Chapter 10 : Rencana

298 27 0
                                    

   Jalanan terlihat macet, Felicia terdiam sambil memandangi keluar jendela mobil. Alan menoleh pada gadisnya itu dengan heran, apa yang tengah ia pikirkan kini? Dari waktu Alan menjemputnya tadi gadisnya itu sudah terdiam seperti itu.

   Alan menghembuskan napasnya pelan, ia lalu menyentuh tangan Felicia dan mengenggamnya dengan lembut membuat Felicia tersentak lalu menoleh memandangi Alan. Mata mereka saling bertabrakan, Felicia terpaku menatap mata biru malam Alan yang menatapnya dalam seakan mencari sesuatu dimatanya membuat gadis itu gelisah dalam seketika.

    "Kamu kenapa lagi sekarang? Mikirin tentang kasus itu ya?" tanya Alan membuka suara.

    "Hem. Mas...Mas bolehin Cia nyelesain kasus ini kan?"

    "Kamu minta izin sama Mas nih ceritanya?" tanya Alan membuat Felicia memandang aneh dirinya.

    "Iya kenapa emangnya?"

    "Nada kamu kayak ngancam loh sayang. Lagian tumben juga, biasanya kan main nyelesain aja, nanti kegiatan kamu ya...Mas tau aja," ucap Alan.

    "Ya kan antisipasi, nanti kena omel lagi," ucap Felicia yang dibalas kekehan oleh Alan.

    Alan mengelus lembut kepala Felicia lalu mengenggam tangan gadis itu dengan mata yang fokus ke depan. Felicia memandang Alan lekat, tampaknya ada yang aneh dari pria itu.

    "Mas...Mas kenapa? Kok kayaknya senang banget?" tanya Felicia.

    "Hm? Senang? Ya senang soalnya hari ini Mas bisa jalan bareng kamu," jawab Alan yang dalam sekejap menimbulkan rona merah dipipi Felicia.

   "Cie...yang pipinya merah."

   "Ih! Apaan sih. Mas ya, jangan ngalihin topik deh. Pasti bukan itukan? Ada yang lainkan?" tanya Felicia membuat Alan terkekeh.

    "Gak sayang, serius cuma itu doang. Emang kalau yang lain apa coba?"

   "Ya bisa jadikan karena menang habis ngalahin para tetua, atau habis bunuh orang," ucap Felicia sambil bersandar dikursinya.

   "Cia, Mas gak segitunya."

   "Really? Yakin hari ini gak ada?" tanya Felicia sambil tersenyum miring.

   "Oke Mas gak bisa bilang nggak," balas Alan membuat Felicia terkekeh.

   "Sayang kamu lucu deh," ucap Felicia membuat Alan melirik gadis itu dengan bingung. Apa maksudnya itu.

   "Lucu? Apanya?"

   "Ya lucu aja."

   Beberapa saat keheningan melanda keduanya, Felicia memandang lekat Alam yang sedang menyetir, pria itu tampak bingung sepertinya masih memikirkan ucapannya.

   "Cia, sekarang kita mau kemana? Mall?" tanya Alan membuka topik.

   "Cia lagi gak mood belanja, kita jalan-jalan di taman aja yuk!" ajak Felicia dengan semangat.

  "Dengan kamu yang pakai baju sekolah?"

  "Ya gak lah. Kita ke markas Huriya dulu ya," ucap Felicia mengingat ada beberapa pakaiannya yang sengaja dia tinggalkan di markas.

    "Sesuai keinginan, Madam," ucap Alan dengan nada hormat membuat Felicia terkekeh geli.

   "Oh ya Mas. Cia jadi kepikiran deh, waktu Cia ketemu dengan bawahan Mahabala...dia bilang Cia baunya kayak Mas dan juga dia kayaknya takut sama Mas. Apa semua makhluk astral takut ya sama Mas? Terus yang Neandro itu siapa?"

    "Seperti guardian. Itu turunan dari keluarga Rafailah, hantu yang jaga setiap anak yang lahir di keluarga. Kayak terikat satu sama lain," jelas Alan, "Ya semacam Scarlett."

I Am Felicia (Slow Up)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang