4. Earrings

431 74 18
                                    

hidup gue terlalu berharga kalau cuma buat dengerin komentar orang lain yang nggak ada manfaatnya buat gue

-Keenan Bharata
.
.
.

Suasana kontrakan sedang panas saat Keenan pulang. Arka sedang berkacak pinggang di ruang tamu, sedangkan Daniel sedang bersembunyi dibalik badan Jati. Arka menghela nafas, tampak sekali tengah mengontrol emosinya.

"Ada apa nih?"

Jati menoleh pada Keenan yang masih berdiri di ambang pintu dengan beberapa kantong plastik berisi belanjaan di tangannya, pria itu mengangkat jarinya mengisyaratkan agar Keenan diam. Keenan yang tidak tahu apa-apa pun hanya bisa menurut dan memilih duduk bersama Chandra di sofa sebagai penonton.

Sebenarnya Arka dan Daniel memang tergolong sering berantem sih, tapi bukan berantem dalam arti sesungguhnya, melainkan mereka hanya adu mulut dan saling gertak-menggertak saja. Sebagian besar pertengkaran mereka disebabkan karena hal-hal sepele seperti misalnya Daniel yang tidak menjemur handuk dengan rapi atau Daniel yang membuat rumah berantakan setelah dirapikan. Tidak jarang juga Daniel yang kesal dengan Arka karena dengan sembarang merapikan barangnya. Maklum, Arka ini adalah orang yang perfeksionis. Apa-apa harus rapi dan bersih. Hal itu kadang terasa menyebalkan, namun Keenan pikir ada sisi positif yang bisa di ambil dari sifat Arka, setidaknya kontrakan mereka selalu terlihat rapi dan juga membuat Keenan jadi perlahan tertular menjadi sosok yang rapi juga.

"Pokoknya nggak mau tahu. Lo harus beresin semuanya dan lo harus traktir kita makan. Ogah gue masak-masak lagi!." Seru Arka sembari meniup sejumput rambutnya yang jatuh ke dahi dengan kasar.

"Iya-iya gue beresin. Dan nanti habis magrib kita pergi." Seru Daniel.

"Jangan omong doang lo!."

"Sejak kapan sih gue omong doang?, nggak percayaan amat jadi orang."

"Oke, fine." Jawab Arka kemudian. Hal itu membuat Jati yang dijadikan sebagai tameng oleh Daniel pun bernafas lega.

"Uwis to? Udah clear masalahnya?"

Arka mengangguk, masih dengan wajah yang masih terlihat kesal. Lalu pria itu berbalik dan berjalan memasuki kamarnya. Sementara itu, Daniel segera berjalan dengan lesu menuju dapur.

Dari yang Keenan lihat, Keenan belum menemukan satu kesimpulan yang menyebabkan pertengkaran antara Arka dan Daniel. Sehingga sekali lagi Keenan mencoba bertanya.

"Ada apa sih sebenarnya?."

"Si Daniel nggak sengaja nyenggol masakan Arka sampai tumpah semua di lantai." Jawab Jati yang kini sudah mendudukkan badan di sofa bersama Keenan dan Chandra.

"Kok bisa?."

"Panjang kalau diceritain."

Keenan mengangguk-anggukkan kepalanya. Setidaknya Ia sudah mendapatkan sedikit gambaran atas apa yang terjadi.

"Oh iya, tadi nganterin siapa, Mas?." Tanya Chandra yang duduk tepat di samping Keenan.

Keenan mengernyitkan dahinya. "Hah? maksudnya."

"Tadi kayaknya nganterin cewek kompleks sebelah, pacar baru ya?."

Keenan berpikir sejenak hingga sesaat kemudian Ia paham tentang arah pembicaraan Chandra. Mungkin yang dimaksud Chandra adalah Fiola. "Oh itu, temen kok, tadi habis pemotretan bareng. Kok lo tahu kalau gue habis nganterin teman di komplek sebelah?."

"Tadi habis dari komplek sebelah juga, terus nggak sengaja lihat, Mas Keenan."

"Oh, berarti ini lo juga baru pulang?."

Dear Keenan (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang