Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷🌷
Matahari menyingingsing mengiringi langkahku yang tengah melintasi lapangan basket di universitas tempatku sekarang menimbah ilmu. Selain pancaran sinar matahari, tatapan mencemoh yang diberikan orang-orang di sekeliling juga ikut mengiringi langkah ringanku.
Terlalu biasa dengan semua itu membuatku sudah tak peduli lagi dengan tanggapan orang-orang tentang diriku. Bahkan mendapati orang menggibahi diriku secara terang-terangan sudah menjadi makananku sehari-hari. Seperti yang dilakukan segerombolan gadis pecinta make up di pinggiran lapangan sana, aku bukannya tidak tahu kalau mereka sedang mencibir sembari sesekali melirik sinis padaku. Tapi aku sudah tidak peduli dengan semua suasana ini, rasanya dua tahun telah mendapat perlakuan seperti ini membuatku jadi terbiasa dan membiarkan mereka mengeluarkan asumsi-asumsi di kepala tentangku.
Bukannya tidak ingin mencegah, tapi aku lelah dengan. Lelah menanggapi, hingga akhirnya memilih diam dan pura-pura tak peduli. Walau terkadang di suatu waktu jika mereka sudah keterlaluan, ingin kurobek satu-persatu mulut terkutuk itu tapi aku dengan tubuh mungil dan tangan lembut berjemari lentik, sungguh mustahil bisa melakukan perbuatan psycopath semacam itu.
Tetap kulangkahkan kaki mungil yang tergolong pendek milikku dengan ringan, seperti yang kukatakan tadi bahwa aku tidak peduli pada mereka yang sedang menimbah dosa dengan menggossipiku habis-habisan.
Para penggossip itu memang tidak akan dapat menghentikan langkahku, tapi tidak dengan cowok yang sedang mengukung seorang gadis dengan kedua lengan kokohnya, menghimpitnya ke tembok.
Langkahku terhenti seketika. Tidak ingin munafik bahwa sekarang aku sedang diserang rasa sakit yang menghunus, walau sudah biasa kurasakan tapi rasanya tetap sama saat pertama kali merasakannya. Tetap menikam hingga berdenyut ke seluruh penjuru syaraf, dan akan berakhir mengembunkan setitik air di pelupuk mata. Tapi aku tidak ingin kalah, aku tetap akan mencoba terlihat baik-baik saja.
Seakan menyadari keberadaanku, cowok itu menoleh. Menatapku.
Ahh orang ini, orang yang menjadi penyebab utama diriku selalu jadi gunjingan semua orang. Aku sebenarnya tidak peduli dengan fakta itu, namun mengingat bahwa dia juga yang menjadi penyebab rasa sakitku, rasanya ingin kucabik-cabik wajah tampan idaman para gadis di campus ini. Namun satu kata yang mengendalikan hati dan pikiran menjadi alasan kuatku tidak melaksanakan aksi gila itu. Iya, aku diperbudak oleh cinta seorang Daniel.
Daniel, satu-satunya kekasihku yang perna ada, tapi cowok itu malah menjadikanku kekasihnya yang kesekian.
Terdengan konyol memang tapi itulah kenyataannya.
"Baby Va?" Daniel memanggilku. Cowok itu memang memiliki banyak kekasih, tapi jika sudah ada diriku ia akan bertingkah seolah lupa pada gadis yang saat itu sedang bersamanya. Karena kenyataan itulah yang membuat semua orang di campus ini jadi membenciku.
Benci karena aku satu-satunya gadis yang dipacari Daniel lebih dari dua tahun, hanya aku yang bisa membuat Daniel lupa pada gadis lain saat aku ada, hanya aku yang mendapat perlakuan spesial dari Daniel, hanya aku yang bisa membuat seorang Daniel rela melakukan apapun demi diriku, hanya aku yang mendapat tatapan cinta dan memuja dari Daniel, hanya aku yang bisa membuat Daniel bersikap romantis dan hanya aku kekasihnya yang tidak perna diperlakukan tidak senonoh oleh Daniel yang terkenal sebagai lelaki bejad dan...mesum, oke aku akui itu, walau dia tidak perna melakukannya padaku, tapi aku sering mendapatinya berciuman dengan gadis lain. Dan lagi-lagi harus kutelan pahit semua rasa sakitku.
"Baby Va mau ke ruangan?" Dia menghampiriku yang masih mematung di ujung koridor gedung fakultas ekonomi, mencampakkan begitu saja gadis yang tadi akan menjadi mainannya, lagi.
"Iya, niatnya sih gitu, tapi malah ketemu orang lagi mesum di jalan." Aku menyindirnya dengan wajah ditekuk. Selama dua tahun ini, jika mendapati Daniel selingkuh aku memang hanya bereaksi demikian. Kutengok sedikit ke arah gadis yang tadi bersama Daniel. Gadis itu menatapku nyalang dengan kedua tangan terkepal kuat di sisi tubuh, bibir merah meronahnya mencibirku pelan kemudian melangkah pergi dangan hentakan kaki.
Daniel mengembalikan posisi tubuhku seperti semula yang sedikit meneleng karena mengintip sih gadis di balik punggungnya, ia terkekeh kecil. Mengusap sayang puncak kepalaku, mengikis jarak di antara kami dan berakhir dengan mengecup singkat puncak kepalaku.
"Kamu yang paling tau gimana aku nganggap mereka,"
Iya, aku tahu Daniel hanya menganggap mereka semua mainan namun aku yang selalu tersakiti juga merasa seperti dipermainkan olehnya. Aku yang hampir setiap malam menangis di dalam kamar karena hampir setiap hari juga kujumpai Daniel bercumbu dengan gadis lain. Tapi untuk sekarang aku mencoba untuk tidak peduli, untuk sekarang. Entahlah di kemudian hari, kita lihat saja nanti.
Daniel merangkulku. "Ayo aku anter ke ruangan,"
"Enggak dikejar tadi tuh cewek? Dia kayaknya ngambek deh,"
Ia menyentil keningku, gemas. "Jadi maunya aku ngejar dia?" Tanyanya dengan senyum menantang. Aku hanya bergeming, tak menolak apalagi mengizinkan. "Ya udah, oke aku kejar nih," segera kutahan lengannya untuk tetap tinggal. Jika masih ada pilihan untuk tidak terluka maka aku akan memilihnya kendati aku tahu semuanya hanya bersifat sementara.
"Nah tuh kan, enggak rela juga kamu." Ia terkekeh mengejek yang hanya kubalas dengan delikan mata. Daniel kembali merangkulku. Kami mulai melangkah ke arah ruanganku dengan Daniel yang mengantarkanku, seperti biasa jika kami tak sengaja berpapasan di jalan.
Semuanya dimulai hari ini, hari di mana akan kuceritakan semua kisahku. Setiap kisah yang dibumbuhi rasa sakit hatiku, walau begitu aku tetap menunggu kejutan dari Tuhan. Semoga Tuhan memberikan setitik bahagia sebagai ganti air mataku yang selama ini luruh tiada guna.
TBC.
Cerita ini aku dedikasikan khusus untuk para sahabatku yang udah nemanin aku tertawa bersama
Love you guys😝 sumpah jijik😂
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Salam😊 Sahabat surga💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Vanillah
RomanceDari semua sakit yang kurasakan aku hanya menunggu sebuah keajaiban yang akan dikirim Allah untukku.