Mie Kopi, Got Elektrik dan Tamasya Keluarga

250 20 9
                                    

Bangunan kecil di tengah hutan itu terlihat seperti gudang terbengkalai tak berpenghuni.

"Oke sip ini sih bener-bener deh, modus tindak kriminal, Asahi, hitungan ketiga kita lari." Bisik sang anak kedua ke anak ketiga.

Asahi melirik cemas ke depan, dimana orang itu sedang mengetuk pintu dengan irama nada lagu susu murni nasional (?) "Ihh, makanya kan dah aku bilangin dari awal, oke, satu, dua—"

Tiba-tiba suara berat menggelegar terdengar, "Apa passwordnya?"

'Nah loh apa lagi ini.' pikir kedua bocah ilang itu.

Orang berjas itu tanpa ragu menjawab. "Sendi sehat semangat gowes, ya."

"Aamiin," Balas suara itu lagi. "Silahkan masuk."

'Ya ampun ded mim.' Isami ingin komen tapi gak jadi.

"Bang kita jadi lari gak nih.."

.

.

.

"Maaf ya, malah bikin repot."

Jadi setelah dibubarkan secara paksa oleh Pak RT setempat, konser dadakan itu pun akhirnya selesai ketika langit sudah gelap. Pak RT pun mengomeli Katsumi selaku pemilik tempat itu tentang menjaga ketentraman sekitar ketika malam hari, ia pun pamit pergi, tapi sebelumnya ia membuat mas pemain harmonika itu menanda tangani kontrak yang mengharuskan dia main musik di acara sunatan anak Pak RT minggu depan.

Dan akhirnya di penghujung sesi 'meet and greet', si mas harmonika itu selesai memberikan tanda tangannya pada ibu terakhir dari barisan ibu-ibu. Ibu itu berterima kasih dan dengan berat hati meninggalkan tempat itu.

"Iya.. gak apa." Karena kaus dagangannya laku semua ketika diborong oleh asosiasi ibu-ibu kota Ayaka untuk menjadi tempat tanda tangan mas itu, Katsumi merasa ia gak berhak kesal, tapi kayaknya dia sekarang sudah enek mendengar tinung tinuning lagi. "... Mas Gai, kan ya?"

"Iya, Katsumi kan?" mereka memastikan nama masing-masing. "Tadinya mau main lagu untukmu saja tapi malah jadi ramai begini, haha."

"Haha."

Hahaha, tawa hambar kedua orang stress itu di tengah jalanan sepi malam-malam.

"Sebagai gantinya, biar aku traktir makan!"

"Eh? G-gak usah!"

"Gak apa, soalnya uang segini banyak juga bingung mau diapain." Kata Gai mengipas dirinya dengan segepok uang hasil saweran dari para penonton. Luar biasa.

Katsumi bimbang, di satu sisi dia seneng-seneng aja kalau dikasih makanan gratis, tapi di sisi lain kalau dia pergi terus ngunci rumah nanti ketika adek-adeknya pulang mereka berdua bakal ngegembel di jalanan malem-malem. Ngomong-ngomong kenapa dah gelap gini mereka belum balik?

Wah gak bener nih.

Ya udah kunciin bentar gak papa kali lah ya. Kan bisa di whatsap.

"Oke, sebentar ya!" Katsumi mengeluarkan handphonenya dan mengirim pesan singkat di grup chat bernama 'Upin, Ipin, Apin.' Yang namain Asahi.

'Heh anak-anak bebek, jam segini belom pulang juga. Pintunya abang kunci, kuncinya dibawa pergi sejam. Kalean ngungsi dulu gih ke warnet atau rental PS depan rumah Haji Arifin. Oke.'

Biasanya dua-duanya cepat respon, tapi ini pun baru ceklis dua tak ter-read. Ah paling abis paketan.

"Oke beres, ayo mas Ga—?" Katsumi nengok ke kanan dan ke kiri, orang itu raib dari pandangan.

Hotel Atrocious (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang