Mendung

5 0 0
                                    

Deva dan Luna sudah terbiasa untuk bermain tanpa ketahuan. Justru kini mereka berdua semakin lincah beralasan. Luna bahkan masih bisa bermanja pada Ms. Joan. Menampilkan wajah kekanakan layaknya murid kesayangan. Deva masih bisa berakting untuk menjadi suami yang selalu memanggil nama kesayangan "Anne". Alias Ms. Joan. Hanya Deva yang memanggilnya dengan sebutan Anne.

Drrrtt drrrtt  pesan masuk pada ponsel Deva

Luna : malam ini jadikan menikmati wine dirumahku?

Deva : Tentu. Akan kubawakan wine ternikmat untukmu

Deva membalasnya dengan antusias.

"Anne" Sapa Deva sambil memeluk istrinya dari belakang. Bagus, hebat sekali aktingmu Dev.

"Ada apa Dev?" balas Anne sambil mengusap tangan suaminya yang melingkar pada pinggangnya.

"Aku harus pergi malam ini. Mungkin untuk beberapa malam. Karena ada yang harus kuurus untuk acaraku"

"Benarkah?" Tanya Anne, membuat Deva mulai mencari alasan yang lebih meyakinkan.

"Kenapa dadakan sekali?" Tanya Anne ulang

"Maafkan aku, karena aku baru dikabari dadakan"

"Mana mungkin dadakan, tapi kau sudah menyiapkan kopermu?"

Dev mulai merasa bingung. Tidak biasanya Anne banyak bertanya.

"Baiklah, pasti aku akan merindukanmu" Jawab Anne sambil tersenyum. Membuat Deva merasa lega.

"Baiklah, aku pergi dulu" Deva mencium kening Anne

"Tunggu dulu!" Tahan Anne sambil tetap memegang tangan Deva yang melingkar dipinggangnya. Bahkan kini genggamannya jauh lebih kuat.

"Ada apa?" Tanya Deva

"Apakau merasakannya?" malah kini Anne yang berbalik bertanya

"Apa"

"Kau tidak merasakan apa yang ada didalam perutku?"

"Apa maksudmu?"

Anne hanya tersenyum. Deva mulai memahami arti senyuman Anne.

"Benarkah?" Tanya Deva dengan penasaran namun bahagia

Anne mulai mengeluarkan benda dari saku celananya. Benda dengan dua garis biru.

Deva sontak langsung memeluk Anne. Perasaanya sangat senang karena berita gembira Anne. Bahkan ia sampai berkaca-kaca.

"Dev, bisakah kau tak pergi?" Pertanyaan Anne membuat Deva semakin terkejut untuk kedua kalinya. Ia teringat pada Luna.

Bagaimana ini? Bagaimana mungkin aku akan melanjutkan ini. Aku akan memiliki momongan

"Mungkin aku bisa kembali dengan cepat." Jawab Deva secara singkat. Ia langsung pamit untuk tetap pergi menjemput Luna.

Selama diperjalanan, Deva berpikir sangat keras. Ia merasa stuck disituasi ini. Ia memarkirkan mobil sedannya di sebuah kafe, dan Luna sudah menunggu.

"Hai Dev" sapa Luna sambil ingin mencium Dev. Namun kali ini Dev menghindar. Luna curiga tapi tak menanggapinya.

"Tumben kau telat" ujar Luna

"Luna, kita harus bicara" ujar Deva dengan serius

"Katakan"

"Aku kira kita harus menghentikan semua ini"

"Apa maksudmu?" tanya Luna yang mulai tersinggung.

"Aku tak bisa melanjutkan ini. Aku akan memiliki seorang anak"

"Lalu kau akan meninggalkanku?"

"Luna, maafkan aku, tapi aku tak mau jatuh pada kesalahan yang lebih dalam"

"Kau gila Dev. Apa kau tidak mencintaiku?"

"Luna, kumohon, pahami situasiku"

"Kau egois Dev. Turunkan aku sekarang"

"Lun-"

"Sekarang Dev!" Teriak Luna

Deva langsung memberhentikan Mobilnya. Luna yang sudah naik pitam langsung keluar dari mobil dan berlari.

Deva menyusul keluar untuk mengejar Luna, dan menenangkannya. Ia menahan Luna, namun Lina berhasil lolos, menghempaskan genggaman Deva.

Luna tetap berjalan sambil menangis, tanpa menoleh kebelakang untuk memerhatikan Deva yang sedari tadi mengejarnya. Tiba-tiba

BRUKKKKK!

Mendengar suara itu Luna langsung berbalik, 

Mendapati Dev yang sudah terpental didepan sebuah mobil dengan berlumuran darah.


                                                                            .....

Luna yang panik menunggu Dev di depan ruangan. Menunggu hasil penanganan dokter. Ia sudah tidak peduli bagaimana penampilannya saat ini. Bajunya sudah berlumuran darah Dev. Rambutnya sudah berantakan. Mascara nya sudah mulai meluntur tidak berbentuk karena menangis cukup lama.

Prakk!! 

Luna merasakan hantaman keras pada pipinya dari tangan mungil.

Tangan mungil itu milik Ms. Joan.

Ms. Joan dengan penampilan yang sama kacaunya dengan Luna, mulai menangis.

"Kau, sudah cukup menyakitiku Luna"

....

"Kau masih ingin menyakiti suamiku"

....

Luna hanya bisa terdiam.

"Luna, apa kau gila Luna? Aku menyayangimu Luna. Aku selalu mendengarkan keluhmu. Aku selalu berusaha membantumu dengan sebisaku. Aku bahkan selalu ingin membantumu, aku tak mau bakatmu disepelekan, aku tak mau bakatmu sia-sia tak berguna. Tapi ini balasannya?!"

Ms. Joan sudah mulai menggila , dan meluapkan seluruh emosinya.

"Aku mencintainya" Jawab Luna dengan sangat lirih.

"TAPI DIA MILIKKU LUNA!" Ms. Joan semakin berteriak tak terkendali.

Luna mulai menangis.

"Tinggalkan dia Luna, kumohon" ujar Ms. Joan sambil memeluk Luna.

Tangis Luna semakin pecah. Luna mulai menggila dengan menangis.


Maafkan aku Ms. Joan, aku telah mengkhianatimu. Tapi aku sungguh mencintainya.

Luna mulai menyadari situasinya, namun ia belum bisa menerimanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Malam. Deva & LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang