28. Hujan-Hujanan

49 7 0
                                    

JASMINE

Mau tidak mau, akupun menurut ketika Pak Ali memaksaku untuk ikut pulang bersamanya. Hujan semakin lebat, ditambah petir yang seakan tak mengerti perasaan dan keadaanku. Biasanya kalau cuaca sudah sangat buruk seperti sekarang, aku sudah berada di balik selimut. Meringkuk seperti bayi sambil berusaha untuk tidur. Tapi sepertinya alam membuatku harus ber-acting saat ini.

Pak Ali menggiringku menuju parkiran motor dimana miliknya berada. Dan aku baru sadar jika kini tubuhnya sudah sangat basah kuyup karena tidak mendapat bagian payung untuk berlindung dari derasnya hujan. Aku memang sedang tidak ingin dekat-dekat dengannya. Jika kami berteduh di satu payung sekecil itu bersama-sama, sudah pasti yang ada tubuh kami bersentuhan. Untungnya ia dapat memilih pilihan yang tepat dengan hanya memayungiku saja. Meski sementara dirinya harus dipertaruhkan. Ugh, untuk saat ini sungguh aku tidak peduli. Ini salahnya. Siapa suruh menyinggung gadis yang sedang PMS! Oh, aku tidak bilang ya kalau aku sedang ada tamu bulanan? Biarlah.

"Tolong pegang dulu payungnya" kata Pak Ali, kemudian menyodorkanku gagang payung yang dipegangnya sesaat setelah kami sampai di parkiran. Akupun meraih gagang payung itu.

Sekarang yang kulihat adalah pria itu sedang membuka bagasi motornya kemudian mengambil helm dan sesetel jas hujan dari dalam sana. Sementara aku masih diam, memerhatikan apa yang ia lakukan. Setelah jok motornya kembali menutup, ia mengambil alih payung itu lagi.

Setelahnya ia menyodorkanku barang-barang yang baru saja ia ambil tersebut.

"Pakai jas hujannya, helm nya juga. Cepet" katanya dengan sedikit memburuku.

Tunggu, hanya satu? Bagaimana dengannya?

"Bapak gak pake?" Tanyaku sambil mengangkat jas hujan miliknya.

"Saya udah terlanjur basah" jawabnya agak ketus. Entahlah, aku tidak bisa membedakan nada bicaranya. Ia selalu terdengar datar. Tapi aku yakin jika kali ini terdengar lebih dingin dari nada sebelumnya.

Mengabaikan nada bicara pria itu, aku pun paham apa maksudnya. Benar juga, ia sudah basah kuyup begitu. Percuma juga jika pakai jas hujan. Ya, lebih baik aku yang pakai.

Lalu aku pun segera memakai jas hujan transparan itu hingga menutupi seluruh tubuhku. Saat hendak mengenakan helm, tiba-tiba tangan Pak Ali terulur menuju belakang leherku. Entah apa yang hendak ia lakukan, tapi itu berhasil membuatku terdiam kaku seketika. Aku hanya dapat memerhatikannya, tentu dengan antisipasi jika pergerakannya bisa jadi membahayakan. Entah membahayakan bagi tubuhku, jantungku, atau hatiku. Eh? Intinya aku berantisipasi.

Tapi kemudian aku speechless ketika menyadari jika ia hanya ingin memakaikanku bagian penutup kepala yang memang belum kupakai. Aku melewatkan bagian jas hujan yang satu itu. Oh, bodohnya Jasmine. Kupikir ia ingin.... ah, sudahlah. Aku terlalu banyak baca novel romantis. Kissing in the rain itu hanyalah mitos bagi jomblo stadium 4 sepertiku. Lagipula, hal itu tidak akan terjadi jika pemeran utama prianya adalah Pak Ali. Iya, kan?

"Kenapa?" Aku terkesiap mendengar suaranya yang berat. Ah, ternyata aku sampai melamunkan adegan itu. Sialan betul! "Cepat pakai helm-nya" titahnya lagi kemudian ia sudah mengambil tempat untuk mengemudi dan menyalakan motor. Setelah sebelumnya ia menutup payung transparan itu dan menaruhnya dipijakan kaki. Eh, darimana ia mendapatkan payung itu, ya? Aku tidak ingat ia membawanya. Ah, sudahlah.

Akupun cepat-cepat menggunakan helm dan menyusulnya duduk di jok belakang. Setelah memastikan posisi dudukku nyaman, motornyapun mulai melaju meninggalkan parkiran  Café.

"Pak, payungnya saya pegangin aja buat bapak" tawarku. Agak kasian juga. Pasti mengendarai motor di tengah hujan akan sedikit terasa sakit. Kalian tahu kan, rintik hujan yang terbawa angin, jika terkena kulit akan terasa perih. Aku pernah begitu.

Teach Me How To Love You RightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang