05. My Notebook

114 21 8
                                    

Btw, boleh dong komennya. Aku suka baca komen kalian. Xixixi.

Happy Reading!

--------------------------------------------















"Dia selingkuh, lagi." Haechan membuang muka, setelah kalimat itu keluar dari bibirnya.

Perkara panggilan masuk dari orang bertajuk baby dengan hati biru itu harus diselesaikan. Kiranya, itu yang dikatakan oleh Renjun semenjak Jenar memberi tahu, siapa yang memanggil Haechan.

"Maksud lo?" tanya Han, meminta penjelasan lebih detail pada laki-laki yang terlihat masih kalut setelah menerima panggilan dadakan.

"Ya dia pacar gue." Nana berdiri. Ia berjalan menuju Haechan dan menunjuk tepat di depan wajah Haechan.

"Bangsat! Terus, Jenar apaan?" Gadis yang merasa namanya disebut, segera menoleh. Matanya terbuka sempurna, ia terkejut bukan main.

"Kak--"

"Diem. Lo diem, Nar." Jenar bungkam ketika dirinya ditatap tajam oleh mata elang milik Nana. Ia memilih beranjak, dan membawa Lisya keluar dari studio. Bahaya, jika anak kecil itu mendengar kata-kata umpatan yang keluar dari mulut mereka.

"Chan. Gue kira, lo udah putusin Vanya." ujar Nana, setelah memastikan Jenar keluar dari studio.

"Gak bisa. Gue masih sayang sama Vanya."

Entah sudah berapa kali, mereka menyuruh Haechan melepaskan perempuan yang tak pernah membalas perasaannya.
Nana hampir menonjok Haechan, jika Han tidak menarik tubuhnya. "Astaghfirullah! Heh, sadar sia teh!"

Renjun pun ikut menenangkan Nana yang mudah tersulut emosi jika menyangkut tentang perempuan. Terlebih-lebih, Jenar adalah adik dari sahabatnya, Jeno.

"Walaupun hubungan lo sama Jenar gak melibatkan perasaan. Tapi, lo gak bisa kayak gini. Gue udah berkorban, ngasih diary Jenar ke elo."

Nana meninggikan suaranya. Beruntung, Lisya mengajak Jenar untuk jajan di minimarket depan sekolah. Jadi, bisa dipastikan ia tak mendengar keributan ini.

"Lo pilih salah satu. Atau nggak keduanya." Nana menepis tangan Han yang setia memegang lengannya. Ia mengambil tas miliknya, dan keluar dari studio begitu saja.

Ini bukan pertama kalinya, anggota band mereka bertengkar. Tahun lalu lebih parah, hingga salah satu dari mereka memilih hengkang dari band tersebut.

"Gue gak ngerti sama, Nana."

"Chan," tangan Renjun bergerak menepuk pundah Haechan.

"Walaupun lo gak ada perasaan sama Jenar, begitupun sebaliknya. Tapi, Jenar juga punya perasaan, Chan. Lo gak tau kalau bisa aja dia baper sama lo."

"Gak mungkin, Ren."

"Apa yang gak mungkin? Lo gak bisa apa-apa kalau cupid udah nembakin anak panahnya." ujar Renjun.

"Sebelum makin jauh, putusin salah satu atau keduanya. Bener kata Nana." Han menambahkan.

Haechan menghela nafas berat. Tangannya mengacak rambutnya yang sedari tadi tertutup topi hitam.

"Kita lanjut besok. Lo, minta maaf sama Nana. Tau sendiri dia kek begitu." Haechan mengangguk. Bertepatan dengan Jenar yang menggendong Lisya yang tengah menyantap es krim dengan syahdu.

"Aku liat Kak Nana ngebut bawa motornya. Kenapa?"

Mereka bertiga saling menukar tatapan. "Gatau, pundung dia tuh." ujar Han sekenanya.

NotebookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang