Class 9

78 10 4
                                    

Lima orang itu duduk dengan sangat canggung. Mereka duduk di beranda di depan salah satu ruang serba guna. Angin segar yang berhembus pelan tak mampu memecah ketegangan yang menguap di udara.

"Sejauh yang aku ingat, aku ingin berbicara dengan Emily." Robert berdiri. Memandang Emily dengan tajam. "Lalu kenapa ada banyak sekali orang disini?"

"Ahh... itu..." Emily mencoba berbicara namun Robert langsung memotongnya.

"Sabrina.. Bukankah kamu ada janji dengan ibu? Kenapa masih disini?!" Robert mengalihkan pandangannya pada adiknya.

"Aku mencarimu, bukankah kakak sudah tidak ada kelas? Ayo pulang bersama." Sabrina berdiri, hendak menggandeng Robert untuk segera pulang.

"Aku masih ada urusan dengan Emy. Kamu pulanglah dulu."

Senyum di bibir Sabrina langsung sirna. Dia melirik Emily dengan tajam. "Why?! Kenapa Emily selalu lebih penting dariku!" Sabrina berlari pergi. Dia terlihat benar-benar marah.

Robert tak menghiraukannya. Sabrina memang selalu cemburu pada Emily sedari kecil.

"Sekarang, apa urusan kalian berdua disini?"  Giliran Alaric dan Elizabeth yang menjadi sasaran Robert.

Robert memang terkenal sebagai calon Duke yang sangat dingin. Kemampuan berperangnya luar biasa, dia juga ahli strategi. Dia benar-benar tentara andalan Plenamory. Dan dia selalu berada disisi Emily sejak kecil. Meski banyak yang menghasutnya agar dia bermusuhan dengan Emily. Robert tidak bergeming sedikitpun. Dia tetap berdiri tegak disamping Emily. Tak tergoyahkan.

"Aku yang mengajak mereka kemari Roby. Mereka juga ingin tahu tentang perjodohanku." Emily mencoba tersenyum. Aura mendominasi Robert benar-benar menyesakkan. 

Robert diam sejenak. Menimbang-nimbang apa yang ingin dia katakan.

"Baiklah. Sekarang.." Robert tersenyum sambil menatap Emily tajam. "Saatnya menjelaskan Emily."

Emily menarik nafas dalam. "Seperti yang kalian tahu. Aku dijodohkan dengan Earl."

"Apa?" Alaric berteriak spontan. Terkejut dengan perkataan Emily. "Bukankah waktu itu kamu bilang dia hanya pangeran yang sedang menginap diistana, itu saja kan?"

"Uhmm... Itu.." Emily merasa bersalah karena tidak jujur pada Alaric.  "Aku.. sengaja tidak mengatakannya padamu karena tidak ingin kamu terkejut Al. Maaf."

"Ha.. Aku tidak tahu harus berkata apa sekarang!" Alaric terlihat kecewa.

"Al, setidaknya kamu tahu siapa itu Earl. Sedangkan aku! Tidak tahu siapa dan apa yang terjadi pada adikku tersayang." Robert terlihat tidak suka karena hanya dirinya yang tidak tahu apapun.

"Aku minta maaf pada kalian semua, okay?" Emily benar-benar merasa bersalah. "Aku tidak bermaksud menyembunyikannya. AKu hanya tidak ingin membuat kalian khawatir. Dan lagi Roby, kamu sangat sibuk seminggu ini! Jangan terus menyalahkanku. Kamu bahkan tak pernah membalas SMS ku!"

"Kalian semua stop. Kita ditempat umum. Jaga perilaku kalian." Elizabeth yang terlihat paling tenang diantara mereka mencoba melerai perang yang hampir pecah.

Semua diam mendengar penuturan Elizabeth. Menyadari kesalahan mereka. Bagaimanapun juga mereka adalah bangsawan kelas atas. Sangat tidak pantas kalau mereka meninggikan suara di tempat umum.

"Ayah menjodohkanku dengan pangeran dari Northen." Emily memulai ceritanya saat semua orang sudah terlihat tenang. "Tapi, karena aku dan Earl sama-sama menentang perjodohan ini akhirnya kami datang dengan sebuah ide. Kami, akan mendirikan prince academy. Untuk mencari seseorang yang benar-benar kuinginkan dan sekaligus juga mampu mendampingiku memimpin negeri ini."

Prince AcademyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang