Ig : Anantapio26_
Vote sama komennya jangan lupa yauw. Biar Eike makin semangat. Uwuuuu cmiwiwww.
Sepertinya Laisa memang tidak bisa membiarkan obat-obatan milik Nanta dengan botolnya yang berserakan tidak teratur di atas nakas. Dan sekarang, gadis itu tengah menyusunnya sedemikian rupa agar terlihat lebih rapi. Nanta tidak akan pernah melarangnya, ia malah membiarkan Laisa untuk merapikan kamar rawatnya yang terlihat berantakan. Lagipula tidak ada salahnya, bukan?
"OCD yang buat gue kayak gini."
Iya. Nanta ingat kalimat itu. Kalimat yang Laisa katakan dengan begitu berat demi bisa mengakui keadaannya.
Perhatiannya teralih saat pertanyaan Arya kembali mengisi heningnya ruangan.
"Ini poster The Beatles pas debut, kan?" tanya Arya sok tahu.
"Nggak tau, Mas saya." Nanta malah mengedikkan bahunya.
Namun, perhatian Arya cepat teralihkan oleh satu benda yang terlihat seperti body protector. "Ini apa, Nan?" Ia mengangkatnya.
"Menurut kamu apa?" Nanta masih saja mau menanggapi orang segila Arya.
Arya mengenakan alat itu. Lalu memencet tombol yang otomatis akan membuat alat itu bergerak menepuk-nepuk dada dan punggungnya.
"Nwan, inwi gwimwanwa, Nwan?!" seru Arya panik sendiri.
Nanta malah tertawa melihat kelakuan gila temannya yang merasakan getaran di dada dan punggungnya. Ia melirik reaksi teman-temannya terhadap Arya.
Dimas geleng-geleng kepala. Putri merotasikan bola matanya dengan gemas, dan Laisa hanya ikut tertawa hingga dibuatnya terpingkal.
"Sumpah, bukan temen gue itu," ujar Dimas gemas.
Ceklek!
Nanta mematikan alat itu. Membuat Arya seketika terdiam merasakan sensasi saraf motorik yang masih belum berhenti untuk mengirimkan informasi ke sistem saraf pusat.
"Kenapa lo?" tanya Dimas tertawa melihat ekspresi wajah Arya.
Cengo.
"Rasanya kayak ada debaran cinta yang berbunga-bunga," ujar Arya dengan raut bingungnya. Sukses membuat teman-temannya terpingkal.
Di sisi lain, Nanta bersyukur karena kehadiran teman-temannya sehingga bisa menepikan rasa sunyi yang kian melenyapkan bunyi.
Tok! Tok! Tok! Tok! Tok!
Terdengar ketukan pintu yang seakan tidak sabar untuk segera dibuka oleh pemiliknya.
Nanta beranjak dari tempatnya dan membuka pintu kamar rawatnya lebar-lebar sampai memperlihatkan sosok laki-laki seumurannya. Dan laki-laki itu membawa tongkat sakti milik Harry Potter. Ah, bukan. Itu tongkat yang selalu dibawanya untuk membantunya berjalan.
"Defghi," panggil Nanta berbinar. Namun sayang, ia dan Defghi tidak bisa saling berpelukan. Justru mereka diharuskan untuk menjaga jarak hingga enam kaki.
"Lo manggil atau ngehina gue?!" Defghi meraung sedikit kesal. Lagipula kenapa orang tuanya sejahat itu sehingga menamainya Defghi? Apa mereka tidak ingin ambil pusing dalam mencari nama yang lebih bermakna selain Defghi yang tersusun dari susunan abjad?
"Ya manggil." Nanta terkekeh.
"Call me Gigi not Defghi." Gigi memprotesnya.
"Oke. Maaf, saya suka lupa."
KAMU SEDANG MEMBACA
AXIOMATIC (END)
Teen Fiction(HARAP FOLLOW PENULISNYA TERLEBIH DAHULU) (Prequel of Kisah Tentang Ananta'S) Ini tentang laki-laki kaku dengan perasaannya yang kelu. Juga tentang cemburu dan rindu yang memaksa untuk menyatu padu. Tentang sajak dan alunan kisah. Pun tentang perjua...