18-Bumerang

65 22 8
                                    

18-Bumerang

KANTIN SMA Angkasa kini ramai oleh siswa-siswi yang berjalan, berteriak, dan bernyanyi di tengah sibuknya penjual makanan kantin SMA Angkasa.

Bel istirahat sudah berbunyi sedari tadi namun Ana baru datang ke kantin, alias telat. Mengapa? Kelas X-IPS1 ada jadwal pelajaran Fisika hingga istirahat pertama. Guru mata pelajaran Fisika juga memberi tugas setelah menjelaskan, dan parahnya tak ada yang masuk ke otak Ana. Gadis itu, Ana, lemot di Fisika. Meski cerdas dan lulus SMP dengan nilai yang sangat memuaskan, Ana benci Fisika. Dan Matematika tentunya.

Ana memesan seporsi nasi goreng dan membawanya bersama botol minum yang ia bawa dari rumah dengan sebuah nampan hijau milik penjual nasi goreng yang sudah disiapkan.

Dengan malas Ana menjelajahi setiap sudut kantin dengan kedua mata coklatnya dan menemui sebuah meja kosong di baris kedua dari pojok kanan.

Langkah kaki gadis itu membawanya menuju meja di pojok kantin. Tinggal dua langkah lagi maka Ana adalah pemilik meja kosong itu namun tiba-tiba seseorang melewati Ana dan duduk di meja itu tanpa dosa lalu melanjutkan kegiatan makannya seakan tak menyadari Ana.

Ana menghampiri Prama dan mencubit laki-laki itu. "Tempat gue ini! Pergi lo."

Prama yang dicubit langsung menghentikan kegiatan makannya dan menoleh pada Ana. "Lah gue duduk duluan," balas Prama. "Kalo mau duduk bareng gue, ya sini gak usah gengsi sok-sok an bilang ini tempat lo kali." Haduh si Prama ini mancing Ana buat marah ya?

Ana melotot, dengan tega Ana mendorong Prama yang hendak menyuapkan sesendok nasi dengan soto ke mulutnya.

Melihat Prama yang terjatuh di lantai dan meringis memegangi bokongnya, Ana tersenyum meledek, menjauhkan makanan Prama dan meletakkan nampannya lalu duduk dengan hentakkan yang sengaja dibuat. Untung saja hari ini seragam olahraga.

Ana menutup matanya dan menyatukan tangan lalu berdoa. Usai berdoa, Ana membuka matanya dan melihat Prama yang tersenyum lebar tepat di hadapannya. Gadis itu kemudian tersentak hingga hampir terjatuh kalau saja tak ada Noah yang menahannya dari belakang. Tunggu, NOAH?!

Ana kembali duduk tegak lalu menoleh ke belakang dan melihat punggung Noah yang menjauh. Melalui matanya, Ana memperhatikan Noah dan tujuannya, meja Becca. Apa laki-laki itu makan bersama Becca? Ah dan, hari ini Noah belum mengajaknya berbicara padahal kemarin mereka baru saja membaik. Tapi, mengapa Ana menanyakan laki-laki itu?

"Woi. Meja gue nih," suara bariton Prama terdengar membuyarkan lamunan Ana.

Segera Ana berbalik dan mengubah raut wajahnya. "Udah lo pergi lah. Lo biasanya sama Alde kan? Kok tumben amat sendiri."

"Alde kan sekarang sama Sei," balas Prama seraya menunjuk Alde yang sedang bercanda ria dengan Sei.

Ana mengikuti arah telunjuk Prama dan mendengus, "Si kampret bisa-bisanya pacaran pas gue begini."

"Gak pa-pa, An. Ada gue," ujar Prama lalu tertawa. Entah Prama sungguhan atau bercanda dengan kalimatnya.

"Udah sih An, kalo mau makan bareng gue gak usah gengsi. Bilang aja, gue baik kok."

Prama tak berhenti berbicara hingga selesai makan sedangkan Ana tetap cuek dan tak peduli. Hanya beberapa ucapan Prama yang Ana balas.

"Hah. Ke kelas bareng yuk?" ajak Prama seusai menegak habis es teh miliknya.

Mendengar ajakan Prama, Ana jadi galau. 'Kan, biasanya Noah yang sering mengajaknya.

"Lo dari tadi ngelamun mulu apa emang gak ada niatan bales omongan gue sih? Sakit hati gue," Prama memegang dadanya lalu berujar dramatis.

Official [SELESAI - REVISI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang