Chapter 2

29 6 0
                                    


Seorang pria bersetelan jas berlari kecil sambil sesekali melompat melewati gundukan batu sebesar bola tenis dipinggiran sungai, Dia terlihat tergesa-gesa berlari menuju kesebuah tempat. Apa yang baru saja aku lihat?, Tanya pria itu dalam hati. Air sungai sudah membasahi kakinya setinggi 5 cm. Sedikit menyempatkan diri menarik celananya dan melipatnya sampai kelutut dan sekilas melihat seorang anak laki-laki berlari kecil melewatinya. Deg! Pria itu menghentikan langkah kakinya, matanya terbelalak melihat pemandangan yang jelas-jelas tidak pantas untuk dipertontonkan.

Pria itu ingat sekali melihat seseorang dari sebuah gedung melompat dari jembatan. Pria itu menoleh kebelakang, sebuah gedung besar terlihat berdiri kokoh dikejauhan sana, sekilas teringat bagaimana dia ditolak bekerja disebuah perusahaan yang bernama Clienters, ijazah memang sudah tak berguna, batinnya.

Gadis itu memiliki rambut ikal yang hitam pekat. Tampak dia melirik kebawah, kosong. Gadis itu mengenakan sebuah dress biru dengan gambaran bunga tulip menghiasi dressnya. Mata pria itu terarah ke tangan sebelah kanan gadis itu, tampak dia menggengam sebuah kertas yang sepertinya ditarik dengan paksa. Pria itu membukanya, hanya ada kertas yang tampaknya sudah dirobek. Dia tidak mendapatkan apa-apa. Isinya kosong. seseorang mengambilnya, pikir pria itu.

"Aku tidak boleh berlama-lama disini", gumamnya. Pria itu melihat sekeliling dan melangkah mantap untuk meninggalkan seorang gadis yang tak bernyawa disebuah tali yang terkait ke pegangan besi di jembatan, sebelum akhirnya dia menyempatkan diri untuk menutup mata gadis itu dan menghilang.
.
.
" Apa yang kau katakan??! ", Tanya seorang wanita tua yang berteriak keras kepada anaknya, Ron. Ibunya keliatan tak sanggup menahan amarah, menyesali fakta yang mengatakan bahwa anaknya melihat sesuatu yang seharusnya tidak disaksikan. Ibu Ron bahkan lebih menyesal tentang Ron yang melihat seorang gadis bunuh diri ketimbang rasa simpati kepada gadis itu sendiri yang tak lain adalah Parvati.

"Mengapa Ibu sangat marah?, Aku tak melakukan kesalahankan? Aku hanya berusaha memberitahu suatu hal yang mengasyikkan", Ron mengernyit.

Desahan keras Ibunya mampu mengedikkan Ron, Ibunya terlihat menutup matanya sambil berbicara tak jelas.

"Ini salah , Ini - oh gimana ini - apa sebaiknya,-oh tidak, bagaimana kalau - no! Kami harus bersembunyi - yah, t-tentu saja,- ya"

"Ibu, apa kau baik baik saja?

"TIDAK! IBU TIDAK BAIK-BAIK SAJA! SEKARANG MASUK KAMAR!" raung ibunya. Kembali ibunya berjalan hilir mudik sambil berfikir keras.

Ron terduduk lemas di kasurnya yang sederhana, Dia kembali teringat ekspresi Ibunya yang memenuhi kepalanya, tak pernah Ron melihat wajahnya semarah dan sekriput itu.

Dinginnya malam menusuk tulang Ron. Rumah Ron yang terbuat dari papan dengan jarak ke papan lainnya memiliki jarak yang sedikit lebar, sehingga tak jarang Ron suka berlama-lama mengawasi pekarangan rumahnya dengan mengintip dari sela-sela papan, dan sebaliknya, Ron takut seseorang mengawasinya dari luar.

Dua kilometer dari jembatan kota Sasuna, sebuah mobil bermerek Bugatti Veyron Meo Constantini milik The Clienters, melaju cepat di jalanan menembus angin malam, mobil itu dicat dengan warna Biru langit dengan 2 garis hitam memanjang menghiasi bagian samping mobil. Mobil itu sedikit menyita perhatian karena kecepatannya yang berada diatas normal dan warnanya yang mencolok. Tak ada yang tidak mengenal The Clienters, tentu saja. Mereka dikenal dengan sebutan Angel Of Death. Bagi mereka yang mempunyai segudang harta dan terjerat dalam suatu kasus berat, mostly, mereka memberi kekuasaan penuh untuk The Clienters memegang kendali atas kasus mereka.

Rakyat kelas bawah yang tak punya apa -apa sering tak berkutik jika mendapati lawan mereka memilih seorang pengacara dari The Clienters. Tak ada angin, mereka selalu mendapati diri mereka diberi keputusan mutlak menjadi orang yang bersalah disetiap kasus yang mereka jalani. Meski kebenaran dipegang oleh masyarakat kecil itu, The Clienters mampu membuat mereka terlihat bersalah dengan sangat mulus. Rakyat kecil yang menjadi korban dari kebohongan itu mengingat betul suara deru mobilnya. Mereka meringis kecil dan tak jarang menyempatkan diri dengan memaki pendek.

Mobil itu segera berhenti di sebuah Jembatan dikota Sasuna. Tampak 5 pria berpakaian ala petualang dengan ransel dan sebuah rompi yang berwarna jingga kecokletan, diselaraskan dengan celana besar yang memiliki banyak saku menuruni mobil 'wah' itu. Mereka berjalan mantap menuju arah ujung jembatan tempat yang paling efektif untuk turun kebawah. Terlihat beberapa anggota The clienters mengarahkan lampu sorotnya keberbagai arah mencari gadis itu.

"Apa kau sudah melihatnya?", kata seorang pria dari walkie talkienya.

"Kau diam dulu, kami akan menberitahumu kalau kami sudah melihatnya, ini akan sangat sulit, karena kalau tidak salah, dia tepat berada diatas sungai. Dan sepertinya arus sungai deras sekali" kata pria lainnya.

Hening.

"Baiklah", balas pria itu.

Tak lama mereka berbicara, terdengar salah satu anggota The clienters berteriak keras.

"Aku sudah menemukannya! Dia ada dibagian sisi ini"

"Baiklah, aku akan kesana Cedric!" Balas seorang Pria berteriak balik.

Gadis itu jelas sudah sangat pucat seperti salju. Badannya sangat keras dan sedingin es.

"Siapa nama gadis ini Luk?", tanya Cedric

"Aku belum tau dia siapa" jawabnya. "Aku hanya mendapat telepon dari seorang pria bahwa dia melihat seorang gadis bunuh diri dibawah jembatan ini. Aku tak tau alasan dia mengapa menelepon kita terlebih dahulu sebelum pihak Polisi dan saat aku tanya namanya, dia tak mau memberitahunya" ujar Luk, ragu.

"Aku pikir dia akan berada tepat diatas sungai, ternyata dia dipinggiran sini, aku kira bakal sulit menariknya"

"Mungkin Gadis ini tak mau menyusahkan dengan menambah beban orang lain", susul Cedric tertawa ringan.

Anggota The Clienters mengangkat daging itu kedalam sebuah kantong mayat berwarna kuning, sebelum akhirnya seseorang bertanya

"Bukankah sebaiknya kita menyerahkannya kepada Polisi?"

"Jika Pria itu memberitahu kejadian ini kepada kita terlebih dahulu, mungkin dia punya alasan. Bukankah itu aneh?", Ucap Luk.

"Jadi, kita harus menyimpan jasadnya dimana?", Tanya seorang Pria muda dengan kacamata bulat miliknya ditambah dengan rambut yang tertata rapi dan mengkilap.

" Kau anak barukan?, The clienters disokong oleh banyak pegawai bermutu, kita punya rumah sakit sendiri, kita akan mengirimnya kesana dan mengautopsinya, siapa tahu ada sesuatu yang bisa kita dapat ".

"Arrgh, kasus sebelumnya belum juga kita selesaikan, sekarang sudah datang lagi. Aku menyesal mengambil bagian pekerjaan jenis ini", keluh Cedric.

"Shut up!, Jangan sempat seseorang mendengar kau mengeluh tentang The Clienters. Sangat merusak reputasi."

.
.
Jarum pendek sudah menunjukkan waktu 1 pagi. Ron masih terjaga sambil berfikir banyak mengenai gadis itu. Dia kemudian berjalan menuju lemari reyot di ujung kamar sembari membuka laci dan mengeluarkan sekumpulan kertas yang sudah tak berbentuk lagi karena banyaknya bekas lipatan dan sedikit robekan akibat Ron yang mengambilnya secara kasar dari Parvati. Namun, tulisan itu masih utuh. Ron memandang kertas itu dengan penasaran, terdapat penjepit kertas menyatukan lembaran demi lembaran.

Ron memperhatikan kertas itu dengan lugu dan memandang setiap detailnya. Kertas yang tak dicap merek itu berwarna kelabu dengan gambaran Bunga Rose hitam pekat disetiap sudut kertas menambah kesan erotis.

Ron mulai menangkap tulisan miring kecil yang memenuhi kertas itu dan mulai membacanya dengan penuh minat.

Dua kata berhuruf kapital terpampang jelas di lembaran awal yang terlihat seperti judul.

I'M LOST

Ron mulai membaca.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 17, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

UNDER THE DARKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang