Bag 42 (Send Her 3)

352 27 0
                                    

"Berhenti! Turunin aing! Turunin!" Kaki yang tertekuk menendang-nendang pintu mobil. Gadis yang terbaring lemah di kursi penumpang belakang berteriak semampunya meski harus menahan sakit pada luka yang terbalut di perut kirinya. Suara teriakan berubah menjadi ringisan kala rasa sakit semakin tak tertahankan.

Sambil merintih, Dara mengeluarkan ponsel dari saku celana. Tangan gemetarnya mencari kontak yang bisa ia hubungi untuk meminta pertolongan. Namun rupanya Angga langsung menoleh ke belakang dan melihat ke arahnya. Seketika ponsel milik itu ia rebut dan langsung membuangnya ke luar jendela pintu mobil.

"Anj***!" umpatan Dara cukup memecah keadaan di dalam mobil. Hingga si pengemudi kian panik dan menambah kecepatan laju.

"Bang, kalau dia sampe mati, aku gak mau tanggung jawab! Kenapa tadi gak tembak kakinya saja. Kan lebih aman."

"Kalau aku tembak kakinya, dia masih bisa melawan." Lirikan mata Angga kembali mengarah pada perempuan yang tengah menahan sakit memegangi luka tembaknya. "Nanti malah dia yang bunuh kita."

Mobil sedan merah terus melaju kencang, hingga gedung rumah sakit semakin nampak dari kejauhan. Namun seketika Angga berubah pikiran ketika melihat suasana sekitar rumah sakit cukup ramai orang berlalu lalang.

"Stop, stop! Berhenti dulu."

Sang pengemudi mendadak menginjak pedal rem. "Kenapa stop!"

"Kayaknya kita bawa Dara ke teman aku aja, dia dokter bedah."

Menengok ke belakang melihat seorang gadis yang sudah mengeluarkan banyak keringat menahan rasa sakit. Rio menatap iba padanya sebelum melihat lagi pria yang menjadi biang masalah. "Buat apa? Itu rumah sakit udah dekat. Dia bisa mati kalau telat ditolong!"

"Jangan ke rumah sakit, nanti Dara bilang ke orang-orang kalau kita yang nembak!"

"Itu kau, bukan aku yang nembak!"

Rasa jengkel itu sontak membuat Angga mengeluarkan pistol dan menodongkan ke kepala si pengemudi. "Pergi, gak?! Anterin sampai rumah temenku!"

Rupanya Rio lupa meminta mengembalikan pistol miliknya yang masih di tangan kawan anehnya hari ini. Pandangannya kembali mengarah ke depan ketika bersiap kembali mengemudikan memutarbalikkan arah mobil. Ancaman itu membuat dirinya tak bisa berkata apapun lagi. Yang bisa ia lakukan saat ini hanya mengemudikan mobil sesuai arah yang diminta mantan seniornya saat masih dalam rumah tahanan.

Mobil terus melaju, hingga Rio memilih mengambil kesempatan menghentikan mobil ketika melewati jalanan yang sepi dari lalu lalang penduduk. Lalu menengok ke belakang, melihat wajah Dara yang semakin pucat dan berkeringat. Sorot matanya kembali menatap tegas pada Angga. "Biar aku yang ngaku udah nembak. Abang boleh pergi dulu sampai Dara selesai operasi. Nanti kita ketemu lagi."

"Ngaco kamu! Justru kita harus cepet-cepet langsung bawa dia ke mamanya."

"Tapi paling aman ya bawa ke rumah sakit! Bukan ke rumah teman kau!"

Angga kembali bersikap arogan dengan menodongkan senjata pada kawannya. "Dia juga dokter! Cepat, jalan lagi!"

"Kalau gitu kamu saja yang bawa dia sendiri ke sana. Aku gak mau lihat ada mayat di mobil ini!"

"Banyak bacot!"

Seketika suara ledakan senjata terdengar keras. Rio mengerang kala dirinya tertembus peluru di bagian dada.

Angga membukakan pintu mobil yang ada di samping si pengemudi dan menendang tubuhnya hingga jatuh tersungkur ke luar. Lalu mengambil alih kemudi, meninggalkan kawannya yang terluka dan tergeletak di jalanan. Dalam keadaan terluka, Rio berusaha berteriak ketika pria paruh baya sialan itu membawa kabur mobilnya. Namun teriakan itu tak bisa mengalahkan ketidakberdayaannya.

About D ( Her Secret ) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang