26. YOU LOSE

9.1K 1.3K 750
                                    

Dion versus angin 🍃🍃🍃

~~~●●●■■■♡■■■●●●~~~

Dion berjalan santai memasuki kantin fakultas. Hampir semua orang menatap kearahnya. Kehadiran cowok itu mengundang perhatian. Bukan karena pakaiannya yang mencolok bukan juga lagaknya yang aneh, tapi karena wajah dan postur tubuh Dion yang menarik sedap dipandang. Padahal dia hanya mengenakan kemeja berwarna denim dengan kancing yang sengaja dibiarkannya terbuka menampakkan kaos putih polos yang dia kenakan di dalamnya. Celana bahan model pensil warna hitam yang mengatung di atas mata kaki dan pas badan. Serta tas salempang berbahan kulit merk Valentino yang berisi dompet dan notebook tergantung di bahu kiri. Sesederhana itu gaya busana kuliahnya namun sudah cukup mengundang banyak atensi penghuni fakultas. Bayangkan jika Dion memakai jubah sinobi, mungkin bukan hanya anak fakultasnya saja melainkan satu kampus akan memandanginya sampai bolong punggung cowok itu.

Mitos yang beredar di kampusnya, ketika Dion menapakkan kakinya langkah demi langkah akan terdengar alunan musik klasik yang mengiringi laki-laki itu layaknya BGM. Seakan waktu berjalan slow motion dengan laju tempo mendebarkan menanti setiap gerak gerik yang Dion lakukan.

Ditambah hembusan angin yang tiba-tiba datang berhembus lembut menerbangkan anak rambutnya, lalu dengan gerakan lugas Dion akan menyibak surainya kebelakang. Dan dengan kurang ajar angin mengacak surai lelaki itu lagi tanpa henti seperti sengaja hendak membunuh kaum hawa yang melihatnya. Tidak lupa efek bunga-bunga bermekaran tak kasat mata bertaburan di sekeliling lelaki itu.

Pesona seorang Dion Arkana Soesanto sangat mematikan. Membius seperti mantra sihir. Seolah semesta sengaja berkonspirasi menciptakan makhluk Tuhan itu dengan sangat sempurna.

Kantin fakultas cukup sepi di jam sekarang. Hanya ada beberapa anak yang duduk di beberapa bangku secara tersebar. Mengingat hari masih pagi, baru menunjukkan pukul sembilan lebih lima belas menit. Karena biasanya kantin ramai saat memasuki jam makan siang.

Meja pojok dekat lemari es dengan bangku yang sudah diisi dua orang tengah menunggunya.

"Dion!" lambai tangan Owen mengajaknya segera bergabung. Ada Iwan duduk disampingnya dengan ditemani segelas kopi.

Dion mengangguk kecil seraya melangkahkan kaki menuju dua temannya yang sudah menunggu.

Baru selangkah kakinya menapak, ponsel di genggamannya berbunyi. Dion menautkan kedua alisnya melihat nama si penelpon. Juno? Tumben anak itu menghubunginya. Biasanya tidak pernah sama sekali. Bahkan saat Dion mencoba menghubungi anak itu pun pasti selalu ada jawaban, "Nomor yang Anda tuju berada di luar jangkauan, silahkan hubungi beberapa saat lagi." Lah ini Juno sendiri yang menelponnya? Juno? Apakah anak itu sudah berubah pikiran dan mau menerima tawarannya untuk menjadi adiknya menggantikan Haidar yang berniat dia barter?

Tidak perlu menunggu lama, Dion menggeser tombol hijau.

"Halo, Bang Dion?" terdengar suara sapaan yang familiar dari seberang.

"Iya kenapa nelpon Juno?" Dion tidak bisa menahan senyumnya. Akankah ini kesempatannya bisa punya adik yang lebih beradab sekarang?

"Ini Haidar, Bang! Pake hp-nya Juno. Masa suara adek sendiri nggak hapal? Abang macam apa si?"

Dion menjauhkan ponselnya dari telinga. Memandang ponselnya senewen. Harapannya runtuh seketika mendengar cercaan suara Haidar. Jadi ini bukan Juno? Melainkan adik bahlulnya si Haidar-Haidar itu?

From Me, the Sun [TELAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang