Kisah TEJO dan PARNO Bagian 1

10.5K 79 3
                                    

(Diceritakan oleh Ripin, Si Tukang Kebun)

Awalnya Tejo dahulu yang jadi asistenku, sebulan kemudian Parno menyusul. Musim kemarau ini saat banyak tanaman memancarkan bunganya. Saat banyak pelanggan jalan-jalan sore dan membeli tanaman. Saat kemarau seperti ini juga banyak orang kaya butuh tukang taman untuk memelihara tanaman yang lupa disiram. Mereka ingin tanaman mereka tetap tampak hijau tanpa peduli air tanah yang dikonsumsi.

Tejo dan Parno pemuda desa polos yang menginjak usia 17-an. Nafsu sex mereka sedang tinggi-tingginya. Aku tahu karena mereka sering beronani ketika mandi. Baik mandi pagi maupun mandi sore. Kebetulan dari jendela kamarku di bagian atas aku bisa melihat semua kegiatan mereka tanpa mereka ketahui. Awal-awal perkenalan mereka sih mandi sendiri-sendiri. Tetapi belakangan mereka lebih sering mandi bersama, baik pagi maupun sore.

Badan Parno dan Tejo sebenarnya hampir sama agak berotot. Bedanya cuma rambut, Rambut Tejo ikal sedangkan Parno lurus. Mungkin kalau digundul tidak ada yang bisa membedakan. Hitamnya sama, tinginya sama, bibirnya pun mirip, mungkin memang mereka masih saudara jauh kali....

Menjelang musim hujan di bulan September pekerjaan mereka mulai berkurang. Kegiatan paling melelahkan adalah menyiram tanaman. Kini hujan menggantikan mereka. Namun kurangnya kegiatan akan segera diganti dengan banyaknya langganan yang direpotkan dengan rumput liar dan tanaman yang tumbuh lebih cepat. Sore hari setelah mandi Parno dan Tejo sering pergi berdua entah kemana. Mungkin seperti pemuda yang lain, jalan-jalan atau sekedar ngeceng (bukan ngaceng!).

Malam sebelum kejadian itu, aku mendengar Tejo dan Parno mengobrol sampai malam. Kamar mereka adalah ruang tamu yang merangkap kantor di bawah. Oh ya jangan membayangkan bangunan tempat tinggalku itu mewah seperti milik kalian, para pembaca. Dindingnya terbuat dari bambu anyam sedang untuk memisahkan ruang bawah dan atas hanyalah papan, itu pun papan bekas yang tambal sana-sini. Jadi tak aneh kalau aku bisa mendengar bisik-bisik dan cekikik mereka di bawah.

Rasa kantukku menyerang sangat dahsyat sehingga aku ketiduran. Entah sampai jam berapa mereka ngobrol. Sekitar jam 3 pagi aku terbangun dan ingin kencing. Aku turun dari kamarku. Sebelum ke sumur, aku sempat menengok kalau-kalau mereka belum tidur. Pamandangannya sungguh ajaib Mereka tidur di lantai. Padahal biasanya Tejo sebagai senior memilih tidur di sofa yang lebih empuk. Tangan kiri Parno terselip di perut Tejo. Aku tak berpikir jauh mereka mungkin kedinginan sehingga tidur berpelukan.

Setelah aku kencing, sekelebat aku kembali tengok mereka. Posisi mereka belum berubah. Aku melihat lebih jelas karena tadi dari tempat yang gelap. Ada sebuah majalah di atas sofa. Tergeletak terbuka. Tepat gambar seorang pria sedang menyodomi seorang pria. Kontolnya kelihatan separuh cukup besar. Pria yang disodomi menampakkan kenikmatan (atau kesakitan). Majalah itu aku ambil. Di halaman lain banyak terdapat gambar-gambar pria berotot yang bugil alias telanjang bulat. Halaman depannya hilang dan bahasanya pun tak dapat kumengerti mungkin bahasa Jerman atau Belanda, entahlah.

Melihat majalah itu aku jadi ngaceng berat. Majalah itu kukembalikan ke posisi semula. Sebelum aku berbalik, bila kuamat-amati si Parno tidak memakai celana di balik sarungnya. Jangan-jangan Tejo pun begitu. Mungkin mereka telah saling memberi kenikmatan tadi.

Kuberanikan diri mengangkat sarung Tejo. Dasar anak puber, tidurnya pulas sekali. Kulihat peler si Tejo dalam kegelapan. Sewaktu kuangkat lebih tinggi lagi ah.. ada tangan, ya tangan si Parno masih menggenggam kontol si Tejo yang sudah mengkeret. Beberapa detik cukup merekam segala detail bentuk itu, masih kuingat, buktinya aku bisa cerita. Aku jadi penasaran dengan kontol Parno. Aku angkat sarung Parno tetapi sayang sarung itu tersangkut dan tidak bisa diangkat lebih tinggi tanpa membangunkan pemiliknya.

Aku kembali ke tempat tidur lagi setelah itu. Aku jadi tak dapat tidur teringat segala adegan yang telah aku lihat di dalam majalah tadi. Kontolku ngaceng berat dan terasa ngilu. Ah, daripada besok lemas karena kurang tidur aku memilih untuk onani. Seperti biasa akhinya aku mengocok sambil membayangkan segala yang terjadi antara Tejo dan Parno serta adegan-adegan di majalah tadi.

KISAH TEJO DAN PARNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang