Melody menatap langit yang cerah, waktu lebih lambat dari pada yang kemarin-kemarin. Kali ini dia menghembuskan nafas perlahan mengingat bahwa sepanjang hidupnya dia sangat bosan melakukan aktifitas rutinnya setiap hari. Angin berhembus perlahan seakan menyetujui Melody. Melody memejamkan matanya berkonsentrasi untuk tidur sejenak dari rutinitas kesehariannya.
Gemerisik dedaunan membuat tidurnya sangat nyenyak, dirinya bahkan tidak tahu bahwa seseorang sudah berdiri disampingnya dalam waktu yang agak lama.
"hei tukang tidur! Bangun! Sekarang bukan saatnya untuk istirahat seenaknya" Nada menegurnya.
Melody yang terlelap dengan tidurnya menatap Nada dengan kesal, Nada membalas tajam menatapnya. Kebiasaan itu memang sering terjadi antara Melody dengan Nada, mereka selalu bertengkar seperti sebuah lagu yang tak beraturan. Nada berdecak pinggang sambil membawa keranjang penuh dengan apel yang dipetiknya dari kebun milik keluarga mereka.
"oooh masih mau bermain-main? Atau kubilang ibu agar kau cepat sadar?" kali ini Nada serius menanggapi kenakalan Melody.
Mendengar ada pengaduan kepada ibu Melody hanya bisa pasrah untuk tidak menolak. Dia tahu jika dirinya ketahuan bermalas-malasan dibawah pohon favoritnya dia akan dihukum membersihkan kandang kuda yang bau itu.
"ok baiklah kak Nada cerewet" Melody menjulurkan lidah ke arah kakaknya. Kakaknya yang kesal menimpuk Melody dengan sebuah apel, bukannya mengenai Melody apell itu malah ditangkap oleh Melody lantas dimakannya.
Melody menuju tempat ibunya berada, dirinya berjalan ria mengibaskan rambutnya yang tergerai.
hai Bu, ada yang bisa kubantu? tanya Melody. Ibunya melirik tajam kearahnya. Melody yang menatap mata ibunya seakan ingin memarahinya seketika terdiam dan salah tingkah.
"Mel sayang, sudah berapa kali ibu bilang jangan pernah tiduran saat kau memiliki pekerjaan yang belum selesai paham!" jwab ibu Melody dengan tajam.
Melody hanya merinding kengerian melihat ibunya menatap tajam dirinya. Mungkin sudah banyak sekali dia membuat kesalahan. Ibunya hanya bisa memegang kepalanya yang agak pusing.
"Melody tolong ambilkan ibu bibit yang baru di ruang bawah tanah" Melody hanya memberi hormat tanda dia akan melaksanakan tugas tersebut.
Cukup mudah bagi melody untuk sekedar mengabil bibit pohon apell walaupun dirinya tak pernah ikut bagian dalam proses masuk kedalam ruang bawah tanah. Maklum saja dirinya takut pada kegelapan dan sekarang usianya sudah 15 tahun masa remaja. Sekarang yang ditakutkannya adalah ibunya yang galak.
Bibit itu berada diatas rak, walaupun memasuki usia remaja tingginy tidak seperti kakaknya
"akh sial, kenapa sih dengan tubuh ini?" Melody bergumam kesal karena tingginya yang tidak mencapai rak tersebut. Dirinya harus berjinjit untuk meraih ujung rak itu. Saat tangannya mencapai rak terdengar suara krek dari atasnya. Seketika rak itu patah dan menghamburkan semua bibit apell, sebuah benda menghantam kepala Melody 'tuk' .
"AAW!" Melody mengaduh kesakitan.
"apaan sih yang jatuh?" gumam Melody kesal dengan apa yang dialaminya. Melody melihat ujung kakinya, dia mengambil kotak yang menimpa kepalanya disana tertulis
OTHERS LIFE
Di kotaknya terdapat ukiran menyerupai manusia, namun memiliki telinga yang runcing, juga gambar lainnya yaitu seseorang dengan tongkat berada ditangannya. Melody mulai penasaran.
ah mungkin cuma papan permainan? ucapnya sembari membuka kotak itu.
Dua buah bola seukuran bola ping-pong terlihat. Yang satu berwarna oranye keemasan dan satu lagi berwarna biru kelabu. masing masingnya ditempatkan di dalam kotak tersebut. Di dalam kotak terdapat tulisan.
De weg naar de middenwereld
"de- w..eg naar de- mi..d...enwe..re..ld?" Ucap Melody patah-patah. Dua bola tadi bersinar terang seketika. Kepulan asap membanjiri lantai, dua bola tadi terbang ke bawah kaki Melody. Dua bola itu berputar membentuk spiral seperti angin topan menyelimuti tubuh Melody. Seketika pandangan Melody menjadi putih. Pikirannya mulai kacau seakan dunia berputar-putar di pikirannya, dirinya sangat mual. Pandangan putihnya berangsur pudar, tetapi pikirannya tetap saja masih pusing. Karena tak tahan dengan pusing itu dia terjatuh ke bawah. Rasa mual sudah tak bisa di bendung lagi, dia kali ini benar-benar muntah.
Angin berhembus kencang, langit tampak lebih cerah dari pada di rumahnya, disekelilingnya terbentuk empat pilar dengan tulisan aneh,tempatnya berpijak juga tergambar sesuatu yang aneh. Melody melihat sekelilingnya sambil memegangi kepalanya yg masih pusing. Padang rerumputan hijau terlihat.
"i..ni di..mana?" tanyanya pada diri sendiri.
Seseorang terlihat datang menghampirinya, tubuhnya terlihat tinggi dan ramping, dia memakai pakaian yang belum pernah dilihat dirinya dan telinganya berbentuk lancip.
"si..siapa kau?" tanya Melody dengan takut.
"akh... kenapa malah jadi manusia? Sial.. "maki seorang itu.
"hei berdiri bocah!" perintahnya. Melody berdiri sambil menatap wajah lelaki itu. Menurutnya tampan seperti ada dalam wajah lelaki itu, bersinar layaknya rembulan.
"kau siapa?" tanya Melody sekali lagi.
"aku adalah Reaven, sekarang aku adalah tuanmu" jawab Reaven lugas. Wajah Melody bingung bercampur kesal.
"APA!!!! Kau tuanku? Apa kau sedang bermimpi? Hey sadarlah! Baru saja kita bertemu kenal saja belum, sudah main jadi tuan rumah? Cih menyebalkan." Jawab Melody dengan nada kesal. Reaven menatap tajam Melody, dua pandangan yang saling menusuk.
"baiklah jika itu mau mu, aku pergi sendiri saja dari sini" Reaven tak pikir panjang, dia berbalik meninggalkan Melody sendirian. Melody yang kesal berubah menjadi bingung dan panik, bingung karena tak tahu ini dimana, dan panik akan ditinggal sendirian.
"eeh.. t..tunggu bagaimana caraku pulang?" tanyanya ketakutan.
"aku tidak tahu, sampai jumpa. Dan hati-hati dengan para goblin mereka suka memakan daging manusia segar sepertimu" ucap Reaven dengan melangkah meninggalkan Melody.
Suara-suara aneh mulai bermunculan di pikiran Melody. Dirinya kini ketakutan, tubuhnya bergemetar, kakinya mulai lemas tanpa pikir panjang lagi dia memanggil Reaven yang dipanggil menoleh. Butuh keberanian Melody mengucapkannya.
"b..bolehkah a..ku ikut denganmu? Aku takut sekali" Melody menunduk pasrah, dia akan tenang bila Reaven menjawab iya namun apabila tidak maka dia akan pasrah duduk lemas menunggu kematiannya tiba akan goblin.
"tentu, mengapa tidak?" wajah Melody terlihat bahagia, dirinya terharu karena terlepas dari kematian para goblin.
"hey, kita akan pergi atau menunggu seharian goblin datang memakanmu?" goda Reaven. Melody tertawa kecil lantas menimpuk Reaven dengan batu kerikil yang ditemukannya.
Reaven mulai berjalan meninggalkan tempat summoners (tempat memanggil. Biasanya yang dipanggil akan menjadi budak si pemanggil, dan yang dipanggil berupa hewan,peri atau para monster, namun dalam berbeda kasus seperti kekuatan si pemanggil)
Melody mulai mengikuti langkah Reaven, perjalanan mereka baru saja dimulai.
[][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][][]