19. Tumbler

197 26 7
                                    

***

"Althaf kalau menghafal, fokuskan dulu pikirannya. Makanya hafalan susah masuk, orang pikirannya kemana-mana", suara terdengar ketika Dea hendak masuk kedalam rumah.

Jam sudah menunjukkan pukul 23.08, Dea baru pulang kerumah dari aula. Bisa dibilang dia yang terakhir kembali bersama ustazah aisyah. Hanya saja ustazah aisyah menginap di asrama bersama 5 ustazah lainnya.

"assalamualaikum...", ucap Dea kecil karna ia tau disana sedang ada situan rumah.

Syarif menoleh kearah pintu samping, dan mendapati Dea yang baru masuk.

"Dea, baru balik nak?", tanya Syarif begitu melihat Dea.

Dea mengangguk kecil, "iya ayah",ucap nya. Karna sudah saling mengenal sejak lama. Dea sudah terbiasa memanggil dengan sebutan 'Ayah'.

Althaf melirik Dea dengan ujung matanya. Melihat gelagat Dea seperti saat ini sangat berbeda dengan sifat nya ketika berbicara dengan Althaf.

"hari ini udah setor berapa pojok?", tanya Syarif ramah.

Dea tersenyum, "alhamdulillah, hari ini udah satu juz", ucap Dea agak keras, agar Althaf juga ikut mendengar.

Althaf langsung melihat Dea dengan tatapan makin aneh.

"alhamdulillah, padahal baru hari ke dua", ucap Syarif bangga.

Dea hanya tersenyum, "Dea pamit naik ke atas dulu ya", pamit Dea sopan.

Setelah itu, Dea langsung bergegas naik keatas. Disisi lain, Syarif menatap anak sematawayang nya saat ini.

"kamu udah setor berapa?",tanya Syarif mengintimidasi.

Althaf menyenderkan punggungnya ke sandaran sofa.

"enam lembar",jawab nya singkat.

"besok selesain empat lembar lagi, biar dapet satu juz", ucap Syarif dan bergegas meninggalkan Althaf disana.

Althaf hanya memutar bola matanya jengah. Selanjutnya, ia juga ikutan naik kekamarnya.

Ketika Althaf hendak membuka pintu kamarnya, ia melihat pintu balkon belakang yang terbuka. Ia berfikir pasti ada orang disana.

Perlahan Althaf berjalan mendekat, ia melihat seorang cewek dengan jelbab navinya sedang duduk bersila diatas sebuah kursi.

Althaf melipat bibirnya kedalam, ia berfikir pasti itu Dea.

"ekhem", dehem Althaf membuat Dea berbalik.

Dea tak menghiraukan deheman Althaf. Ia malah menutup Qurannya dan meminum air yang ia bawa dari kamarnya.

"apa?", tanya Dea judes.

Althaf terkekeh, "dih, judes banget lo", jawab Althaf sambil duduk dikursi yang tersisa disana.

Dea hanya diam sambil menatap langit. Ia memeluk kedua kakinya.
Dari umurnya 13 tahun, ia sudah mulai dikirim kedaurah setiap Ramadhannya. Jadi ia sudah terbiasa bila setiap Ramadhan tidak bersama kedua orang tuanya.

"lo belum ngantuk?",tanya Althaf tiba-tiba.

Dea menatap, "belum, tadi aku dikasih kopi sama ustazah. Gak ngantuk deh jadinya"

Althaf mengangguk, "heum, bisa gue pastiin, lo bakal telat bangun buat sholat malam", prediksi Althaf dengan nada mengejek.

Dea hanya memutar bola matanya. Ia tak peduli.

"lo beneran udah nyetor satu juz?", tanya Althaf lagi.

Dea terkekeh, "kepo!", jawabnya cepat.

PARADOXTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang