Aku menatap toko musik kecil didepanku dengan ragu. Toko kecil itu baru saja aku temukan ketika aku sedang berjalan menulusuri Kota New York yang baru bagiku ini. Toko itu memiliki tema gelap dengan cat hitam pekat dan lampu neon putih untuk papan nama tokonya, membuatku ragu untuk memasukinya. Namun aku memutuskan untuk mencoba masuk untuk melihat-lihat. Mungkin saja mereka menjual piringan hitamKetika aku melangkah masuk, suara pukulan drum yang begitu kencang menggelegar memenuhi seisi toko, membuatku tersentak di tempat. Seorang pemuda berkaus hitam berdiri diantara rak-rak berisi cd, mengangguk-anggukan kepalanya dengan semangat, mengikuti irama musik metal yang memekak telinga. Aku berdeham agar ia menyadari kehadiranku, namun suaraku terbenam diantara suara musik yang menggelegar. Dengan ragu aku mulai melangkah mundur untuk pergi, sampai pemuda tersebut tiba-tiba berhenti mengangguk dan mengalihkan perhatiannya kepadaku. Mulutnya bergerak mengucapkan sesuatu yang terdengar tidak jelas sambil ia berjalan ke meja kasir dekat pintu. Aku mengerutkan dahiku sambil berjalan pelan ke depan kasir.
"Maaf aku tak bisa mendengarmu," kataku. Bukanya menjadi orang sopan dengan mematikan musik tersebut, ia malah berusaha mengucapkan kalimat yang sama diantara bunyi musik yang kencang.
"Maaf?" aku bertanya sekali lagi. Orang tersebut menghela nafas dan segera meraih handphone-nya untuk mematikan musik tersebut.
"Selamat datang di Blue Vocal. Ada yang bisa saya bantu?" ia bertanya dengan malas. Aku melihat kesekeliling sebelum kembali bertanya,namun pemuda tersebut kembali berbicara, "Kami punya banyak cd lagu disini. Ada genre metal, rock, pop, country, blues, dan lagu-lagu yang baru saja liris. Ada diskon untuk album terbaru Lady Gaga dan bonus poster untuk album terbaru Pitbull, Planet Pit,"
Aku terdiam sebentar sebelum kembali membuka mulut, "Aku...-"
"Atau kalau kau suka Rap Music atau Hip-Hop, kami menyediakan rak khusus diujung sana," Ia menatapku, menunggu jawaban. Aku mengerutkan bibirku dengan ragu,
"Apakah kau punya record?"
Pria tersebut terdiam dan mengerutkan dahinya. Matanya menelusuri tubuhku dari kelapa keujung kaki dengan pandangan keheranan. "Selera yang langka untuk remaja zaman sekarang. Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Apakah kamu baru di wilayah ini?" Ia bertanya sambil berjalan ke pintu di belakang kasir yang tampaknya seperti gudang.
Aku mengangguk, "Ya aku baru saja pindah kesini,"
"Oh ya, darimana kau?"
Pertanyaan itu membuatku terdiam dan cepat berpikir. Perkataan Agent Simon, pelatihku, tergiang dalam benakku.
"Jangan begitu mudah memberi identitas kepada orang asing. Kau akan menyesal nantinya,"
"San Diago," jawabku segera.
"Apakah di San Diago tidak banyak cd lagu modern?" Ia bertanya sambil membuka pintu gudang. Ketika ia membukanya, setumpuk kardus-kardus berjatuhan menibani dirinya. Aku segera berlari membantunya menahan beberapa kardus yang juga akan ikut jatuh.
"Astaga, aku lupa kalau gudang ini sudah lama sekali belum dirapikan," katanya sambil menyingkirkan kardus-kardus yang menimpanya. Ia berdiri dan menyeret sekotak kardus kedepanku.
"Ini koleksi record kami. Kami hanya memiliki 2 Kardus untuk ini karena sudah jarang sekali ada yang beli, hampir tak pernah malah, hanya beberapa orang"
"Kau punya karya Harry James?" tanyaku.
"Astaga carilah sendiri, aku lelah," keluhnya.
Aku mencibir mendengarnya namun tak mengatakan apapun. Setelah mencari dengan teliti dan terbatuk-batuk karena debunya yang tebal, aku menemukan piringan hitam Harry James dan Antonio Vivaldi. Setelah membayar kedua piringan hitam tersebut dengan harga uang lumayan mahal (orang tadi bersikukuh bahwa harganya pantas untuk barang yang kuno) aku kembali ke apertemenku.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Shadow (Avengers FF)
FanfictionSejak aku menerima tawaran seorang pria aneh dengan penutup mata hitam untuk berlatih sebagai agent SHIELD,hidupku berubah. Kekuatan dalam diriku yang telah kurahasiakan selama bertahun-tahun tampaknya sudah terkuak karena tanpa sepengetahuanku, nam...