Earl sampai di Plenamory saat hampir jam makan malam. Dia sudah menata hatinya. Dia menampakkan pribadi ceria nya yang biasanya. Menekan sekeras mungkin perasaannya yang sedang benar-benar hancur.
Emily membuka pintu kamarnya karena mendengar langkah kaki yang dia yakin itu adalah Earl. "Baru sampai Earl?"
Earl mengangguk sambil memamerkan senyum andalannya. Berusaha tampil senormal mungkin. "Ya, aku mau mandi dulu ya. Gerah." Earl membungkuk memberi hormat dan berlalu ke kamarnya.
Emily kembali ke depan cermin besar di kamarnya. Membiarkan para maid mendandani dirinya. Dia mengenakan dress berwarna merah muda yang ringan. Para maid membujuknya untuk mengenakan gaun malam yang lebih formal. Namun Emily menolaknya. Dia lebih menyukai dress pendek yang ringan dipakai. Lagipula ini bukan acara formal kan? Hanya makan malam bersama keluarga saja.
"Pasti ada sesuatu yang terjadi." Emily bergumam tak jelas. "Wajah Earl kelihatan aneh."
"Sudah selesai tuan putri."
Emily memandang dirinya di dalam cermin. "Hahhh Aku harus berterima kasih pada ayah dan ibu karena menurunkan gen yang membuatku semenawan ini." Emily mengedip pada dirinya sendiri. "ahhh aku benar-benar cantik."
Para maid tersenyum senang melihat tuan putrinya menyukai hasil karya mereka. Sangat menyenangkan bagi mereka untuk mendandani Emily. Karena dia cocok mengenakan pakaian apa saja. Bentuk wajahnya pun cocok dengan model rambut apapun.
"Sofi, tolong sampaikan pada Earl aku menunggunya ditaman samping kamarku ya. Ada yang ingin ku bicarakan."
"Tapi putri, jamuan makan malam sebentar lagi dimulai." Sofi tampak tak setuju.
"Sebentar saja. Ya?" Emily mencoba membujuk. Dan Sofi tidak akan bisa menang jika Emily sudah memasang tampang memohon seperti itu.
"Baiklah." Sofi mengalah dan bergegas menuju kamar Earl. Emily sendiri segera menuju taman. Dia tahu benar, Earl tidak baik-baik saja.
"Emy.. kamu mencariku?" Earl menyapa Emily yang duduk santai di ayunan panjang. Earl mengambil duduk di sampingnya.
Earl tampak lebih segar setelah mandi. Dia memakai setelan jeans hitam dan kemeja hijau pucat, ditambah dengan vest warna gelap dengan nuansa etnik yang sangat apik. Singkatnya, dia benar-benar tampan.
Emily menepuk bahunya sendiri. "Ini, aku pinjamkan padamu."
Earl mengangkat sebelah alisnya. "Apa kamu sedang mencoba menggodaku Emy?"
Emily memutar bola matanya dengan sebal. "Hei, aku sedang bersikap baik padamu. Jangan merusak suasana."
Earl memiringkan kepalanya. "Mengapa kamu berpikir aku membutuhkan bahu sekarang huh? Aku akan lebih senang kalau kamu menawarkan yang lain Emy." Earl mengedipkan matanya, menggoda Emily.
Apa-apaan sih pangeran tengil ini. Aku menyesal sudah mengkhawatirkannya. "Uhh! Lupakan." Emily beranjak dari duduknya dan hendak menuju ruang makan. Sudah waktunya acara dimulai.
Earl menarik tangan Emily. Dan menariknya mendekat ke arahnya. Earl bangkit dari duduknya dan dia menyandarkan kepalanya pada bahu Emily. Menghirup aroma Emily yang dengan ajaib selalu membuatnya sangat rileks. "Terima kasih." bisiknya.
Emily mengelus kepala Earl dengan hati-hati. "Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi percayalah, semua pasti akan berlalu. Dan kamu akan baik-baik saja nanti."
Earl tersenyum. Dadanya menghangat. Bahkan orang luar seperti Emily bisa sangat pengertian padanya. Tapi... orang-orang yang harusnya paling dekat denganku malah....
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Academy
أدب المراهقينAku princess Emily, seorang putri dari kerajaan plenamory seperti cerita di novel-novel itu, AKU DIJODOHKAN!!! Tapi kisahku tak akan menjadi se klise novel-novel teenlit Karena pangeran yang di jodohkan denganku justru membantuku untuk menemukan cal...