Bab 07 -Peri Cintaku-

2.1K 161 3
                                    

Hidup dalam masa lalu sama seperti memaksa bayangan menggantikan posisi kita dan tidak akan pernah merasakan kebahagiaan  yang sesungguhnya.



Langit Jakarta tiba-tiba ikut menghitam, rintik hujan berlomba menyapa bumi. Tatapan tanpa arah dilayangkan Samuel pada jendela kamarnya.

Semua di sekitarnya mendadak terasa hampa. Bahkan ia mengacuhkan ocehan istrinya yang riang gembira sibuk menata pakaian bayi di lemari.

Ia mencoba, sudah berusaha keras untuk lepas dari wajah Marissa dan sering kali berjanji untuk menerima takdir sekaligus membangun sesuatu yang memang menjadi bagian hidupnya.
Namun, kenangan masa lalu selalu tersibak. Penyesalan itu masih ada. Walau tahun berlalu, ingatan indah sekaligus menyakitkan memang terlalu sulit ditepis.

Belasan tahun lalu, masih membekas layaknya parut yang tidak bisa menghilang. Seakan baru saja terjadi  di saat ia sudah mengenakan tuxedo putih, serta bersiap menuju pesta pernikahannya dengan Marissa.

  Ia telah melakukan kesalahan dengan meninggalkan calon mempelai wanitanya. Saat itu, ia mengira bahwa ketidaksiapannya mampu dimaklumi Marissa.

Namun, hati Marissa benar-benar tertutup olehnya. Bahkan, dia sempat tak sudi menatap wajah Samuel.

Butuh waktu yang lama untuk Marissa bisa kembali membuka jalinan pertemanan dengan Samuel hingga pada akhirnya tanpa sengaja, Samuel memperkenalkan Rakabian Soejarmoko pada Marissa yang waktu itu bekerja sebagai asisten manager pemasaran di salah satu perusahaan koleganya.

Samuel masih berharap dalam setiap embusan napas agar Marissa mau menerimanya kembali. Namun, ia menyerah ketika menyadari Marissa berjuang melepaskan diri dari bayangannya.
Hubungan di antara keduanya sempat memburuk karena kecemburuan Samuel akan kedekatan Marissa dengan Rakabian Soejarmoko yang semakin erat. Bahkan bias cinta yang dipancarkan mereka begitu menyilaukan mata.

Samuel yang saat itu merasa tidak memiliki kesempatan lagi, pada akhirnya menyerah kemudian menikahi seorang gadis dengan harapan mampu menghapus bayang Marissa. Namun, hatinya tidak bisa ditipu. Selang setahun kemudian ia memilih untuk mengakhiri biduk rumah tangganya lalu kembali merayu Marissa agar mau menerima cintanya kembali.

Hidup harus terus berjalan. Luka dalam hati Marissa sudah disembuhkan sepenuhnya oleh Bian. Ia menerima dengan perlahan semua arus cinta yang tercurah.

Samuel yang tidak mau menerima kenyataan bahwa semua jalannya tidak berarah pada Marissa saat itu pasrah menerima kenyataan bahwa semua bagian dari jiwa Marissa telah dimiliki Bian. Hanya Bian. Untuk Bian.

Hingga tiba saatnya bagi Marissa melabuhkan hidup pada sandaran yang ditawarkan Bian. Dengan satu lafaz mereka mengikat janji di hadapan Tuhan, meninggalkan dia yang menyaksikan setiap senyuman dengan air mata tertahan. Berkata telah merelakan, namun nyatanya masih mengharapkan.

Samuel sudah berusaha mengakhiri  kenangan yang dirindukan dan akhirnya menyadari cinta terdalam itu tidak akan pernah berakhir.
Dalam setiap helaan napas, Samuel menginginkan kebahagiaan yang direngkuh Bian. Sesuatu yang seharusnya jadi miliknya.

Kemudian dengan sangat egois, keji, serta hanyut dalam impian kosong, ia menghancurkan kehidupan wanita yang sangat dicintai.

"Sayang, kamu kenapa?" Tepukan lembut Erika membuyarkan lamunan Samuel.

“Kamu sudah selesai? Apa ada yang masih kurang?" tanya Samuel menatap semua peralatan bayi yang tertata di dalam lemari.

"Sepertinya cukup, aku gugup sekali menanti kelahiran putri kita," tutur Erika sembari menutup pintu lemari.

Samuel menatap punggung Erika. Wanita yang dinikahinya setahun lalu. Meskipun telah berkali-kali gagal dalam membina rumah tangga. Namun, ketika menatap Erika untuk pertama kalinya, ia kembali menemukan satu getaran.
Terkejut mendapat dekapan erat dari arah belakang, Erika segera menoleh kemudian bertanya, “Ada apa, Mas?”

"Enggak apa-apa,” jawabnya

Erika melepaskan dekapan Samuel lalu menatap wajah suaminya keheranan. "Ada apa?" ujarnya balik bertanya.

Samuel menggeleng kemudian merapikan anak rambut Erika. “Kamu ... berhak mendapatkan yang lebih baik dari aku,” jawabnya

Erika memukul pelan dada suaminya.”Kamu ngomong apa sih, Mas? Sembarangan,” protesnya.

Samuel kembali mendekap istrinya kemudian berbisik, “Maafkan aku, sungguh, maaf.”

Sandaran Hati (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang