03

12.4K 1.7K 117
                                    

Sudah satu minggu berlalu sejak kejadian dimana ia dimarahi Madam Yu. Keadaan rumah berangsur-angsur kembali normal.

Dalam artian, atmosfer dingin mulai mereda.

Apalagi semenjak kepulangan Jiang Yanli dari kediaman neneknya, putri satu-satunya keluarga Jiang itu seolah menjadi katalis dalam suasana kelabu yang sedang menyelimuti kediaman Jiang itu.

"A Xian, makan yang banyak." Jiang Yanli menambah lauk ke atas piring Wei wuxian, ia mengusap sudut bibir adiknya yang sedikit belepotan.

Wei Wuxian tersenyum sumringah hingga kedua matanya menghilang, ia sangat merindukan perlakuan manis kakaknya itu.

"A li, berhenti melakukan itu. Kau bukan pengasuhnya." Madam Yu berujar dingin. Wanita Yu itu mengusap bibirnya dengan saputangan, "kau adalah nona muda di keluarga ini jadi bersikaplah seperti nona muda. Jangan bertingkah layaknya pelayan, apalagi untuk orang lain." Lanjutnya.

Jiang Yanli menunduk dan kembali melanjutkan sarapannya, tak berani menatap mata sang ibu yang menyorot berbahaya.

"Istriku, cukup." Jiang Fengmian mencoba menenangkan istrinya, ia hanya tak ingin wanita itu melontarkan kalimat-kalimat yang pasti akan menyakiti Wei Wuxian.

Bagaimanapun, ia telah berjanji untuk merawat anak itu dengan baik.

Demi sahabatnya, dan demi seseorang yang ia cintai dalam diam.

"Terserah."

Derit kursi terdengar kasar, Madam Yu berlalu pergi meninggalkan meja makan yang hening.

"Aku berangkat."

Jiang Cheng yang sedari tadi tak bersuara ikut beranjak. Mencium pipi kakaknya dan membungkuk pada ayahnya.

Ia masih mengabaikan Wei Wuxian.

"A Cheng, kau tidak menunggu A Xian?" Tanya Jiang Yanli, ia khawatir pada hubungan kedua adiknya yang terlihat seperti tengah perang dingin itu.

Jiang Cheng mendelik pada Wei Wuxian yang berusaha menghindari tatapannya kemudian melenggang begitu saja.

"A Cheng-"

"Shijie, aku bukan anak kecil. Aku bisa berangkat sendiri." Wei Wuxian menyenderkan kepalanya dibahu sang kakak, ia bertingkah seimut mungkin untuk membuat Jiang Yanli berhenti khawatir padanya.

"Tapi tetap saja, bukannya kalian selalu pergi bersama?" Jiang Yanli merapikan rambut Wei Wuxian, ia selalu suka menyentuh rambut yang bahkan lebih halus dari miliknya.

"Jiang Cheng harus menghadiri rapat ekskul pagi ini, jadi kita tidak berangkat bersama." Ia beralasan.

"Kalau begitu kau berangkat dengan paman saja." Jiang Fengmian beranjak dari kursinya dan mengambil tas kerjanya.

"Bukankah arahnya berbeda? Aku bisa pergi naik bus, paman."

"Tidak apa-apa, kau akan terlambat jika naik bus."

Jiang Yanli mendorong punggung Wei Wuxian kearah pintu, "ayah benar, lebih baik kau pergi bersama ayah."

"A Li, ayah berangkat." Jiang Fengmian mengusap rambut putrinya, Jiang Yanli tersenyum kecil dan melambai kearah mobil yang telah melaju pergi.

.
.

Sudah seminggu berlalu dan hubungannya dengan Jiang Cheng masih saja dingin.

Pemuda Jiang itu sangat keras kepala dan lebih memilih menghindar dibanding berbicara baik-baik.

Jiang Cheng memang memiliki temperamen buruk seperti ibunya, berbeda dengan Jiang Yanli yang berkepribadian lembut dan anggun seperti ayahnya.

A Boy Named Wei WuxianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang