OCCASION

498 60 35
                                    

"Jangan cuma pake otot. Cowok bisa gunain otak juga buat bertindak."

***

"Jangan ganggu gue lagi!" teriak gadis itu kencang menggema di lorong besar SMA Mentari. "Lo punya kuping? Masih berfungsi kan? Jangan pernah deketin atau ganggu hidup gue lagi. Gue udah muak sama lo, Jer!"

Zidni Luna Cempaka, salah satu dari jejeran cewek cantik milik SMA Mentari ini berhasil menarik perhatian. Lorong semakin ramai. Banyak pasang mata menatap penasaran.

Geram, Zidni menunjuk wajah Jeremy. "Jangan pernah berani-berani muncul lagi di hadapan gue!"

Saat hendak berbalik tangan Zidni di cekal kencang. "Please, kasih gue kesempatan sekali lagi. Gue akan berubah demi lo. Gue akan jadi seseorang yang lo pengen. Gue sayang sama lo, Zidni."

Zidni dengan kasar menghentakan tangan Jeremy. Mengangkat wajah, angkuh. "Cowok brengsek yang hobinya selingkuh kayak lo gak cocok untuk di kasih kesempatan kedua!"

Jeremy menatap Zidni memohon. Tangannya bertautan di depan dada. "Waktu itu gue cuma khilaf. Gue janji nggak akan ngulang kesalahan itu lagi. Please stay with me."

"Khilaf lo bilang? Lo selingkuh bukan cuma satu kali tapi beberapa kali! Demen kaya gitu masih berani lo bilang khilaf?" Zidni tersenyum meremehkan. "Dan gue nggak akan ngulang kesalahan buat kasih lo kesempatan kedua."

Sorak sorai terdengar memenuhi lorong. Menyerukan nama Zidni kencang. Kaum hawa membelanya karena dia sudah melakukan hal yang benar. Sedangkan kaum adam membelanya karena mereka bisa mempunyai peluang besar untuk mendapatkan Zidni.

"JANGAN BUAT GUE MARAH, BRENGSEK!" Jeremy kembali menarik tangan Zidni. Lebih kencang dari yang sebelumnya membuat Zidni terhentak.

Penonton tidak bisa berbuat banyak. Mereka tidak berani melerai. Jeremy bukan orang sembarangan. Desas desusnya cowok itu akan menghabisi siapa saja yang mengganggu rencananya. Cowok ambis dengan kadar kegilaan di atas rata-rata.

"Gue udah coba sabar untuk bicara secara baik-baik sama lo. Tapi kayanya cewek kayak lo ini lebih suka di kerasin." Seringai muncul di bibir Jeremy. "Baik. Akan gue lakuin kemauan lo."

"Ternyata selain budek lo juga gak tau diri ya, Jer? Kurang puas lo sama penolakan gue?" tanya Zidni dengan tangan yang masih berada dalam cengkraman Jeremy.

Jeremy menangkup dagu Zidni dengan kasar. Membuat gadis itu merasa tercekik. "Jangan main-main sama gue. Semua yang gue mau harus gue dapetin. Tanpa terkecuali," jujur saja, suara rendah Jeremy berhasil mengintimidasi Zidni.

"Lepas!" Zidni berontak. Napasnya tersenggal karena tangan Jeremy semakin menguat mencekiknya.

"Lo pikir gue akan lepasin lo gitu aja?" Jeremy menaikan alisnya, merendahkan Zidni. "HAHAHAHA, BODOH! GAK AKAN SEMUDAH ITU."

Jeremy mempunyai kekuatan yang besar. Berontakan Zidni menurutnya bukan apa-apa. Hanya seperti gerakan halus saja.

Zidni menengok mencoba mencari bantuan tapi tidak ada satu pun yang berani membantunya. Hingga satu celah dari kerumunan itu terbuka membuat seluruh pasang mata terpaku pada mereka saja. Banyak yang memandang dengan tatapan takjub dan berbinar-binar.

"Wah wah, ternyata jagoan kita lagi main drama disini," suara itu terdengar disusul tiga kali tepukan tangan. Membuat keheningan yang panjang.

Kedua tangannya masuk ke celana abu-abu. Berjalan mendekat dengan langkah santai. Dengan sekali hentakan Zidni sudah berpindah tangan. Gadis itu kini bersembunyi di balik tubuhnya. 

"Gue harap gak ada adegan seru yang gue lewatin," ujar cowok itu tenang berhadapan dengan Jeremy.

"Jangan ikut campur!" Jeremy menggeram marah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan ikut campur!" Jeremy menggeram marah.

Cowok dengan rambut berantakan itu terkekeh pelan. Menatap Jeremy menantang. "Lo nggak ada hak untuk ngelarang gue."

"Gue nggak ada urusan sama lo, Gavan!" ujar Jeremy lagi dengan kedua tangan yang sudah mengepal.

Gavan Orion Agustin. Cassanova milik SMA Mentari. Memiliki ketampanan yang sangat kurang ajar. Poros dari semua pandangan kagum para siswi. Cowok dengan ekspresi datar yang menjadi andalannya memiliki kharisma luar biasa. Magnet berjalan yang selalu berhasil menyita semua perhatian.

Ada banyak hal yang Gavan tidak suka. Salah satunya, orang yang omong besar padahal isi otaknya kosong.

"Dari pemain drama sekarang lo berubah haluan jadi pecundang?" kata Gavan memancing tawa teman-teman Gavan.

"Gue bukan pecundang!"

Gavan tertawa meremehkan. Hanya beberapa sekon karena ekspresinya kembali seperti semula. Datar.
"Pecundang akan tetap jadi pecundang."

Wajah Jeremy memerah menandakan dia marah. Gigi gerahamnya bergemelatuk kencang. Selama hidup delapan belas tahun Jeremy tidak pernah di permalukan seperti ini.

"Sialan!" Jeremy mengumpat. Melayangkan pukulan pada Gavan namun gagal karena tangannya sudah di cekal lebih dulu oleh temannya Gavan, Rigel.

"Cowok itu anti sama pemaksaan, Bro. Kalau dia udah nggak mau gak usah lo paksa-paksa." Gavan tidak memperdulikan Jeremy yang sudah marah ditempatnya.

Rahang Jeremy mengeras. Matanya menatap Gavan penuh dendam. Terlihat sirat kebencian dibalik sorot tajam itu. "Kenapa lo ngebela dia? Kenal lo sama dia?"

"Gak butuh alasan kenal buat gue ngebela orang yang tertindas," kata Gavan. "Jadi jangan sok. Kalau lo punya otak, gunain otak lo buat berpikir jernih. Jangan cuma bisanya ngancem kaum lemah."

"Siapa yang lo maksud kaum lemah?" sewot Zidni yang muncul di balik badan Gavan. Menyembulkan kepalanya menatap cowok itu.

Gavan mendorong dahi Zidni untuk mundur. "Diem."

"Udahlah Van, buang-buang waktu ladenin cowok jadi-jadian kayak dia," sahut seseorang dibelakang Gavan-- Vega teman Gavan.

"Kalau lo berani macem-macem lagi sama dia," Gavan memberi peringatan pada Jeremy sambil melirik Zidni. "I'll make sure you regret it."

OCCASION Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang