Selama seumur hidupnya, Kim Mingyu selalu berurusan dengan sesuatu yang konstan—hal yang pasti, yang tidak mengalami perubahan. Ia tidak menyadari sejak kapan ia menyukai hal yang konstan, tetapi ia tahu ia selalu merasa tenang jika melakukan rutinitas yang sama dan terjadwal seperti robot. Ia tidak menyukai perubahan, tidak menyukai sesuatu yang tidak terencana, tidak menyukai bagaimana kehidupan berjalan melewatinya begitu saja. Seperti saat ia mengetahui taman dekat rumah yang selalu menjadi tempatnya bermain saat masih kecil berubah menjadi lingkungan apartement atau ketika tahu kedai kopi yang selalu ia datangi sejak kuliah telah bangkrut.
Mungkin itu adalah alasan kenapa ia sangat menyukai mata pelajaran yang berhubungan dengan angka dan logika karena selalu terdapat jawaban pasti, selalu ada penyelesaiannya yang diakui semua orang tidak seperti social humanities atau liberal arts yang sangat subjektif.
Hingga tanpa sadar ia melihat dunia melalui sudut pandang hitam dan putih, benar atau salah, iya atau tidak. Semua harus pasti, tidak ada keraguan, tidak ada abu-abu.
---
"Saya ingin segera melihat laporan terkait dengan marketing campaign yang tim kamu kerjakan, at the latest today before 5." Mingyu mencabut converter hdmi dari laptopnya dan menatap ke lelaki yang duduk di depannya dengan tatapan lekat.
Peserta meeting yang hadir di dalam ruangan menatapnya dengan gugup seakan satu perkataan salah keluar dari mulut mereka, maka tenggat waktu laporan akan dimajukan. Hingga ketua tim yang sejak tadi mendapat cercaan membuka suara.
"Manager Kim, untuk laporan tersebut we can make it at the latest tomorrow morning. Kita harus menarik data dari tim analytic dan baru saja mereka mengabari kalau server sedang penuh."
"Server penuh dapat diatasi, semua harus mereka atasi." Kim Mingyu beranjak berdiri, "Saya tidak peduli jika kau harus bertengkar dengan manajer atau ketua mereka terkait dengan data yang dibutuhkan. Saya hanya membutuhkan data dan laporan at the latest before 5."
Dengan ucapan bernada datar dan tatapan dingin, ia berjalan keluar ruang meeting yang sangat dingin tersebut dan menghiraukan bisikan-bisikan yang timbul saat ia menutup pintu kaca tersebut. Ia sudah dapat menebak kata-kata apa yang keluar dari mulut tim marketing 1 dan ia memilih untuk tidak peduli—perusahaan menggaji dirinya bukan untuk mengurusi omongan tidak penting bawahannya.
Kim Mingyu berjalan menuju ruang kerjanya sambil membaca laporan yang ia terima dari tim marketing 3 tadi pagi, menghiraukan sapaan salah satu intern yang berpapasan dengannya di depan pintu masuk ruang divisi marketing.
Ketika ia sudah sampai di dalam ruangannya, ia segera membuka outlook dan mengecek email masuk dari beberapa divisi dan tim-tim lain sebelum melanjutkan membaca laporan hasil pengerjaan campaign bulan lalu. Begitu fokusnya ia membaca dan memberikan coretan dibeberapa tempat sampai tidak menyadari ponsel berbunyi nada sambung panggilan masuk dan baru ia baru menjawab panggilan tersebut saat menyudai memeriksa laporan.
"Kim Mingyu, kau selalu tidak langsung menjawab panggilanku." Suara nyaring Yoon Jeonghan terdengar dari pengeras suara ponselnya.
"Oh sorry, aku sedang memeriksa laporan penting. Banyak yang harus aku koreksi."
Jeonghan mendengus, "Semua laporan pekerjaan selalu penting buatmu, tidak ada yang tidak. Anyway, kau sudah memeriksa kotak surat hari ini?"
"Belum sempat, aku harus berangkat 1 jam lebih awal hari ini." Mingyu berujar sambil mengambil folder laporan yang terlihat belum ada saat ia tiba di ruangannya tadi pagi. "Bahkan aku belum mengecek dari tiga hari yang lalu."
"Right, all of the things you like to do in order—checking mailbox post is not on the list. Cepat buka emailmu hari ini."
Mingyu menatap layar laptopnya, menggerakan kursor mengecek email masuk. "Kau tahu aku selalu memeriksa email dan tidak melewatkan satu pun, bukan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Narrated For You
FanfictionThey were happy. Jeon Wonwoo was everything to him but he take it for granted.