3. Dipta

84 61 14
                                    

"Allena" panggilnya lembut.
Sedangkan Nata hanya diam mematung. Kenapa dia tau nama panggilan yang diberikan seseorang saat ia masih kecil. Dia siapa?

" gue kangen sama lo" Nata masih diam mencoba mencerna kalimat yang di katakan cowok itu.

Cowok itu melepas pelukannya dan beralih menatap mata coklat itu.
"apa lo nggak ngenalin gue? apa lo lupa sama gue?"
Nata menyipitkan matanya dan tampak kerutan di dahinya, dia bingung dengan pertanyaan itu.

"Gue Dipta Allena, Dipta Arezza Baradikara"
Sontak Nata langsung mundur beberapa langkah dari dia. Gadis itu menggeleng tak percaya
"nggak...nggak...lo-lo pasti bohongkan sama gue? lo bohong kan?" suaranya mulai begetar, dan matanya memanas.

Dipta melangkah mendekati Nata
"gue Dipta temen kecil lo, selama ini gue nyariin keberadaan lo" Mencoba menangkup wajah Nata yang sudah mengeluarkan air mata
"gue kangen sama lo Allena" lanjut Dipta

Dengan cepat Nata menepis tangan itu, mengusap air matanya kasar.
"Gue benci sama lo" kini tubuhnya ambruk ke tanah, dengan wajah yang berderai air mata.

Dipta men-sejajarkan wajahnya dengan Nata, memeluknya erat untuk melepas kerinduannya selama ini.
"kenapa lo ninggalin gue saat itu, gue butuh lo Dipta" Nata memukul-mukul dada bidang Dipta pelan, "gue benci sama lo" lanjutnya lemah

"maaf" hanya itu yang bisa Dipta katakan. Dia juga nggak mau pergi saat teman kecilnya itu terpuruk dan membutuhkan kehadirannya. Rasa bersalah selalu menghantuinya, tiada hari baginya untuk tidak memikirkannya. Pasti dia menderita saat itu.

"lo jahaat Dipta. Lo sendiri yang bilang kalo lo nggak akan ninggalin gue hiks, lo bilang kalo lo akan selalu ngejaga gue, lo nggak akan biarin gue nangis, dan lo juga bilang kalo lo akan jadi nadi gue yang akan ada di deket gue, selalu berdetak buat gue...hiks...hikss"

"maaf"

"gue gak butuh maaf lo, gue butuh lo Dipta hiks" tangisnya semakin pecah.

🌸🌸🌸

Kau tau, duniaku begitu sulit. Hanya setitik luka dapat membuatku diam tak berkutik.

Kini angin menyapa kulit, menenangkan hati yang terasa sakit, walaupun hanya sedikit dalam hitungan detik.

Di sini terlihat tanaman begitu hijau, menghilangkan pikiran tampak kacau.
Di bawah terik matahari membuat mata silau, menghangatkan hati tersayat pisau.

Duduk di taman dengan seorang teman, bercengkrama untuk melepas kerinduan .

Mereka bolos sekolah, kabur lewat gerbang belakang menuju taman.

"udah tenang?" Nata bersandar pada dada bidangnya, dengan Dipta yang mengusap punggungnya lembut.

Dengan sekali deheman itu cukup membuktikan bahwa dirinya benar-benar tenang sekarang. Banyak pertanyaan yang ingin ia ajukan.

Nata mendongak melihat wajah itu, wajah yang selama ini ia rindu, yang selalu Nata tunggu setiap waktu.

"kemana aja?" Dipta menunduk mendengar pertanyaan Nata. Diam sesaat memikirkan apa Dipta harus mengatakan.

"gue pergi ke Bandung"gadis itu bangkit dari posisinya, kembali duduk menatap mata cowok itu lekat.

Dipta mengambil napas mencoba meneruskan penjelasaannya " Dulu gue liat mama sama papa berantem, gue nggak tau masalahnya apa. Karena gue masih kecil untuk mengerti apa-apa" Nata mendengarkan dengan baik penjelasan Dipta.

"Waktu itu gue hendak ke rumah lo, buat sekedar pamitan, tapi mama ngelarang dengan alasan buru-buru. Kepergian gue mendadak setelah pertengkaran itu" gadis itu menganggukkan kepalanya mengerti.

NaDiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang