SEMBILAN

240 33 2
                                    

Kelas baru saja selesai. Dosen sudah keluar dari ruangan kelas yang terasa pengap karena hari ini dosen itu terus mengoceh tidak penting tentang kejadian yang mungkin ada dimasa depan seperti perubahan sistem ekonomi atau sarana penunjang yang semakin modern. Beliau hanya mengajarkan materi sekitar 30 menit dan selebihnya mengoceh hal yang membuat banyak mahasiswa mengangtuk mendengarnya.

Yooran duduk didekat jendela. Ia menatap keluar jendela. Ia memikirkan bagaimana keadaan Mirae dirumah sakit.

"Yooran-ah." Suara seorang pemuda membuyarkan lamunannya.

"Oh... Jiyoung-ah."

Pemuda itu mengulurkan buku berwarna hijau miliknya dari dalam tas. "Ini catatan yang kau minta tadi." Pemuda itu membuka buku dan berdiri disamping Yooran. Yooran mengelurakan ponselnya dari tas dan memotret semua lembaran buku yang ditunjukkan oleh Jiyoung.

"Terima kasih banyak Jiyoung." Yooran tersenyum manis. Ia harus bolos kemaren karena Mirae. Ia meminta tolong untuk melihat isi catatan pada Jiyoung.

"Sama-sama. Bagaimana keadaan Mirae?"

"Sudah lebih baik. Anak itu kuat kok."

Jiyoung mengangguk pelan. "Aku duluan ya Yooran." Jiyoung pamit pergi dan Yooran melambaikan tangannya beberapa kali. Saat Jiyoung menghilang dari balik pintu, Yooran langsung mengalihkan pandangannya kembali keluar jendela. Terlihat tumpukan salju yang baru saja dibersihkan di pinggir jalan, jalan licin nan beku, beberapa mahasiswa yang tampak mengeratkan jaket mereka dan berjalan cepat demi menghindar dari dingin yang kian hari kian menusuk.

Yooran terhanyut dengan pikirannya sendiri. Raut wajahnya berubah sendu. Keheningan dikelas yang sudah kosong semakin membuat Yooran melayangkan ingatannya entah kemana. Banyak memori-memori yang kembali terputar di otaknya. Kebanyakan kenangan yang tidak ia inginkan. Ini yang paling Yooran benci. Kenangan pengusik yang membuatnya kadang frustasi dengan dirinya sendiri. Tentang bagaimana ia merasakan luka hati untuk pertama kalinya. Tentang bagaimana kerasnya kehidupannya mengajarkannya untuk tetap bertahan.

Yooran buru-buru mengambil headset putih dari dalam tasnya dan memasangkannya ketelinga. Ia memasang lagu dari boyband terkenal dengan lirik penuh makna kehidupan, cara bertahan hidup dan berjuang dikehidupan lebih tepatnya. Yooran menarik nafas panjang dan menyandarkan tubuhnya pada bangku. Matanya terpejam menikmati alunan musik yang mengisi kepalanya. Lagu ini benar-benar luar biasa. Siapapun yang telah menciptakan lagu ini pastilah punya banyak kisah pahit yang ingin dia ceritakan pada dunia.

Seorang pemuda duduk disampingnya. Ia menatap Yooran yang masih mengenakan headset dan mata tertutup dengan sangat intens. Pemuda itu hanya terdiam, ia hanya memainkan jari-jarinya di atas meja.

"Jungkook-ah..." Panggil Yooran, masih dengan keadaan mata tertutup. Yooran segera melepas salah satu headset ditelinganya.

"Hmm..." Jungkook menyahut pelan. Sangat luar biasa jika Yooran bisa mengenali orang dengan mata yang tertutup dan hanya terpaku dari parfum yang pemuda itu kenakan. Sebuah kemampuan yang jarang dimiliki orang kebanyakan.

"Kau baik-baik saja? Kenapa belum keluar kelas?" Jungkook mengambil kotak pensil kecil milik Yooran dan memeriksa isinya. Ia mengelurkan satu persatu isinya dan mengecek apakah itu masih bisa digunakan atau tidak.

"Aku sedang malas."

"Kenapa malas? Apakah terjadi masalah?"

"Tidak. Oh, bagaimana kau bisa ada disini? Bagaimana kau tahu aku belum keluar kelas? Apa kau menguntitku?"

Jungkook terkekeh, "Hei nona, kau tidak bisa dihubungi sejak kemarin. Apa kau lihat berapa banyak aku mengirimimu pesan dan telpon?"

"Ponselku tertinggal diasrama kemarin. Aku terlalu lelah untuk mengabarimu semalam dan langsung tertidur sesampainya di kamar."

Jungkook mengambil salah satu headset yang dilepas Yooran dan menempelkannya ketelinganya, "Kau tidak baik-baik saja."

Yooran membuka matanya dan menatap Jungkook. Mereka saling pandang satu sama lain. Jungkook tahu Yooran sedang tidak baik-baik saja. Dari musik yang ia dengarkan, semuanya sudah jelas. Pasti terjadi sesuatu.

Yooran punya masalah telinga. Gendang telinganya telah rusak karena sebuah insiden kecil dan disarankan untuk tidak memakai headset. Yooran hanya memakainya jika sudah merasa tidak bisa bernafas lagi dan langsung melepasnya begitu telinganya mulai nyeri. Ia akan langsung memasang lagu yang sedang ia putar sekarang untuk membuatnya sedikit temotivasi dan memutarnya berulang-ulang. Lirik dari lagu itu membuatnya merasa lebih baik. Ia akan langsung merasa bersyukur atas apa yang ia punya hari ini dan membuang hal yang menyakitkan baginya. Lagu itu seperti obat penenang sesaat untuknya saat ia tidak bisa menangis.

"Saat kau kembali ke kampus kemarin, kakak Mirae datang. Ia terlihat sangat khawatir, terlihat jelas diwajahnya. Benar-benar kakak yang sangat baik." Wajah Yooran tertunduk. Airmatanya menggenang dan sedetik kemudian membasahi pipinya. Ponsel yang ada dipangkuan Yooran ikut basah terkena bulir-bulir airmata yang menetes deras dari pipi gadis itu.

Jungkook mengusap kepala Yooran. Ia langsung menatap sekelilingnya berharap tidak ada orang yang masuk kekelas dalam situasi ini. Ia paham betul apa yang Yooran rasakan. Jungkook ikut tertunduk diiringi isakan Yooran yang semakin menjadi. Gadis itu terlalu kuat menahan semua beban yang berada di hati dan pundaknya.

Jungkook mengalihkan pandangannya kearah lain. Masih dengan tangan yang mengusap lembut kepala Yooran. Pikirannya ikut terhenyak bersamaan dengan isakan kecil yang keluar dari bibir gadis itu.

"Mau makan sesuatu yang pedas? Aku yang traktir." Jungkook bukan orang yang pintar menghibur atau menenangkan orang lain. Ia tidak bisa membuat seorang gadis yang sedang menangis untuk berhenti. Ia tidak bisa membuat beban orang lain hilang karena lelucon atau apapun yang membuat mereka tertawa. Tapi Jungkook tipe yang setia terhadap temannya. Ia tahu betapa Yooran sangat hebat menyembunyikan perasaannya dengan keceriaan dan tawa setiap harinya. Namun beban tetaplah beban. Cepat atau lambat, harus ada medium untuk mengeluarkannya meski tidak menyelesaikan masalah apapun.

"Aku ingin daging sapi panggang." Sahut Yooran sambil menghapus airmatanya.

"Kau berusaha membuat aku bangkrut ya? Hei nona... Kau ini. Bagaimana bisa kau memeras pria tampan dan lugu seperti aku?!? Kau benar-benar mengerikan. Pergilah cari pria yang lebih kaya dan tampan yang bisa membuatmu bahagia." Jungkook berceloteh panjang. Ini tidak serius. Jungkook selalu begitu. Mungkin ini adalah caranya menghibur Yooran.

Jungkook langsung memasang wajah jutek, ia menarik tangannya dari kepala Yooran dan bersidekap dengan angkuh. Yooran terkekeh.

"Ahh... Oppa... Belikan aku daging sapi panggang. Oppa... Bbung... Bbung... Bbung." Yooran melakukan beberapa aegyo imut dihadapan Jungkook. Jungkook menarik bibirnya perlahan. Siapa yang tahan melihat wajah aegyo seimut itu.

"Berhentilah... Dasar kau ini." Jungkook balik menyerang Yooran dengan menggelitik pinggangnya. Gadis itu memberikan perlawanan. Perlahan, suasana berkabut dan menyakitkan dikelas berubah menjadi musim semi yang hangat. Jungkook memang bukan penghibur dan penenang yang baik, ia tidak bisa langsung menenangkan seseorang dengan kata-katanya. Namun ia tau cara memancing kejahilan Yooran dan dengan begitu Yooran kembali ceria. Tawa riang mengisi kelas. Pertanda Yooran kembali bangkit dan menegakkan bahunya. Bersiap menerima hujatan rasa sakit lain di hari-hari berikutnya. Selama ada Jungkook dan Mirae disampingnya, ia akan merasa baik-baik saja.

My Spring Day |Kim Taehyung| [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang