Chp. 3

769 75 82
                                    

Jangan lupa tinggalin jejak ya, kalo gak, gue gak lanjut nih!

Capek tau mikir!

Don't be a sider, please!

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

"Seungri-ssi, mau kemana kau? Diam di tempat!" perintah Jiyong, seketika tubuh Seungri yang membelakangi bosnya itu menegang.

"A-aku mau membereskan ini," tunjuk Seungri gugup pada meja yang terdapat dua cangkir milik Jiyong dan kliennya.

"Kau bisa bereskan itu nanti. Sekarang aku ada urusan denganmu." Jiyong berjalan mendekati Seungri perlahan namun pasti.

Seungri semakin tegang melihat bosnya berjalan dengan wajah yang sulit diartikan. Mengerikan! Seungri mundur satu langkah, Jiyong maju selangkah juga. Hingga tanpa sadar dia sudah tersudut di dinding. Irama jantung semakin cepat, bulir keringat keluar dari keningnya. Satu tangan Jiyong sudah menempel pada dinding untuk mengukung gerakan Seungri. Yang dikungkung pun melirik ke tangan Jiyong lalu melihat lagi ke dalam bola mata coklat itu. Sulit sekali rasanya hanya untuk menelan ludah.

"Kau menggodaku tadi?" Suara Jiyong terdengar dingin.

"A-aniya, untuk apa aku menggoda anda?"

"Tidak mau mengaku?" Jiyong semakin mendekatkan wajahnya pada Seungri.

"Cihh ... memangnya aku penjahat harus mengaku." Seungri membuang pandangan dari Jiyong.

"Ternyata keras kepala juga kau!" Jiyong terus mengintimidasi Seungri.

"Bukankah itu juga tugasku sebagai sekretaris, mengurus bosnya?!" balas Seungri sambil menatap Jiyong. Jelas saja ini membangkitkan Jiyong.

"Ah begitu rupanya. Baiklah kalau itu menurutmu."

Jiyong memegang pinggang Seungri, semakin mendekatkan wajahnya, matanya menatap tajam, bibir sebelah kanan naik keatas.

"S-sajangnim ... a-apa yang k-kau lakukaaan?" tanya Seungri gagap, jantungnya makin tak karuan. Sudah gila rupanya si bos ini.

"Kau bilang sebagai sekretaris juga mengurusi bosnya dan aku mau kau melayaniku juga."

Wajah Jiyong semakin tak berjarak, bahkan kepalanya sedikit miring hendak mencium si sekretaris. Seungri berusaha menarik kepalanya semakin menjauh namun apa daya, itu sudah paling mentok dengan dinding. Sudah tak bisa menghindar, satu-satunya jalan adalah Seungri merosotkan tubuhnya lalu kabur keluar ruangan Jiyong.

"Yakkk ... kemari sayang, urusan kita belum selesai!" Jiyong mengejar sebentar lalu berhenti saat pintu tertutup. Jiyong hanya tertawa setelahnya.

"Sial, apa-apaan dia. Hufftt ... bisa mati berdiri aku lama-lama kerja dengannya," Seungri membatin dengan mengelus dadanya agar degub jantungnya mereda.

Satu tegukan vodka lolos menuruni tenggorokan Jiyong. Matanya menelusuri seisi club, tapi pikirannya tertuju pada sekretaris barunya tadi siang. Masih teringat jelas dibenaknya tingkah laku sekretarisnya itu. Keramaian dari club malamnya tidak menyurutkan pikirannya.

"Jiyongie-ah, ada yang mengganggu pikiranmu?" tanya Top.

"Aniyo."

"Dia sedang dipusingkan oleh sekretaris barunya, hyung," Taeyang menambahkan.

"Ada apa dengannya?"

"Baru ini aku punya sekretaris yang berani membantahku."

"Jiyong punya sekretaris pembangkang," jawab Taeyang sambil tertawa.

Love Or Glory (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang