C. 71 ❄ "Ice"

17 3 0
                                    

Author pov.

Levi dapat merasakan tubuhnya bergetar, tatapan mata itu dingin. Lebih dingin dari yang ia kira. Selama ini ia selalu berpikir tidak akan ada satu pun manusia yang dapat membuatnya bergetar ketakutkan, tetapi sekarang ia menjilat ludahnya sendiri.

"Jadi selama ini kau yang telah menyebarkan berita palsu itu?"

Perempuan dihadapannya itu tersenyum tipis, tatapannya berubah lesu. Jari lentiknya memainkan resleting mantel hitam tersebut. "Tidak, untuk apa susah susah menyebarkan berita itu dengan tanganku sendiri."

Levi mengerutkan dahinya, amarah nya melunjak, ia tidak menyangka akan dipermainkan seperti ini "Untuk apa merepotkan diri sendiri? Dengan reputasiku mana mungkin aku bisa menyebarkan berita palsu seperti itu? Levi kau kurang teliti dalam memilih teman rupanya."

Perempuan tersebut tersenyum menang, tangannya meraih botol plastik yang berisikan kopi kesukaannya tersebut sedikit demi sedikit meminumnya.

"Kau punya Julian disisimu, kau mempunyai Melody dan Victoria, kau juga punya Ayu, Ayas dan Rahma disisimu. Jangan lupakan juga Dilla, siapa lagi yang akan kau tarik dalam permainan kita? Aku hanya ingin bermain denganmu dan kau melakukan tipu daya seperti ini?"

Levi menggelengkan kepalanya, bagaimana bisa semua gerakannya terlihat seperti ini?

"Kau tidak bisa berkerja sendiri, kau menggunakan mereka tanpa melihat kekurangannya. Kau jelas tidak berpengalaman dalam hal ini ya.."

Perempuan tersebut menarik handphonenya dari saku gaunnya, membukanya dan memperlihatkan foto  yang sedikit buram kepada Levi.

"Kau kecolongan, dan kau belum melihatnya?"

Levi menarik paksa handphone dari tangan perempuan didepannya.

"Siapa ini?"

Foto buram itu menampilkan seseorang didepan komputer mengetik sesuatu yang Levi ketahui sudah menjualnya ketangan musuh, muka Levi memerah menahan amarah.

"Kenapa bertanya padaku? Pengkhianat itu jelas bukan dariku. Dan juga kenapa perlu aku memberitahumu? Jika kau kecolongan aku akan menang lebih cepat, aku akan mendapat keuntungannya"

Levi menatap tajam Luna, membuat perempuan berdarah dingin tersebut tersenyum licik, "Tapi Levi, aku hanya ingin bermain denganmu. Aku tidak ingin ada kubu ketiga diantara permainan kita. Jadi tolong selesaikanlah dengan cepat, setelah itu kita bisa melanjutkan ini lagi."

Luna menarik kembali handphonenya, kemudian tangan menarik tangan Levi menaruhnya diatas meja.

"Apakah kita sudah selesai bicaranya? Aku ingin pulang"

Levi berkedip, tidak menyangka Luna akan merubah sifatnya dengan cepat, tatapan dinginnya meleleh tergantikan dengan tatapan lelah yang jarang ia tunjukan.

"Baiklah, mari kita pulang"

Keduanya berdiri dari tempat duduk, keluar dari cafe dengan bergandengan tangan seakan mereka adalah sepasang kekasih, ironi sekali.

"Kau terlihat capek, padahal yang kita lakukan hanya meminum kopi dan berbicara."

Luna tersenyum tipis, genggaman tangannya dilengan Levi mengerat, membuat lelaki itu terlihat canggung.

"Setiap kali berhadapan denganmu aku selalu lelah seperti ini"

Levi tersenyum, tangannya mengelus pucuk kepala Luna, "Lucu sekali"

Keduanya membeli tiket kereta dan segera memasukinya sebelum jam menunjukan pukul 8, mereka sudah harus pulang sebelum jam 9.

"Bisakah kita mampir sebentar? Kita kekurangan bahan di rumah"

Luna mengeluarkan handphonenya dan memperlihatkan bahan makanan yang sudah habis, Levi menganggukan kepalanya, mengiyakan permintaan Luna.

'Kenapa jadi seperti ini? Aku seharusnya dapat melilitkan dia dibawah kendaliku. Kenapa jadi aku yang mengikuti semua permintaannya' Gusar Levi dalam hatinya.

Keduanya turun dari kereta dan keluar dari stasiun. Keduanya tidak banyak bicara tetapi tatapan orang orang tetap tertuju pada mereka, bisikan bisikan juga terdengar jelas.

"Benar benar sepasang kekasih yang cocok."

"Apakah mereka sudah menikah?"

"Perempuannya cantik, lelakinya juga tampan. Cocok sekali"

Levi menundukan kepalanya, ia benar benar tidak menyangka jika perhatian yang mereka dapatkan sebanyak ini.

"Aku menyesal keluar seperti ini" Bisik Luna

Levi tersenyum, menarik Luna kearah dirinya, tidak membiarkan perempuan tersebut mengambil jarak.

"Biarkan mereka berpikir seperti itu. Lagipula hanya kita yang tau kebenarannya"

Luna menghelakan nafasnya, ia mendekati wajahnya ketelinga Levi, "Lepaskan, aku susah berjalan seperti ini"

Levi tersenyum geli, ia melihat kebawah, pantas sekali ia terlihat tinggi hari ini. Heels 5 inci itu membuatnya terlihat terlalu tinggi .

"Jika kau tidak memakai heels mungkin akan lebih susah"

Luna memukul dada Levi membuat lelaki itu tertawa, kali ini ia tau jika Luna tidak suka diejek mengenai tinggi badannya.

"Berhentilah tertawa bangsat."

Levi kembali tertawa lepas mendengar umpatan Luna, baru kali ini ia mendapatkan umpatan kasar itu darinya.

"Baiklah"

Keduanya berjalan menuju groceries store, membeli bahan makanan pulang.

"Aku akan membawamu kebawah lututku Luna"

Levi berkata tiba tiba saat mereka sudah sampai berada di villa, Luna tersenyum, ia melepaskan genggaman tangannya dari lengan Levi.

"Dan aku akan menempatkanmu di atas es seperti yang lain."

Tanpa menunggu jawaban dari Levi, Luna membuka pintu villa dan melihat Abraham sudah menunggunya di depan pintu. tanagn Abraham dilipat didepan dada, matanya menatap tajam kearah Levi.

"Berhentilah bermain main dengan Luna, Levi."

Levi berdecak kesal, tangannya menyerahkan kantong plastik berisikan makanan kepada Luna yang sudah mengganti sepatunya ke sendal rumah.

"Ini perintah"

Levi berdecak kagum mendengar nada bicara Abraham, tidak menyangka jika efek Garnet masih melekat erat di Abraham.

"Baiklah, tapi dengar ini"

Levi menepuk pundak Abraham dan memberikannya tatapan tajam, "Kau sudah berada diatas es sekarang karnanya Abraham, lindungi dirimu sendiri lalu barulah lindunginya."

Levi tersenyum licik dan melanjutkan perkataannya, "Karna Luna tidak seperti apa yang kau pikirkan"

TBC.

Didn't Last LongWhere stories live. Discover now