Bel istirahat berbunyi tepat setelah kertas hasil ulangan matematika dibagikan oleh sekretaris kelas mereka ─ Kaisa. Belum sempat Mikha menanyakan berapa nilai Bilsy, teman sebangkunya itu malah melengos pergi keluar kelas sambil membawa kertas ulangan tersebut dengan raut wajah yang datar.
Hal ini menimbulkan keanehan sendiri di hati Mikha. Perasaan cemas yang ditujukan untuk Bilsy melanda dirinya.
Dilihat Mikha, Kaisa tengah berjalan di sampingnya. Dengan cepat, langsung ia hentikan gadis itu.
"Kai, mau nanya. Tadi 'kan lo yang ngebagiin hasil ulangan. Lihat nilainya Bilsy nggak?" tanya Mikha mencari jawaban atas pertanyaan yang sedari tadi muncul di kepalanya.
Anggukan dari Kaisa membuat Mikha tak sabar untuk mendengar jawaban gadis itu. "Lihat, Kha." katanya. "Kalau gak salah, tadi itu nilainya Bilsy 75. Pas-pasan sama KKM tapi dia tuntas kok." lanjut Kaisa memberitahu Mikha jawaban yang sebenarnya.
Mikha sedikit terkejut di tempatnya. Sudah dapat ia pastikan sekarang bahwa Bilsy tidak akan baik-baik saja dengan nilai 75 milik gadis itu. Itu nilai yang cukup rendah untuk Bilsy, berbeda dengan Mikha. Nilainya 10 dan dia tidak mencemaskan hal tersebut sama sekali.
"Eh, Kha, tapi Bilsy kenapa? Kok tumben nilainya rendah gitu? Biasanya nggak." Kaisa memberanikan diri untuk bertanya hal yang membuatnya penasaran.
Tak menjawab, Mikha memilih untuk tetap diam dan mengabaikan pertanyaan Kaisa. Tau pertanyaannya sengaja tak dijawab, Kaisa berdecak dan langsung pergi berjalan ke bangkunya.
๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ──── ⋆˚₊⋆ ๑
"Lho, Bilsy? Kok tumben kesini? Ini aku baru aja mau pergi nyamperin kam ─ "
"Jayden, let's break up."
Rahang Jayden mengeras. Di tengah-tengah keramaian kelasnya, ia mendengarkan kalimat yang ia benci dan tak seharusnya diucapkan begitu oleh Bilsy.
"Ngomong apa sih kamu?!" Jayden menyentak. "We have no problem. Jadi gak ada alasan kamu buat ngomong kayak gitu. Tarik kata-kata kamu, Bilsy." lelaki itu mempertegas ucapannya.
Bilsy menggeleng dengan sangat pelan. "Nggak, aku gak bakal tarik kata-kata aku!" kekeh gadis itu. Emosi Jayden mungkin saja akan meledak jika orang yang di depannya ini bukanlah Bilsy.
Kertas ulangan yang semula di pegang oleh Bilsy, dilemparkan gadis itu ke arah Jayden. "Ini semua gara-gara kamu! Nilai ujianku rendah karna kamu!" isakan tangis Bilsy mulai terdengar di dalam kelas membuat beberapa perhatian murid-murid tertuju ke mereka berdua.
"Nilai ujian kamu gak ada hubungannya sama aku, Bilsy. Kamu gak bisa salahin aku atas hasil yang kamu dapetin." dengan lembut, Jayden berkata.
"Nggak, ini karna kamu! Kalau aja kamu gak ajak aku buat jalan kemarin, aku pasti bisa belajar buat ulangan dan nilaiku nggak akan pas-pasan sama KKM." Bilsy masih kekeh menyalahkan Jayden atas hasil yang ia dapatkan. Bilsy tidak terima dengan hasilnya yang segitu. Seharusnya bisa lebih lagi 'kan? Dia tidak puas.
"Bilsy, jangan gila lo, ya! Lo gak bisa salahin orang lain atas hasil yang lo dapetin. Yang berproses itu lo, yang berusaha juga lo, jadi apapun hasilnya gak ada yang bisa lo salahin, termasuk Jayden. Nilai yang lo dapetin pastinya udah setimpal sama soal yang udah lo kerjain. Jadi, apa yang harus dipermasalahkan lagi disini?" Shira mengeluarkan pembelaan yang ditujukan untuk Jayden.
Shira ─ gadis yang setahu Bilsy pernah menyukai atau masih menyukai Jayden. Gadis itu tau karna Jayden sendiri yang menceritakannya. Pernah mengajak Jayden berpacaran namun ditolak baik-baik oleh lelaki itu. Penolakan tersebut diterima Shira dengan lapang dada. Merasa Shira tak mengganggu, Bilsy membiarkannya saja. Hanya sekedar saling tau nama, keduanya hampir tidak pernah berinteraksi dan memiliki masalah.
Menolehlah Bilsy ke arah Shira yang berada sedikit jauh darinya. Tepatnya di belakang meja guru yang ada di belakang Jayden. "Aku gak minta pendapat ataupun pembelaan dari kamu. Kamu cuma orang asing yang nggak tau apa-apa. Jadi, cukup diam dan tau posisimu aja."
"Dasar cewek nggak waras! Lo itu gila nilai tau gak!" balas Shira yang merasa tidak terima.
Gadis berambut pendek di samping Shira ikut-ikutan nimbrung, "Memang sakit jiwa. Harusnya lo gausah sekolah dulu. Periksa mental aja. Nanti makin sakit lagi." dengan nada mengejek, gadis itu berkata.
Jahat sekali. Bilsy tidak gila, dia tidak sakit, dan dia juga masih waras. Pantaskah dia diperlakukan seperti ini? Disini tidak ada yang membelanya, Jayden pun hanya diam saja. Tidak seorang pun datang kepadanya untuk mengulurkan tangan. Dimana Mikha? Ia membutuhkan gadis itu untuk mengatakan kepada dirinya bahwa semua akan baik-baik saja.
Bilsy sangat menyedihkan sekarang.
Airmata mengalir semakin deras saja dari pelupuk matanya. Berbalik badan, Bilsy berlari dengan cepat keluar dari ruang kelas itu. Melarikan diri dari pandangan menjijikkan orang-orang terhadapnya.
Apakah ada seribu jarum yang menusuk jantung Jayden? Kenapa rasanya sakit sekali? Hanya bisa melihat tanpa melakukan pembelaan apapun terhadap Bilsy. Sakit mulai menjalar dan perih mulai dirasakannya.
Bilsy terluka, Jayden juga terluka. Mereka sama-sama di posisi terluka. Sangat menyakitkan.
"Maaf." lirih Jayden dengan sangat pelan sekali sampai tidak ada satu orang pun yang dapat mendengarnya.
๑ ⋆˚₊⋆ ──── ʚ˚ɞ ──── ⋆˚₊⋆ ๑
YEAYYY DOUBLE UP 😎😎😎
BENERAN 'KAN??? i told u kalau
kita bakalan ketemu jayden di
chapter ini :D 🤩💞💞see u soon in next chapter 💟
KAMU SEDANG MEMBACA
❝ select one ❞ ✓
Ficção Adolescenteft. enhypen's jay ❝ Will we survive in the midst of the complexities that exist? At the end, we will not. ❞ ━ completed » plagiarism and hate comments are not allowed! ║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║ ║▌│█║▌│ █║▌│█│║▌║ ©dowlette