Melepasmu.

283 30 9
                                    

Bel sudah berbunyi sejak lima menit yang lalu sebagai tanda berakhirnya belajar hari ini. Kelasku sudah cukup sepi, hanya ada beberapa siswa saja, termasuk Alynna, Azrana, Mawar dan Arindha. Aku mengenakan hoodie dan memasang headset pada telingaku.


"Kok lo tumben enggak balik bareng Ferre, Rin?" Tanya Mawar.

"Oh... Ferre ada acara sama Salvatra." Santainya.

"Lo kok enggak takut sih kalo Ferre jadi nakal kayak Salvatra." Komentar Alynna.

"Kalo dia jadi nakal karena Salvatra udah dari kelas 1 dia ikut nakal. Tapi buktinya dia tetap jadi anak baik, Lyn." Sahut Arindha santai.

"Hmm... Eh gue duluan ya, udah di tunggu Jino di parkiran." Pmit Alynna.

"Ciyelah yang lagi pedekatean." Ledek Azrana.

"Daripada gue kesepian, Na." Teriak Alynna lalu pergi meninggalkan aku dan yang lainnya.

"Gue juga duluan ya, udah ditunggu cowok gue di depan." Azrana ikut pamit dan pergi menyusul Alynna.

"Enak banget sih yang pada punya pacar, jadi pengen deh." Miris Mawar.

"Mau gue kenalin sama salah satu anak Salvatra enggak, Wang?" Tawar Arindha.

Mawar geleng kepala. "Enggak deh, Rin. Gue belum move on dari gebetan gue yang baru jadian." Curhatnya.

Handphoneku bergetar cukup lama, sebagai tanda panggilan telpon bukan pesan masuk.





Adlan Pradiska Ekinso Calling...





Aku menghela nafas kasar, kenapa Adlan masih terus berusaha menghubungiku. Hatiku belum sepenuhnya pulih dengan kejadian yang sudah hampir dua minggu lalu itu.

"Adlan nelpon tuh, Lan." Ujar Mawar yang sedang mengintip handphoneku.

Aku menggeser warna hijau itu keatas.

"Hmm.. Iya?"

"Aku di depan gerbang sekolah kamu. Kamu belum pulang kan?"

"Ngapain lo?"

"Jemput kamu. Ada yang mau aku omongin sama kamu."

"Pulang duluan aja, gue bareng Maya."

"Maya udah pulang sama Bani. Kamu enggak bisa bohong sama aku."



Tutt...



Aku memutuskan panggilan telponnya. Aku masukkan handphone kedalam saku baju seragamku.

"Gue juga duluan ya, Adlan udah nunggu."

"Ih Bulan enak banget sih dijemput cowok ganteng." Komentar Mawar.

Iya, teman-temanku sudah mengenal Adlan. Aku pernah mengenalkan Adlan pada mereka saat aku dijemput sekolah oleh Adlan. Mereka mengatakan kalau aku beruntung bisa dekat dengan Adlan.

"Adlan punya cewek lain." Ingatkanku pada diriku sendiri dan teman-temanku.

"Ah tetep aja dia perhatian banget ke lo."

"Udah ya, bye."

"Eh bareng dong, Lan, keluarnya."

Aku, Arindha dan Mawar keluar kelas bersamaan. Mawar yang bercerita tentang Ibunya yang sangat pandai membuat kue dan Arindha bercerita tentang dirinya yang selalu membeli barang-barang sama dengan kakak perempuannya. Terkadang aku iri dengan keduanya yang selalu mendapatkan apa yang mereka mau. Tidak seperti aku, Ibuku selalu sibuk di kantornya dan aku tidak memiliki kakak perempuan. Pada awalnya aku menganggap Kak Mecca adalah kakak perempuan terbaik yang bisa aku anggap saudara kandung, tapi statusnya yang menjadi pacar Adlan membuat keinginanku atau harapanku memiliki kakak perempuan seperti Kak Mecca lenyap. Aku tidak bisa menyukai satu hal yang sama dengan yang lainnya. Lebih tepatnya, aku tidak suka apa yang aku miliki diambil orang lain, lebih baik aku yang mengalah.



Tinggal KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang