Ruangan kerja yang terdiri dari lima bangku lengkap beserta komputer dan segala macam peralatan kerja. Satu bangku kerja terletak di bagian paling depan menghadap ke arah empat bangku yang lainnya.
Ada kunjungan kerja pagi ini. Tolong perhatikan segala aspek yang menyangkut kesiapan prosedur kerja dan kedisiplinan karyawan.
Salma membaca pesan singkat di watsapp dari Rianti. Ia menbocorkan bahwa ada rencana kunjungan kerja dari pihak pemilik perusahaan. Seketika Salma ingat, harusnya ia memfoto copy berkas yang akan diserahkan ke Rayhan sebagai alat presentasi. Tak pikir panjang, ia langsung berdiri, beranjak meninggalkan ruang kerja mengabaikan rekan-rekan yang memandangnya dengan tatapan aneh.
"Kenapa Pak Rayhan nunjuk Salma ya, dia kan agak sedikit ceroboh dan pelupa." Bisik salah seorang diantara mereka.
"Kan temenan dia sama Nisa." Sahut yang lain.
"Sst. Jangan membicarakan orang. Lagipula yang nunjuk Salma kan Pak Rama bukan Pak Rayhan. Kita semua ditawarin posisi itu kan, tapi ndak ada yang siap." Celetuk satu-satunya lelaki yang berada di dalam ruangan tersebut.
Sementara Salma, sedikit menampakkan muka panik ketika berhasil keluar di lantai dasar dari pintu lift. Saking buru-burunya, ia hampir menabrak dua orang yang tengah berjalan hendak menuju pintu lift berlawanan arah dengannya.
"Ya ampun maap, saya buru-buru." Salma menunduk tanpa melihat wajah dua orang lelaki yang hampir ia tabrak.
"Ndak papa." Sahut salah seorang dari mereka.
Setelah adegan bermaaf-maafan yang berlangsung beberapa detik, mereka bertiga, Salma dan dua orang lelaki dialihkan fokusnya ke arah suara dari arah loby. Terlihat beberapa security sigap memberikan hormat di depan pintu masuk. Kemudian muncul seorang kakek-kakek tua bertopi duduk di atas kursi roda yang didorong oleh seorang perempuan paruh baya, Bu Hani. Di samping beliau ada Pak Rama. Dan di belakang mereka disusul Rayhan dan Annisa yang tampak serasi mengenakan baju berwarna senada, merah marron. Mereka berlima menebar senyum simpul kepada karyawan-karyawan yang memberikan hormat. Karyawan-karyawan tersebut biasanya hanya mengucapkan salam ketika Rayhan yang datang. Tapi kali ini, mereka sedikit berlebihan karena ada Pak Faeza, pendiri Faeza Grup. Kakek dari Rayhan.
"Annisah!" Salma berucap lirih, membuat laki-laki yang berdiri di depannya menoleh.
"Hebat sekali Nisa, sekarang sudah sejajar pemilik perusahaan. Hmm." Ucapnya lagi sambil terus memandang ke arah mereka yang berjalan menuju ruang direksi.
"Mm maap, ruang direksi sebelah mana ya? Saya Wira, dan ini rekan saya ingin menghadiri rapat pagi ini."
"Oh, sampeyan pemasok saffron? Ikuti arah mereka tadi jalan ya terus belok ke kiri."
"Oke, makasih!" Membungkuk sambil menghalu jalan ke arah yang ditunjukkan Salma.
"Salma!" Rianti menepuk bahu belakang Salma yang mematung memperhatikan kedua orang tersebut.
"Eh!" kagetnya.
"Mana data customer dan penawaran price list buat bahan presentasi Pak Rayhan?"
"Astaga!" Salma menepuk jidatnya sendiri. "Baru mau aku copy ni." Sambil menunjukkan map.
"Aduhh, gimana sih. Pak Rayhan udah dateng, sepuluh menit lagi meeting dimulai. Sampeyan ini, bisa kerja ndak? Jangan karena keteledoran sampeyan projek Faeza berantakan!" Rianti kesal sampai mengeluarkan kata-kata yang kurang enak didengar oleh Salma membuat Salma merasa bersedih.
"Iya, aku emang ceroboh. Terus?"
"Ah, tau lah. Kasih sendiri sana ke Pak Rayhan di ruangan direksi. Ndak perku poto copy. Aku ndak mau kena omel gara-gara sampeyan." Rianti menatap Salma sinis, melengos meninggalkan Salma yang meratapi kecerobohannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Masjid Agung Kiai Ma'sum
General Fiction"Jatuh cinta adalah fitrah, menikah adalah taqdir. Jodoh sudah ditentukan. Tapi bisakah diubah? Menjadi jatuh cinta kepada jodoh, atau berjodoh dengan yang kita jatuh cintai. Bisakah?"