkin Arez memang sedang sama temannya, seperti kalau kamu sama Setyo lah." Ibra berusaha menghibur, lelah juga telinganya mendengar isakan Ghalea. 

"Aku berantem sama Setyo mas, ya gara-gara Arez juga," sebaliknya isakan Ghalea semakin kencang. 

Ibra tentu saja tahu, Ghalea marah dengan Setyo, membuat perawat laki-laki itu tidak berani berbuat apa-apa selain mengamati Ghalea dari kejauhan saja. 

"Setyo kan temanmu, menurutku justru bagus kalau dia tidak segan-segan mengeluarkan asumsinya tentang pacar sahabatnya kepada sahabatnya. Dia cuma tidak mau kamu terperosok lubang yang sama." Ibra berusaha menasehati Ghalea setalah gadis itu memuntahkan segala unek-unek dihatinya.

"Tapi--"

"Dengar dulu, jangan memotong perkataanku. Kamu ingin dengar pendapatku tidak?" Ibra berkata tegas. Membuat Ghalea tidak punya pilihan selain mengangguk. 

"Aku setuju dengan kamu yang menganggap Setyo terlalu dini menilai, Setyo tidak pernah bersinggungan langsung dengan Arez, dia hanya sekedar nama." Ghalea mengangguk puas, merasa didukung dengan perkataan Ibra, memang dari semua temannya Ibralah yang ia rasa paling pintar memberi penilaian secara objektif. 

"Tapi, melihat perbuatan dia hari ini, aku mempunyai asumsi penilaian buruk Setyo kepada Arez kemungkinan besar adalah fakta."

Kini Ghalea bungkam. 

"Aku kurang mengerti, entah bagaimana aku juga merasa Arez tidak sungguh-sungguh menyayangi atau memperhatikan kamu. Apa pernah dia datang dengan tergopoh-gopoh ketika kamu sakit seperti kamu yang rela menukar nyawa ketika dia harus dilarikan ke IGD dulu?" 

Ibra menyetop perkataannya demi melihat Ghalea yang tampak serius menyimaknya. 

"Ingat Li, kamu bahkan bukan cuman sekali harus ada dimeja operasi. Dimana Arez diwaktu kamu diujung tanduk seperti itu? Yang ada justru Setyo, aku tidak ingin ikut campur dalam urusan pribadi sebetulnya. Tapi Li, apa kamu pernah melihat orang lain memperlakukanmu sebaik Setyo kepada kamu? Aku berani bertaruh, Arez saja mungkin tidak tahu kamu alergi soda." 

Ghalea diam-diam menelan ludahnya. Dia jadi teringat Arez yang memberinya Cola tanpa dosa, untung saja dia berhasil berkelit saat itu. 

Perkara Alergi saja bisa jadi rumit seperti ini. 

"Aku memang menghibur kamu, mengatakan bahwa Arez memang betul-betul ingin bersama temannya dan tidak diganggu me-timenya. Apa kamu setuju?" Ibra kini mulai bersiap meluncur meninggalkan parkiran the RItz yang demi tuhan, dia yakin, Ghalea tidak akan sudi kesini lagi. 

"Entahlah, aku juga tahu mas, itu cuma kalimat penghibur." Ghalea berusaha mengintip kembali dari jendela ke arah taman yang ada kolam renangnya tadi. 

"Li, aku tidak pernah bermaksud mengomentari kedekatan kamu dengan Setyo pun kedekatan kamu denganku. KIta sama-sama tahu, bagiku kamu seperti adikku sendiri. Aku dan Setyo menyayangimu. Sedekat-dekatnya kita, pernahkah aku atau Setyo merangkulmu seintens itu? Sepanjang pertemanan kita bertiga tidak ada bahkan yang menggenggam tanganmu dengan maksud menyentuh menggunakan hasrat. Kamu mulai mengerti batasan bersentuhan yang akan singgung kan?" 

GhaleaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang